Belajar dari Sri Lanka, Bangladesh Waspadai Skema Belt and Road China

Kamis, 17 Agustus 2023 - 10:30 WIB
loading...
Belajar dari Sri Lanka, Bangladesh Waspadai Skema Belt and Road China
Bangladesh mewaspadai skema Belt and Road China dalam pendanaan proyek-proyek infrastrukturnya setelah belajar dari krisis ekonomi yang melanda Sri Lanka. Foto/REUTERS
A A A
DHAKA - Hubungan bilateral China dan Bangladesh telah menjadi diskusi panas dalam beberapa tahun terakhir karena alasan meningkatnya minat Beijing untuk melibatkan Dhaka secara lebih mendalam dalam Belt and Road Initiative (BRI). China juga bekerja sama dengan Bangladesh dalam sejumlah proyek pembangunan.

Ada beragam reaksi atas keterlibatan China dalam program pembangunan Bangladesh. Dari perspektif global, telah diamati bahwa kesepakatan keuangan China telah membahayakan perekonomian banyak negara, termasuk Sri Lanka, Pakistan, Zimbabwe, Angola, Nigeria, Sudan, Serbia, dan lain sebagainya.

Investasi China di Bangladesh menghadapi tantangan suram. Pembangkit Listrik Payra, yang dibangun melalui inisiatif bersama China dan Bangladesh, telah menemui hambatan dalam pembayaran kembali pinjaman China. Situasi semakin diperparah krisis dolar dan kekurangan bahan baku. Jika kekurangan ini tidak dapat segera diatasi, Pembangkit Listrik Payra dapat ditutup dalam beberapa bulan.

Dalam laporan Financial Times pada Agustus 2022, Menteri Keuangan Bangladesh Mustafa Kamal telah memperingatkan bahwa negara-negara berkembang harus berpikir dua kali untuk mengambil lebih banyak pinjaman melalui skema Belt and Road Initiative milik China, karena inflasi global dan pertumbuhan yang melambat menambah tekanan pada pasar negara berkembang yang berutang.



Mustafa Kamal juga mengatakan China perlu lebih teliti dalam mengevaluasi pinjamannya di tengah kekhawatiran bahwa keputusan pinjaman yang buruk berisiko mendorong sejumlah negara ke dalam kesulitan utang. Mustafa Kamal menyinggung ke Sri Lanka, di mana proyek infrastruktur China yang gagal menghasilkan pengembalian dana telah memperburuk krisis ekonomi di negara tersebut.

"Apapun situasi (yang) terjadi di seluruh dunia, semua orang akan berpikir dua kali untuk menyetujui proyek seperti ini," kata Mustafa Kamal, merujuk pada Belt and Road Initiative.

"Semua orang menyalahkan China, dan China tidak bisa untuk tidak setuju. Itu tanggung jawab mereka," sambung dia.

Mustafa Kamal mengatakan krisis ekonomi Sri Lanka menjadi contoh bahwa China tidak cukup teliti dalam memutuskan proyek mana yang akan didukung. “Perlu melakukan studi menyeluruh sebelum meminjamkan uang ke suatu proyek,” katanya.

"Setelah (krisis ekonomi) Sri Lanka, kami merasa otoritas China tidak memperhatikan aspek khusus ini, padahal itu sangat, sangat penting," tegasnya.


Investasi China di Bangladesh


Menurut laporan tahunan Bank Bangladesh, China menginvestasikan USD465,17 juta (13,5% dari total investasi asing langsung di Bangladesh) dan Hong Kong menginvestasikan USD179,22 juta (5,2%) pada periode Juli-Juni di tahun fiskal 2022, menjadikan nilai total investasi China di angka USD644,30 juta.

Amerika Serikat adalah investor teratas dengan investasi USD661,12 juta pada tahun fiskal 2022, yang merupakan 19,2 persen dari total investasi asing langsung, menurut laporan bank sentral.

Sebuah perusahaan China yang 100 persen berorientasi ekspor bernama South China Bleaching and Dyeing Limited telah menginvestasikan USD150 juta di Dhaka Export Processing Zone (EPZ) dengan mempekerjakan 10.000 pekerja dan karyawan. Sebagai organisasi multinasional yang berkembang pesat di Bangladesh, South China Limited telah mendapatkan reputasi yang kuat, baik secara lokal maupun global, di sektor tekstil dan pakaian selama bertahun-tahun.

Dengan teknologi canggih dan tim manajemen kompeten, perusahaan tersebut telah berhasil mengukir mereknya di seluruh dunia sebagai produsen produk tekstil yang andal.

Menekankan pada people-to-people contact, Calvin Ngan, yang juga Managing Director South China Ltd, mengatakan, "Di China, Tahun Baru Imlek juga berarti perayaan Musim Semi. Ini adalah momen untuk berkumpul, untuk mengungkapkan rasa terima kasih dan untuk memberikan berkat kepada teman dan keluarga kita."

"Asosiasi China Perantauan di Bangladesh (OCAB) adalah rumah bagi semua China di Bangladesh. Misi kami adalah membina hubungan antara dua negara dan dua budaya. Selama dua tahun terakhir, organisasi kami telah bekerja sama dengan otoritas terkait untuk mendistribusikan vaksin dan menyumbangkan alat pelindung diri (APD) kepada orang-orang," kata Calvin, seperti dikutip dari Daily Asian Age.

"Pandemi dalam tiga tahun terakhir telah menjadi badai musim dingin bagi banyak orang. Ketakutan dan kekhawatiran membayangi kepala kita. Kita menghadapi dan mengatasi tantangan yang tidak terlihat pada generasi kita," paparnya.

OCAB memandang 2023 sebagai tahun yang sangat istimewa. Musim dingin serta pandemi telah berakhir, dan musim semi telah tiba. Penerbangan antara Bangladesh dan China meningkat. Ekonomi dan kegiatan budaya mulai meningkat. Sudah lebih banyak warga China datang ke Bangladesh, dan begitu juga sebaliknya.

"Kami di sini untuk mencari hubungan yang saling menguntungkan antara Bangladesh dan China. Bersama-sama kita harus menjaga perdamaian dan kemakmuran kedua negara untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi generasi kita,” kata Calvin.

Berbicara pada acara tersebut, Shah Mohammad Mahboob, direktur jenderal Promosi Investasi Internasional dari Otoritas Pengembangan Investasi Bangladesh (BIDA), mengatakan bahwa lingkungan bisnis di Bangladesh telah menandai peningkatan bertahap dalam beberapa tahun terakhir karena negara tersebut telah menjadi pusat investasi di kawasan Asia Selatan.

Dia juga mengatakan BIDA bekerja sama dengan pemangku kepentingan terkait memastikan Layanan Satu Atap kepada pengusaha dan bisnis untuk berinvestasi di berbagai sektor.

Pelabuhan Payra


Direktur Kantor Ekonomi dan Perdagangan Hong Kong di Bangkok, Sheung-yuen Lee, dalam pidatonya mengatakan bahwa Hong Kong telah menjadi salah satu investor terkemuka di Bangladesh, menggelontorkan USD1,8 miliar hingga saat ini, terutama di sektor tekstil dan energi. Nilai perdagangan bilateral telah mencapai lebih dari USD1 miliar.

Pemerintah Hong Kong juga akan memberikan tambahan USD183 juta kepada Otoritas Pelabuhan Payra dari Bangladesh Infrastructure Development Fund (BIDF). Ini akan membuat jumlah total yang dikeluarkan untuk otoritas pelabuhan Layra menjadi USD266,38 juta.

Bank Bangladesh akan memberikan jumlah tersebut kepada Bank Sonali untuk membayar tagihan Jundunul NV yang berbasis di Belgia, kontraktor Pengerukan Modal dan Pemeliharaan Saluran Ramnabad dari proyek Pelabuhan Payra, kata seorang pejabat bank sentral, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya.

BIDF didirikan pada Maret 2021 untuk membiayai proyek pembangunan di Bangladesh dengan menggunakan cadangan devisa. Sejauh ini, proyek Pelabuhan Payra adalah satu-satunya proyek yang didanai BIDF, dengan USD83 juta telah dicairkan dalam empat tahap.

Berdasarkan perjanjian tripartit, Otoritas Pelabuhan Payra akan menerima pinjaman sebesar USD564,88 juta dari pemerintah melalui Bank Sonali selama tiga tahun ke depan, yang akan dilunasi dalam tujuh tahun dengan tingkat bunga 2 persen. Setengah dari bunga akan masuk ke BIDF dan setengah lainnya ke Bank Sonali.

Meski dikhawatirkan pencairan dana tersebut akan semakin menurunkan cadangan devisa, bank sentral diperkirakan akan mencairkan dana tersebut sesuai kesepakatan.

Pada 8 Februari, cadangan devisa Bangladesh adalah USD32.639 juta, menurut data bank sentral. Dana Moneter Internasional (IMF) juga baru-baru ini menyatakan dalam persyaratan pinjamannya ke Bangladesh bahwa negara tersebut harus mengecualikan dana seperti BIDF saat menghitung cadangan devisanya.

Direktur proyek tersebut, Rajiv Tripura, menolak mengomentari pencairan dana saat dihubungi awak media. Pejabat Bank Sonali mengonfirmasi bahwa Otoritas Pelabuhan Payra telah mengajukan dana, dan proses pencairan dari bank sentral sedang berlangsung.


Utang Luar Negeri


Seorang pejabat Bank Bangladesh yang tidak mau disebutkan namanya mengatakan dana itu akan dikeluarkan di tengah krisis cadangan devisa yang sedang berlangsung karena ada kesepakatan mengenai hal itu. Namun, dia mengatakan keputusan telah diambil untuk tidak lagi mendanai proyek-proyek di bawah BIDF untuk saat ini.

Pengerukan Modal dan Pemeliharaan proyek Saluran Ramnabad akan membuat saluran sepanjang 75 kilometer dengan kedalaman 10,5 meter, memungkinkan kapal berkapasitas 40.000 ton menggunakan Pelabuhan Payra.

"Bangladesh harus bekerja dengan sangat hati-hati dalam skema keuangan China. Sri Lanka dan Pakistan membayar mahal karena tidak mampu membayar kembali pinjaman China," kata mantan penasihat untuk pemerintah interim Bangladesh Dr Wahid Uddin Mahmud

Dr Zahid Hussain, mantan kepala ekonom Bank Dunia, mengatakan, "Bangladesh harus mengurangi ketergantungannya pada utang luar negeri. Tantangan seperti krisis dolar dan anomali dalam sistem perbankan telah membuat keadaan menjadi tidak pasti."

"Jadi, pihak berwenang Bangladesh harus mengambil setiap langkah dengan sangat hati-hati," pungkas Hussain.
(mas)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1261 seconds (0.1#10.140)