Erdogan Kecam Pola Pikir Kolonial Ubah Laut Mediterania Jadi Kuburan Pengungsi
loading...
A
A
A
ANKARA - Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menyalahkan pola pikir kolonial karena mengubah Laut Mediterania menjadi kuburan pengungsi raksasa.
Erdogan membuat komentarnya pada Hari Pengungsi Sedunia. Dia menunjukkan orang-orang terpaksa bermigrasi karena berbagai alasan, mulai dari terorisme, konflik dan perang saudara hingga kelaparan dan kekeringan, terutama di daerah pedalaman Turki.
"Jumlah orang terlantar di dunia sekarang hampir 110 juta dan 35,3 juta di antara mereka terpaksa bermigrasi, sementara 62,5 juta orang terlantar secara internal," papar dia.
Posisi Ankara tentang migrasi tidak teratur dan masalah pengungsi tetap tidak berubah, ungkap pemimpin Turki itu.
“Kami percaya ini adalah masalah global sambil berfokus pada keamanan Turki dan melindungi kehidupan dan martabat masyarakat. Bangsa kami telah merangkul mereka yang melarikan diri dari penindasan selama berabad-abad tanpa diskriminasi, dan menunjukkan sikap sadar yang sama dalam menghadapi krisis di wilayah kami, mulai dari Suriah ke Ukraina," ujar dia.
Turki, lanjutnya, selalu memenuhi tugas kemanusiaannya, tugasnya sebagai tetangga. "Ini mendukung proyek untuk pengembalian pengungsi yang aman, sukarela dan bermartabat ke tanah air mereka dan mengimplementasikan proyek untuk memastikannya," papar dia.
Mengekspresikan penolakan negaranya terhadap Islamofobia dan xenofobia, ideologi neo-Nazi, dan ujaran kebencian, Erdogan mencatat ini telah menyebar ke komunitas lain seperti tumbuhan beracun setelah mengakar di negara-negara Barat.
"Kami melihat tren patologis ini, yang tidak menganggap siapa pun selain ras, budaya, dan keyakinan mereka sendiri sebagai manusia, sebagai ancaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan masa depan bersama umat manusia," tegas dia.
Dia menyalahkan "pola pikir menghina yang berakar pada kolonialisme" karena mengubah Mediterania menjadi kuburan pengungsi.
Erdogan membuat komentarnya pada Hari Pengungsi Sedunia. Dia menunjukkan orang-orang terpaksa bermigrasi karena berbagai alasan, mulai dari terorisme, konflik dan perang saudara hingga kelaparan dan kekeringan, terutama di daerah pedalaman Turki.
"Jumlah orang terlantar di dunia sekarang hampir 110 juta dan 35,3 juta di antara mereka terpaksa bermigrasi, sementara 62,5 juta orang terlantar secara internal," papar dia.
Posisi Ankara tentang migrasi tidak teratur dan masalah pengungsi tetap tidak berubah, ungkap pemimpin Turki itu.
“Kami percaya ini adalah masalah global sambil berfokus pada keamanan Turki dan melindungi kehidupan dan martabat masyarakat. Bangsa kami telah merangkul mereka yang melarikan diri dari penindasan selama berabad-abad tanpa diskriminasi, dan menunjukkan sikap sadar yang sama dalam menghadapi krisis di wilayah kami, mulai dari Suriah ke Ukraina," ujar dia.
Turki, lanjutnya, selalu memenuhi tugas kemanusiaannya, tugasnya sebagai tetangga. "Ini mendukung proyek untuk pengembalian pengungsi yang aman, sukarela dan bermartabat ke tanah air mereka dan mengimplementasikan proyek untuk memastikannya," papar dia.
Mengekspresikan penolakan negaranya terhadap Islamofobia dan xenofobia, ideologi neo-Nazi, dan ujaran kebencian, Erdogan mencatat ini telah menyebar ke komunitas lain seperti tumbuhan beracun setelah mengakar di negara-negara Barat.
"Kami melihat tren patologis ini, yang tidak menganggap siapa pun selain ras, budaya, dan keyakinan mereka sendiri sebagai manusia, sebagai ancaman terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan masa depan bersama umat manusia," tegas dia.
Dia menyalahkan "pola pikir menghina yang berakar pada kolonialisme" karena mengubah Mediterania menjadi kuburan pengungsi.