3 Konsekuensi Buruk bagi Rakyat Turki karena Erdogan Berkuasa 5 Tahun Lagi
loading...
A
A
A
Dengan lima tahun lagi berkuasa, kecil kemungkinan Erdogan memilih untuk mengubah agenda domestiknya. Jika ada, dia kemungkinan akan melangkah lebih jauh. “Ketika para pemimpin otoriter menghadapi konteks domestik yang tidak stabil, mereka melipatgandakan represi,” kata Gonul Tol, penulis Erdogan War: A Strongman’s Struggle at Home and in Syria, dilansir TIME.
2. Krisis Ekonomi Terus Berlanjut
Foto/Reuters
Erdogan telah menjanjikan kebangkitan Turki pada 2023, yang merupakan peringatan 100 tahun berdirinya republik. Idealnya, Turki seharusnya masuk 10 ekonomi teratas di dunia saat itu. Namun, Turki hanya berada di 20 besar, di urutan ke-19.
"Ekonomi telah mengalami penurunan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Nilai lira Turki anjlok, mengarah ke ekonomi berbasis dolar," kata Mehmet Ozalp, pakar kajian Islam di Universitas Charles Sturt, dilansir The Conversation.
Bank Sentral Turki menjaga ekonomi tetap bertahan dengan mengosongkan cadangannya dalam beberapa bulan terakhir. Bank Sentral telah mengalami defisit neraca berjalan sebesar USD8-10 miliar dolar setiap bulan. Cadangan devisa pun jatuh ke angka negatif untuk pertama kalinya sejak 2002.
Apa konsekuensi buruknya?
"Erdogan harus mencari utang," ujar Ozalp. Erdogan akan menggunakan pinjaman luar negeri berbunga tinggi dan memulai diplomasi negara-negara Muslim yang kaya minyak untuk menarik sebagian dana mereka ke Turki. "Ketidakpastian tentang seberapa sukses kebijakan utang dan kemungkinan keuntungan jangka pendeknya dapat membuat ekonomi Turki jatuh ke dalam resesi," paparnya.
Bagi rakyat Turki, seperti diungkap Ozalph, bahwa itu bisa berarti pengangguran besar-besaran dan pengurangan biaya hidup. Tingkat inflasi telah mencapai tertinggi 24 tahun sebesar 85,5% pada 2022. "Pada 2023, inflasi bisa saja lebih tinggi, karena pemerintah yang kekurangan uang terus mencetak uang digital untuk membayar tenaga kerja birokrasinya yang besar," tutur Ozalp.
2. Krisis Ekonomi Terus Berlanjut
Foto/Reuters
Erdogan telah menjanjikan kebangkitan Turki pada 2023, yang merupakan peringatan 100 tahun berdirinya republik. Idealnya, Turki seharusnya masuk 10 ekonomi teratas di dunia saat itu. Namun, Turki hanya berada di 20 besar, di urutan ke-19.
"Ekonomi telah mengalami penurunan yang signifikan dalam tiga tahun terakhir. Nilai lira Turki anjlok, mengarah ke ekonomi berbasis dolar," kata Mehmet Ozalp, pakar kajian Islam di Universitas Charles Sturt, dilansir The Conversation.
Bank Sentral Turki menjaga ekonomi tetap bertahan dengan mengosongkan cadangannya dalam beberapa bulan terakhir. Bank Sentral telah mengalami defisit neraca berjalan sebesar USD8-10 miliar dolar setiap bulan. Cadangan devisa pun jatuh ke angka negatif untuk pertama kalinya sejak 2002.
Apa konsekuensi buruknya?
"Erdogan harus mencari utang," ujar Ozalp. Erdogan akan menggunakan pinjaman luar negeri berbunga tinggi dan memulai diplomasi negara-negara Muslim yang kaya minyak untuk menarik sebagian dana mereka ke Turki. "Ketidakpastian tentang seberapa sukses kebijakan utang dan kemungkinan keuntungan jangka pendeknya dapat membuat ekonomi Turki jatuh ke dalam resesi," paparnya.
Bagi rakyat Turki, seperti diungkap Ozalph, bahwa itu bisa berarti pengangguran besar-besaran dan pengurangan biaya hidup. Tingkat inflasi telah mencapai tertinggi 24 tahun sebesar 85,5% pada 2022. "Pada 2023, inflasi bisa saja lebih tinggi, karena pemerintah yang kekurangan uang terus mencetak uang digital untuk membayar tenaga kerja birokrasinya yang besar," tutur Ozalp.