Pandemi Corona Picu Konflik Sosial di Beberapa Negara

Jum'at, 17 Juli 2020 - 10:15 WIB
loading...
A A A
Kemarahan publik pecah setelah Kejaksaan Agung mengirimkan petugas untuk menggeledah kantor staf Presiden Rumen Radev, pengkritik paling vokal pemerintahan Borissov. Sebagian orang menilai penggeledahan itu merupakan bagian dari pembungkaman.

Di hadapan khalayak umum, Radev mengatakan masyarakat sudah lelah dan jenuh dengan pemerintahan Borissov dan menuntut Borissov mengundurkan diri. Desakan yang sama juga dilayangkan kepada Kejaksaan Agung yang dituduh diisi para pendukung Borissov.

Borissov telah menduduki kursi kekuasaan untuk ketiga kalinya pada 2017 silam. Dia sangat bangga dengan capaiannya membangun infrastruktur jalan raya, meningkatkan pendapatan rakyat, dan menjadikan Bulgaria sebagai kompetitor baru di Benua Biru. Dia juga tak ingin mundur dari jabatannya.

"Kami telah memberikan banyak hasil nyata yang memuaskan dan kami sudah berupaya sekuat tenaga. Tidak ada yang menahan kami tetap berada di istana selain karena tanggung jawab," kata Borissov, dikutip Reuters.

Partai GERB menyatakan Radev yang terpilih menjadi presiden akibat dukungan pihak sosialis berupaya menciptakan kerusuhan politik. Berdasarkan hasil jajak pendapat, GERB masih menjadi partai paling populer di kalangan masyarakat Bulgaria. Pemilihan umum (pemilu) berikutnya akan digelar pada musim semi 2021 mendatang. Dengan popularitas setinggi sekarang, GERB tampaknya tidak akan bergeming.

Di wilayah lain di pantai Laut Hitam, masyarakat melakukan demo untuk menuntut akses terhadap pantai. Demo itu terjadi beberapa waktu setelah kepala partai liberal dihadang pasukan bersenjata National Protection Service, pengawal Ahmed Dogan, anggota senior partai MRF.

Ribuan warga Israel juga menggelar unjuk rasa di Tel Aviv setelah pemerintah dianggap gagal menanggulangi dan mengantisipasi dampak ekonomi akibat Covid-19. Sebagai bagian dari penerapan lockdown yang dikawal ketat polisi, pendemo masuk ke wilayah Rabin Square secara bergantian. Selain itu, mereka mengenakan masker.

"Saya memiliki 40 pekerja tanpa upah, tanpa uang," kata Michal Gaist-Casif, wakil presiden perusahaan lampu dan suara. "Kami ingin pemerintah untuk memberikan dana bantuan sampai kami dapat menjalankan bisnis secara normal. Kami tidak dapat bekerja sejak pertengahan Maret hingga Juli. Bagi kami, Agustus juga tampak suram," imbuhnya. (Baca juga: Dibayangi Sentimen Negatif, Hari Ini Rupiah Diramal Bakal Melemah)

Pernyataan Michal bukan tanpa alasan. Angka pengangguran di Israel meningkat hingga 21% sejak Israel memberlakukan lockdown pada Maret. Paket bantuan yang dijanjikan pemerintah tidak terealisasi secara baik sehingga menimbulkan ketidakpastian dan kekhawatiran di kalangan pebisnis Israel yang terancam mengalami kebangkrutan.

Dengan adanya gelombang baru Covid-19, PM Israel Benjamin Netanyahu kembali memberlakukan serangkaian peraturan lockdown hingga sejumlah bisnis kembali terdampak. Ketika dana bantuan USD29 miliar masih mandek, Netanyahu kembali berjanji memberikan dana bantuan lain untuk menyelamatkan ekonomi nasional.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1553 seconds (0.1#10.140)