Film Marvel Rusak Citra Tentara, Menteri Prancis Mencak-mencak
loading...
A
A
A
PARIS - Menteri Angkatan Bersenjata Prancis Sebastian Lecornu mengecam Marvel Studios atas apa digambarkannya sebagai penggambaran tentara Prancis yang "palsu dan menipu" dalam film Black Panther: Wakanda Forever .
Lecornu secara khusus mereferensikan sebuah adegan dalam film itu yang menunjukkan tentara Prancis menyerbu pangkalan kerajaan fiksi Wakanda di Mali, di mana mereka menganiaya beberapa ilmuwan dalam upaya mereka untuk mencuri mineral vibranium yang didamba-dambakan.
Para prajurit ditangkap dan dibawa sebagai tahanan ke pertemuan PBB di mana mereka dipaksa berlutut di hadapan ratu Wakanda, yang mempermalukan Duta Besar Prancis di depan komunitas internasional.
Tentara Prancis dalam film tersebut ditampilkan mengenakan seragam yang sangat mirip dengan yang dikenakan dalam Operasi Barkhane, operasi anti-teror delapan tahun Prancis di Afrika Utara.
Operasi Barkhane secara resmi berakhir pada November lalu, setelah perubahan pemerintahan di Mali menghasilkan seorang pemimpin yang jauh lebih tidak simpatik terhadap agenda regional Barat, dan Burkina Faso bulan lalu juga memerintahkan pasukan Prancis untuk pergi.
Lecornu menyiratkan bahwa adegan itu tidak menghormati 58 tentara Prancis yang tewas membela Mali, atas permintaannya, di hadapan kelompok teror Islam.
"Tidak boleh ada revisionisme… yang diizinkan tentang tindakan Prancis baru-baru ini di Mali,” kata Kementerian Pertahanan Prancis.
“Kami campur tangan atas permintaan negara itu sendiri untuk memerangi kelompok teroris bersenjata, jauh dari cerita yang diceritakan dalam film, yaitu sebuah Tentara Prancis datang untuk menjarah sumber daya alam,” sambung pernyataan itu seperti dikutip dari RT, Selasa (14/2/2023).
Sementara Lecornu dikatakan oleh orang-orang yang dekat dengannya sangat "marah melihat film itu", Kementerian Pertahanan Prancis bersikeras bahwa mereka tidak menyerukan penyensoran atau agar film itu ditarik.
Prancis menyalahkan Rusia karena membuat pemerintah bekas koloni Afrika Utara itu menentangnya setelah tentara bayaran dari perusahaan militer swasta Rusia, Grup Wagner, diduga disewa untuk menggantikan beberapa pasukan Prancis yang sebelumnya ditempatkan di sana.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov awal bulan ini menjanjikan dukungan militer yang berkelanjutan ke Mali dalam memerangi terorisme.
Lecornu secara khusus mereferensikan sebuah adegan dalam film itu yang menunjukkan tentara Prancis menyerbu pangkalan kerajaan fiksi Wakanda di Mali, di mana mereka menganiaya beberapa ilmuwan dalam upaya mereka untuk mencuri mineral vibranium yang didamba-dambakan.
Para prajurit ditangkap dan dibawa sebagai tahanan ke pertemuan PBB di mana mereka dipaksa berlutut di hadapan ratu Wakanda, yang mempermalukan Duta Besar Prancis di depan komunitas internasional.
Tentara Prancis dalam film tersebut ditampilkan mengenakan seragam yang sangat mirip dengan yang dikenakan dalam Operasi Barkhane, operasi anti-teror delapan tahun Prancis di Afrika Utara.
Operasi Barkhane secara resmi berakhir pada November lalu, setelah perubahan pemerintahan di Mali menghasilkan seorang pemimpin yang jauh lebih tidak simpatik terhadap agenda regional Barat, dan Burkina Faso bulan lalu juga memerintahkan pasukan Prancis untuk pergi.
Lecornu menyiratkan bahwa adegan itu tidak menghormati 58 tentara Prancis yang tewas membela Mali, atas permintaannya, di hadapan kelompok teror Islam.
"Tidak boleh ada revisionisme… yang diizinkan tentang tindakan Prancis baru-baru ini di Mali,” kata Kementerian Pertahanan Prancis.
“Kami campur tangan atas permintaan negara itu sendiri untuk memerangi kelompok teroris bersenjata, jauh dari cerita yang diceritakan dalam film, yaitu sebuah Tentara Prancis datang untuk menjarah sumber daya alam,” sambung pernyataan itu seperti dikutip dari RT, Selasa (14/2/2023).
Sementara Lecornu dikatakan oleh orang-orang yang dekat dengannya sangat "marah melihat film itu", Kementerian Pertahanan Prancis bersikeras bahwa mereka tidak menyerukan penyensoran atau agar film itu ditarik.
Prancis menyalahkan Rusia karena membuat pemerintah bekas koloni Afrika Utara itu menentangnya setelah tentara bayaran dari perusahaan militer swasta Rusia, Grup Wagner, diduga disewa untuk menggantikan beberapa pasukan Prancis yang sebelumnya ditempatkan di sana.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov awal bulan ini menjanjikan dukungan militer yang berkelanjutan ke Mali dalam memerangi terorisme.
(ian)