Dampak Memanasnya Hubungan China-Taiwan Lebih Dahsyat dari Invasi Rusia
Rabu, 24 Agustus 2022 - 00:13 WIB
JAKARTA - Konflik China-Taiwan semakin memanas akhir-akhir ini dan menjadi perhatian dunia. Konflik tersebut dipicu oleh kedatangan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS), Nancy Pelosi yang berkunjung ke Taiwan awal Agustus ini.
Hal itu pun memicu Beijing untuk menggelar parade latihan militer besar-besaran yang dimulai sejak 4 Agustus 2022. Rudal-rudal pun ditembakkan oleh China saat parade latihan militer tersebut yang menyasar ke bagian wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Taiwan.
Beberapa rudal yang ditembakkan bahkan terjatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) wilayah Jepang membuat Tokyo khawatir. Konflik ini diprediksi akan memberikan kerugian dalam skala besar bagi banyak pihak dan dapat mengubah tatanan sistem geopolitik dunia, bahkan kerugian internal dari kedua negara juga dipastikan akan sangat besar.
Ketegangan antara kedua negara tersebut tentunya memiliki dampak bagi Indonesia. Para ekonom pun memprediksi dampak ke Indonesia bisa lebih dahsyat ketimbang invasi Rusia dan Ukraina saat ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia memiliki hubungan dagang lebih besar dengan China dan Taiwan ketimbang dengan Rusia dan Ukraina. Beliau mengatakan China dan Taiwan merupakan tujuan ekspor tradisional Indonesia dengan masing-masing 21% dan 11% dari total ekspor, yang artinya 32% atau sepertiga ekspor Indonesia terancam dan juga berpotensi untuk menurunkan surplus neraca dagang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), China merupakan negara terbesar tujuan ekspor non-migas senilai USD5,09 miliar. China juga merupakan pemasok barang impor non-migas terbesar selama periode Januari - Juni 2022 senilai USD32,08 miliar atau setara 33,17% dari total impor.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke Taiwan sepanjang tahun lalu mencapai sekitar USD6,9 miliar yang didominasi oleh ekspor besi dan baja sekitar USD2,7 miliar, dan Bahan Bakar Mineral (HS 27) mencapai USD1,8 miliar.
Sedangkan untuk impor Indonesia dari Taiwan mencapai USD4,4 miliar dan didominasi oleh impor mesin dan peralatan listrik yang mencapai USD1,5 miliar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, memastikan pemerintah akan terus memantau risiko dari ketegangan politik antara China dengan Taiwan. Ia khawatir ketegangan kedua negara itu ikut mendongkrak harga komoditas global, serta mengganggu pemulihan ekonomi di berbagai negara. Tidak hanya itu, konflik tersebut juga berdampak terhadap mobilitas perdagangan dan juga investasi Indonesia.
“Meningkatnya ketegangan geopolitik antara China dengan Taiwan, tentunya berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah perlu mewaspadai kondisi ini karena dapat mempengaruhi arus perdagangan di mana China dan Taiwan merupakan mitra perdagangan penting Indonesia baik dalam hal ekspor maupun impor,” kata Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia.
“Dalam hal ini, pemerintah perlu menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri, misalnya dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor sehingga mengurangi ketergantungan pada China, termasuk menjajaki potensi pasar luar negeri lainnya seperti India dan juga beberapa negara lainnya.” tutup Johanna, Jakarta (23/8/2022).
Hal itu pun memicu Beijing untuk menggelar parade latihan militer besar-besaran yang dimulai sejak 4 Agustus 2022. Rudal-rudal pun ditembakkan oleh China saat parade latihan militer tersebut yang menyasar ke bagian wilayah perairan yang berbatasan langsung dengan Taiwan.
Beberapa rudal yang ditembakkan bahkan terjatuh di Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) wilayah Jepang membuat Tokyo khawatir. Konflik ini diprediksi akan memberikan kerugian dalam skala besar bagi banyak pihak dan dapat mengubah tatanan sistem geopolitik dunia, bahkan kerugian internal dari kedua negara juga dipastikan akan sangat besar.
Ketegangan antara kedua negara tersebut tentunya memiliki dampak bagi Indonesia. Para ekonom pun memprediksi dampak ke Indonesia bisa lebih dahsyat ketimbang invasi Rusia dan Ukraina saat ini.
Direktur Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Bhima Yudhistira mengatakan Indonesia memiliki hubungan dagang lebih besar dengan China dan Taiwan ketimbang dengan Rusia dan Ukraina. Beliau mengatakan China dan Taiwan merupakan tujuan ekspor tradisional Indonesia dengan masing-masing 21% dan 11% dari total ekspor, yang artinya 32% atau sepertiga ekspor Indonesia terancam dan juga berpotensi untuk menurunkan surplus neraca dagang.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), China merupakan negara terbesar tujuan ekspor non-migas senilai USD5,09 miliar. China juga merupakan pemasok barang impor non-migas terbesar selama periode Januari - Juni 2022 senilai USD32,08 miliar atau setara 33,17% dari total impor.
Sementara itu, ekspor Indonesia ke Taiwan sepanjang tahun lalu mencapai sekitar USD6,9 miliar yang didominasi oleh ekspor besi dan baja sekitar USD2,7 miliar, dan Bahan Bakar Mineral (HS 27) mencapai USD1,8 miliar.
Sedangkan untuk impor Indonesia dari Taiwan mencapai USD4,4 miliar dan didominasi oleh impor mesin dan peralatan listrik yang mencapai USD1,5 miliar.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu, Febrio Kacaribu, memastikan pemerintah akan terus memantau risiko dari ketegangan politik antara China dengan Taiwan. Ia khawatir ketegangan kedua negara itu ikut mendongkrak harga komoditas global, serta mengganggu pemulihan ekonomi di berbagai negara. Tidak hanya itu, konflik tersebut juga berdampak terhadap mobilitas perdagangan dan juga investasi Indonesia.
“Meningkatnya ketegangan geopolitik antara China dengan Taiwan, tentunya berpotensi memberikan dampak signifikan terhadap perekonomian Indonesia. Pemerintah perlu mewaspadai kondisi ini karena dapat mempengaruhi arus perdagangan di mana China dan Taiwan merupakan mitra perdagangan penting Indonesia baik dalam hal ekspor maupun impor,” kata Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia.
“Dalam hal ini, pemerintah perlu menjaga ketahanan ekonomi dalam negeri, misalnya dengan melakukan diversifikasi negara tujuan ekspor sehingga mengurangi ketergantungan pada China, termasuk menjajaki potensi pasar luar negeri lainnya seperti India dan juga beberapa negara lainnya.” tutup Johanna, Jakarta (23/8/2022).
(ian)
tulis komentar anda