Kanada dan Denmark Akhiri Perang Wiski, Pulau Hans Dibagi Dua
Rabu, 15 Juni 2022 - 07:33 WIB
OTTAWA - Kanada dan Denmark akhirnya secara resmi setuju membagi dua Pulau Hans yang terletak di tengah perbatasan Arktik mereka, di antara mereka sendiri.
Perjanjian yang mengikat pada Selasa (14/6/2022) mengakhiri perselisihan teritorial selama beberapa dekade yang dijuluki "perang wiski" oleh media.
Sesuai perjanjian, sekitar 60% dari pulau itu dikuasai Denmark dan 40% dikendalikan Kanada.
Pulau kecil setengah mil persegi yang tidak berpenghuni ini terletak di Selat Kennedy di Selat Nares, 1.100 km selatan Kutub Utara.
Selat ini terletak di antara pantai barat laut Greenland dan Pulau Ellesmere Kanada.
Ketika kedua negara sepakat pada 1973 untuk menarik perbatasan melalui selat, mereka menunda memutuskan siapa yang akan memiliki daratan tandus di tengah, yang mengarah ke serangkaian pertengkaran kecil yang kemudian dikenal sebagai "perang wiski" karena cara yang aneh di mana negara-negara menandai wilayah mereka.
Pada 1984, Menteri Urusan Greenland Denmark memulai tradisi dengan mengibarkan bendera Denmark di pulau itu dan mengubur sebotol schnapps Denmark di dasarnya, disertai dengan catatan bertuliskan “Selamat datang di pulau Denmark.”
Kanada menanggapi dengan cara yang sama, menanam benderanya sendiri di atas sebotol brendi Kanada.
Kedua negara bolak-balik, meninggalkan bendera dan botol sesuka mereka sampai tahun ini, ketika mereka memutuskan, “Waktunya telah tiba untuk mengirim sinyal penting sekarang bahwa ada banyak perang dan kerusuhan di dunia.”
“Ini mengirimkan sinyal yang jelas bahwa adalah mungkin menyelesaikan sengketa perbatasan… dengan cara yang pragmatis dan damai, di mana semua pihak menjadi pemenang,” ungkap Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod.
Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly setuju dengan menekankan, "Ketika Anda melihat apa yang terjadi di dunia saat ini," merujuk secara khusus pada konflik di Ukraina, "kami benar-benar ingin memberikan lebih banyak momentum dan memperbarui energi kami untuk memastikan bahwa kami akan mencari solusi."
Menteri luar negeri kedua negara bertukar botol minuman keras masing-masing untuk terakhir kalinya pada Selasa, secara resmi menyimpulkan apa yang disebut Joly sebagai, "Perang paling ramah dari semua perang."
Lihat Juga: Demonstran Anti-NATO dan Pro-Palestina Mengamuk di Kanada, Bakar Mobil hingga Obrak-abrik Toko
Perjanjian yang mengikat pada Selasa (14/6/2022) mengakhiri perselisihan teritorial selama beberapa dekade yang dijuluki "perang wiski" oleh media.
Sesuai perjanjian, sekitar 60% dari pulau itu dikuasai Denmark dan 40% dikendalikan Kanada.
Pulau kecil setengah mil persegi yang tidak berpenghuni ini terletak di Selat Kennedy di Selat Nares, 1.100 km selatan Kutub Utara.
Selat ini terletak di antara pantai barat laut Greenland dan Pulau Ellesmere Kanada.
Ketika kedua negara sepakat pada 1973 untuk menarik perbatasan melalui selat, mereka menunda memutuskan siapa yang akan memiliki daratan tandus di tengah, yang mengarah ke serangkaian pertengkaran kecil yang kemudian dikenal sebagai "perang wiski" karena cara yang aneh di mana negara-negara menandai wilayah mereka.
Pada 1984, Menteri Urusan Greenland Denmark memulai tradisi dengan mengibarkan bendera Denmark di pulau itu dan mengubur sebotol schnapps Denmark di dasarnya, disertai dengan catatan bertuliskan “Selamat datang di pulau Denmark.”
Kanada menanggapi dengan cara yang sama, menanam benderanya sendiri di atas sebotol brendi Kanada.
Kedua negara bolak-balik, meninggalkan bendera dan botol sesuka mereka sampai tahun ini, ketika mereka memutuskan, “Waktunya telah tiba untuk mengirim sinyal penting sekarang bahwa ada banyak perang dan kerusuhan di dunia.”
“Ini mengirimkan sinyal yang jelas bahwa adalah mungkin menyelesaikan sengketa perbatasan… dengan cara yang pragmatis dan damai, di mana semua pihak menjadi pemenang,” ungkap Menteri Luar Negeri Denmark Jeppe Kofod.
Menteri Luar Negeri Kanada Melanie Joly setuju dengan menekankan, "Ketika Anda melihat apa yang terjadi di dunia saat ini," merujuk secara khusus pada konflik di Ukraina, "kami benar-benar ingin memberikan lebih banyak momentum dan memperbarui energi kami untuk memastikan bahwa kami akan mencari solusi."
Menteri luar negeri kedua negara bertukar botol minuman keras masing-masing untuk terakhir kalinya pada Selasa, secara resmi menyimpulkan apa yang disebut Joly sebagai, "Perang paling ramah dari semua perang."
Lihat Juga: Demonstran Anti-NATO dan Pro-Palestina Mengamuk di Kanada, Bakar Mobil hingga Obrak-abrik Toko
(sya)
tulis komentar anda