Komandan Ukraina: Kiev Berbohong pada Pasukannya yang Dikepung Rusia
Senin, 09 Mei 2022 - 22:01 WIB
KIEV - Ukraina mengatakan kepada pasukan yang dikepung pasukan Rusia di Mariupol bahwa bantuan sedang dalam perjalanan, sementara tidak melakukan upaya nyata untuk mengakhiri blokade kota.
Pengakuan itu diungkapkan komandan Brigade Infanteri Angkatan Laut ke-36 Ukraina Kolonel Vladimir Baranyuk mengatakan kepada RT.
Kolonel Vladimir Baranyuk dan unitnya ditugaskan menjaga pinggiran utara Mariupol, kota pelabuhan strategis di tenggara Ukraina, saat operasi militer Rusia di negara itu.
Dia bahkan dianugerahi penghargaan Pahlawan Ukraina untuk "keberanian dan tindakan efektifnya dalam memukul mundur serangan musuh."
Kiev menegaskan bahwa kolonel dan para pembela Mariupol lainnya tidak akan pernah menyerah.
Tetapi ketika pasukan Rusia terus mendapatkan wilayah, Baranyuk akhirnya menyerah secara damai setelah ditangkap saat upaya yang gagal untuk melarikan diri dari kota itu.
Dia ditangkap saat bersembunyi di ladang bersama dengan sejumlah anak buahnya, beberapa kilometer di utara Mariupol.
Komandan marinir itu sekarang mengatakan pemerintah Ukraina berbohong kepada dia dan pasukannya agar mereka tetap berperang melawan Rusia.
“Kiev mengatakan kepada kami untuk bertahan, (mengatakan) bahwa unit yang akan mengakhiri blokade akan datang, mereka akan segera berada di sini,” ujar Baranyuk kepada RT.
Janji itu dibuat meskipun penasihat Presiden Volodymyr Zelensky, Alexey Arestovich, secara terbuka mengakui dalam wawancara bahwa Kiev “tidak akan dapat menyelamatkan” pasukannya di Mariupol.
“Kami dijanjikan bantuan tertentu. Secara alami, bantuan ini tidak datang. Dan ini mendorong kami untuk keluar,” ujar sang kolonel, menjelaskan keputusannya untuk melarikan diri.
“Itu menyakitkan bagi pasukan ketika mereka menyadari bahwa mereka telah ditinggalkan untuk mati, tetapi semua orang, termasuk saya, memahaminya,” papar Baranyuk.
Mariupol telah menyaksikan pertempuran terberat selama konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Kota yang mengalami kehancuran besar itu sekarang hampir seluruhnya dikendalikan pasukan Rusia, dengan pabrik baja Azovstal tetap menjadi kantong terakhir perlawanan Ukraina.
Prajurit dan pejuang nasionalis Kiev dari Batalyon Azov yang terkenal kejam, yang bersembunyi di kompleks pabrik besar itu, telah diberi banyak kesempatan untuk meletakkan senjata mereka oleh Rusia, tetapi mereka menolak semuanya.
Moskow telah mengatakan mereka yang berada di dalam pabrik ingin menyerah, tetapi tidak dapat melakukannya karena keengganan Kiev memberikan perintah yang relevan.
Rusia menyerang negara tetangganya menyusul kegagalan Ukraina menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Perancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
Pengakuan itu diungkapkan komandan Brigade Infanteri Angkatan Laut ke-36 Ukraina Kolonel Vladimir Baranyuk mengatakan kepada RT.
Kolonel Vladimir Baranyuk dan unitnya ditugaskan menjaga pinggiran utara Mariupol, kota pelabuhan strategis di tenggara Ukraina, saat operasi militer Rusia di negara itu.
Dia bahkan dianugerahi penghargaan Pahlawan Ukraina untuk "keberanian dan tindakan efektifnya dalam memukul mundur serangan musuh."
Kiev menegaskan bahwa kolonel dan para pembela Mariupol lainnya tidak akan pernah menyerah.
Tetapi ketika pasukan Rusia terus mendapatkan wilayah, Baranyuk akhirnya menyerah secara damai setelah ditangkap saat upaya yang gagal untuk melarikan diri dari kota itu.
Dia ditangkap saat bersembunyi di ladang bersama dengan sejumlah anak buahnya, beberapa kilometer di utara Mariupol.
Komandan marinir itu sekarang mengatakan pemerintah Ukraina berbohong kepada dia dan pasukannya agar mereka tetap berperang melawan Rusia.
“Kiev mengatakan kepada kami untuk bertahan, (mengatakan) bahwa unit yang akan mengakhiri blokade akan datang, mereka akan segera berada di sini,” ujar Baranyuk kepada RT.
Janji itu dibuat meskipun penasihat Presiden Volodymyr Zelensky, Alexey Arestovich, secara terbuka mengakui dalam wawancara bahwa Kiev “tidak akan dapat menyelamatkan” pasukannya di Mariupol.
“Kami dijanjikan bantuan tertentu. Secara alami, bantuan ini tidak datang. Dan ini mendorong kami untuk keluar,” ujar sang kolonel, menjelaskan keputusannya untuk melarikan diri.
“Itu menyakitkan bagi pasukan ketika mereka menyadari bahwa mereka telah ditinggalkan untuk mati, tetapi semua orang, termasuk saya, memahaminya,” papar Baranyuk.
Mariupol telah menyaksikan pertempuran terberat selama konflik yang sedang berlangsung antara Rusia dan Ukraina.
Kota yang mengalami kehancuran besar itu sekarang hampir seluruhnya dikendalikan pasukan Rusia, dengan pabrik baja Azovstal tetap menjadi kantong terakhir perlawanan Ukraina.
Prajurit dan pejuang nasionalis Kiev dari Batalyon Azov yang terkenal kejam, yang bersembunyi di kompleks pabrik besar itu, telah diberi banyak kesempatan untuk meletakkan senjata mereka oleh Rusia, tetapi mereka menolak semuanya.
Moskow telah mengatakan mereka yang berada di dalam pabrik ingin menyerah, tetapi tidak dapat melakukannya karena keengganan Kiev memberikan perintah yang relevan.
Rusia menyerang negara tetangganya menyusul kegagalan Ukraina menerapkan persyaratan perjanjian Minsk, yang ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass, Donetsk dan Lugansk.
Protokol Minsk yang ditengahi Jerman dan Perancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.
Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan NATO.
Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)
tulis komentar anda