Klaim Biden Soal Genosida di Ukraina Bikin Pening Intelijen AS

Minggu, 17 April 2022 - 06:01 WIB
Tentara berjalan melintasi tank dan kendaraan lapis baja Rusia yang hancur di Bucha, Kiev, Ukraina, 2 April 2022. Foto/REUTERS
WASHINGTON - Tuduhan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden yang dibuat awal pekan ini bahwa Moskow melakukan "genosida" di Ukraina menimbulkan kekhawatiran para pejabat Gedung Putih dan belum dikonfirmasi badan-badan intelijen AS.

Kekhawatiran itu dilaporkan NBC News pada Jumat (17/4/2022), mengutip pejabat senior pemerintah.

“Klaim genosida sejauh ini belum dikuatkan oleh informasi yang dikumpulkan badan-badan intelijen AS," papar laporan itu, dilansir RT.com.





Outlet berita itu mengutip dua pejabat Departemen Luar Negeri (Deplu) AS yang mengatakan pernyataan Biden “membuat badan tersebut lebih sulit melakukan tugasnya secara kredibel,” karena terserah departemen untuk secara resmi menentukan genosida dan kejahatan perang lainnya.



"Genosida termasuk tujuan menghancurkan kelompok etnis atau bangsa dan, sejauh ini, bukan itu yang kita lihat," papar seorang pejabat intelijen AS.



Pada saat yang sama, NBC menambahkan, komunitas intelijen khawatir bahwa tindakan Rusia “bisa menjadi genosida” di masa depan.

Pada Selasa, selama pidato kebijakan domestik di Iowa, Biden menuduh Moskow “berusaha menghapus gagasan bahkan menjadi orang Ukraina.”

Pernyataan itu muncul setelah Kiev mengklaim pasukan Rusia membunuh warga sipil di Bucha dan kota-kota lain di dekat ibu kota Ukraina.

Kuburan massal dan mayat dengan tanda-tanda eksekusi ditemukan di daerah tempat pasukan Rusia mundur pada akhir Maret.

Moskow menyangkal pasukannya bertanggung jawab atas kematian warga sipil di Bucha, atau di tempat lain di Ukraina, dan menuduh Kiev melakukan kampanye kotor.

Sebelum melancarkan serangannya, Rusia menuduh Ukraina melakukan “genosida” terhadap rakyat Donbass. Klaim ini ditolak Ukraina, serta oleh AS dan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres.

Rusia menyerang tetangganya pada akhir Februari, menyusul kegagalan Ukraina menerapkan ketentuan Perjanjian Minsk, yang pertama kali ditandatangani pada 2014, dan pengakuan akhirnya Moskow atas republik Donbass di Donetsk dan Lugansk.

Protokol yang diperantarai Jerman dan Prancis dirancang untuk memberikan status khusus kepada daerah-daerah yang memisahkan diri di dalam negara Ukraina.

Kremlin sejak itu menuntut agar Ukraina secara resmi menyatakan dirinya sebagai negara netral yang tidak akan pernah bergabung dengan blok militer NATO yang dipimpin AS.

Kiev menegaskan serangan Rusia benar-benar tidak beralasan dan membantah klaim pihaknya berencana merebut kembali kedua republik dengan paksa.
(sya)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More