Ketika Pemimpin Gereja Ortodoks Rusia Dukung Invasi Putin ke Ukraina sebagai Perang Suci
Rabu, 30 Maret 2022 - 03:52 WIB
“Jadi menurutnya, perang bukan tentang tujuan atau pengaruh politik, tetapi tentang spiritual, atau, seperti yang dia katakan, tujuan 'metafisik'. Dengan demikian, dia memberikan sudut pandang resmi Rusia sebuah landasan teologis.”
Putin dan Patriarch Kirill menikmati hubungan dekat, di mana Kirill menggambarkan kemenangan Putin dalam pemilu 2012 sebagai “keajaiban Tuhan”.
Ketika Putin melihat Ukraina sebagai bagian dari “dunia Rusia”, Kirill mengeklaim kekuasaan atas gereja-gereja di Ukraina dan Belarusia.
Namun terlepas dari asal-usul mereka yang sama di Kievan Rus abad ke-10, ketika misionaris Bizantium mengubah Pangeran Vladimir yang pagan, Gereja Ortodoks Ukraina memisahkan diri dari Patriarkat Moskow pada 2018.
Kecewa, Moskow kemudian memutuskan hubungannya dengan Gereja Ortodoks Timur yang berbasis di Istanbul, yang mendukung kemerdekaan para pendeta Ukraina.
“Hari ini, perpecahan nyata tampaknya terjadi antara Gereja Ortodoks Rusia dan cabang [yang tersisa] di Ukraina, Gereja Ortodoks Ukraina,” kata Bremer.
“Setelah perang, Gereja Ortodoks Rusia mungkin akan kehilangan sebagian besar umatnya di Ukraina, karena mereka merasa dikhianati oleh Patriarch,” imbuh dia.
Saat perang berlanjut, semakin banyak tokoh Gereja Ortodoks Rusia menjadi frustrasi dengan Patriarch Kirill, menandakan perpecahan yang semakin dalam.
Hampir 300 imam dan diakon, termasuk veteran militer, baru-baru ini menandatangani surat terbuka berjudul "Imam Rusia untuk Perdamaian".
“Kami menghormati kebebasan manusia yang diberikan Tuhan, dan kami percaya bahwa rakyat Ukraina harus membuat pilihan mereka sendiri, bukan di bawah todongan senjata, tanpa tekanan dari Barat atau Timur,” bunyi surat itu.
Putin dan Patriarch Kirill menikmati hubungan dekat, di mana Kirill menggambarkan kemenangan Putin dalam pemilu 2012 sebagai “keajaiban Tuhan”.
Ketika Putin melihat Ukraina sebagai bagian dari “dunia Rusia”, Kirill mengeklaim kekuasaan atas gereja-gereja di Ukraina dan Belarusia.
Namun terlepas dari asal-usul mereka yang sama di Kievan Rus abad ke-10, ketika misionaris Bizantium mengubah Pangeran Vladimir yang pagan, Gereja Ortodoks Ukraina memisahkan diri dari Patriarkat Moskow pada 2018.
Kecewa, Moskow kemudian memutuskan hubungannya dengan Gereja Ortodoks Timur yang berbasis di Istanbul, yang mendukung kemerdekaan para pendeta Ukraina.
“Hari ini, perpecahan nyata tampaknya terjadi antara Gereja Ortodoks Rusia dan cabang [yang tersisa] di Ukraina, Gereja Ortodoks Ukraina,” kata Bremer.
“Setelah perang, Gereja Ortodoks Rusia mungkin akan kehilangan sebagian besar umatnya di Ukraina, karena mereka merasa dikhianati oleh Patriarch,” imbuh dia.
Saat perang berlanjut, semakin banyak tokoh Gereja Ortodoks Rusia menjadi frustrasi dengan Patriarch Kirill, menandakan perpecahan yang semakin dalam.
Hampir 300 imam dan diakon, termasuk veteran militer, baru-baru ini menandatangani surat terbuka berjudul "Imam Rusia untuk Perdamaian".
“Kami menghormati kebebasan manusia yang diberikan Tuhan, dan kami percaya bahwa rakyat Ukraina harus membuat pilihan mereka sendiri, bukan di bawah todongan senjata, tanpa tekanan dari Barat atau Timur,” bunyi surat itu.
tulis komentar anda