Majikan Malaysia Aniaya PRT Indonesia 9 Tahun Divonis Bebas, Dubes Hermono Kecewa
Sabtu, 19 Februari 2022 - 17:38 WIB
KUALA LUMPUR - Seorang majikan di Malaysia yang menganiaya pembantu rumah tangga (PRT) asal Indonesia divonis bebas oleh Pengadilan Kota Bahru, Kelantan. Duta Besar (Dubes) Republik Indonesia di Kuala Lumpur, Hermono, kecewa dengan putusan tersebut.
Majikan berinisial DB dinyatakan bebas dari tuntutan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kekerasan fisik.
Korban berinisal DN, asal Desa Bakuin, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengalami kerja paksa oleh DB tanpa digaji selama sembilan tahun lebih. Selain itu, korban juga mengalami kekerasan fisik hingga pendengarannya terganggu.
Tak hanya bekerja di rumah majikan, DN juga dipekerjakan di bengkel mobil milik majikan.
DN melarikan diri dari rumah majikan pada akhir Oktober 2020 setelah tidak tahan mengalami kerja paksa lebih dari 15 jam sehari tanpa hari libur dan kekerasan fisik.
Berdasarkan laporan DN, sang majikan ditangkap oleh aparat Dinas Tenaga Kerja Kelantan dan polisi pada November 2020. DB kemudian dibawa ke pengadilan dengan tuduhan melakukan TPPO disertai kerja paksa dan penganiayaan.
Namun, informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kelantan pada 17 Januari 2022, Pengadilan Kota Bahru telah memutus bebas majikan tersebut dari semua tuduhan.
“Keputusan itu, tentu sangat mengecewakan dan tidak memberi keadilan kepada korban kerja paksa dan kekerasan fisik selama bertahun-tahun," kesal Dubes Hermono dalam keterangan tertulisnya pada hari Jumat.
Menurutnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur telah meminta jaksa untuk mengajukan banding atas vonis tersebut.
"Melalui pengacaranya, majikan pernah mengusulkan penyelesaian di luar persidangan dengan membayarkan gaji yang tidak dibayar. Namun tawaran tersebut ditolak DN dan KBRI Kuala Lumpur karena jauh di bawah tuntutan gaji yang seharusnya dibayarkan majikan," kata Hermono.
Sejalan dengan proses pengadilan pidana di tingkat banding, KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk pengacara untuk menuntut DB di peradilan perdata.
“Kami tidak hanya menuntut gaji yang tidak dibayar, tetapi juga bunga dan kompensasi. Ini penting untuk memberikan efek jera kepada majikan,” katanya.
Hermono menambahkan, Malaysia sedang menjadi sorotan internasional karena dituduh melakukan praktik kerja paksa.
Beberapa perusahaan Malaysia bahkan dikenai sanksi ekspor ke Amerika Serikat akibat tuduhan tersebut.
Secara terpisah, Dubes Hermono mengatakan kepada Free Malaysia Today bahwa banyak warga negara Indonesia (WNI) yang datang ke Malaysia untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga diperlakukan seperti budak zaman modern.
Menurutnya, PRT Indonesia yang dipekerjakan di posisi yang sama di negara lain seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan tidak mengalami penganiayaan sebanyak di Malaysia.
Majikan berinisial DB dinyatakan bebas dari tuntutan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) dan kekerasan fisik.
Korban berinisal DN, asal Desa Bakuin, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur, mengalami kerja paksa oleh DB tanpa digaji selama sembilan tahun lebih. Selain itu, korban juga mengalami kekerasan fisik hingga pendengarannya terganggu.
Tak hanya bekerja di rumah majikan, DN juga dipekerjakan di bengkel mobil milik majikan.
DN melarikan diri dari rumah majikan pada akhir Oktober 2020 setelah tidak tahan mengalami kerja paksa lebih dari 15 jam sehari tanpa hari libur dan kekerasan fisik.
Berdasarkan laporan DN, sang majikan ditangkap oleh aparat Dinas Tenaga Kerja Kelantan dan polisi pada November 2020. DB kemudian dibawa ke pengadilan dengan tuduhan melakukan TPPO disertai kerja paksa dan penganiayaan.
Namun, informasi dari Dinas Tenaga Kerja Kelantan pada 17 Januari 2022, Pengadilan Kota Bahru telah memutus bebas majikan tersebut dari semua tuduhan.
“Keputusan itu, tentu sangat mengecewakan dan tidak memberi keadilan kepada korban kerja paksa dan kekerasan fisik selama bertahun-tahun," kesal Dubes Hermono dalam keterangan tertulisnya pada hari Jumat.
Menurutnya, Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Kuala Lumpur telah meminta jaksa untuk mengajukan banding atas vonis tersebut.
"Melalui pengacaranya, majikan pernah mengusulkan penyelesaian di luar persidangan dengan membayarkan gaji yang tidak dibayar. Namun tawaran tersebut ditolak DN dan KBRI Kuala Lumpur karena jauh di bawah tuntutan gaji yang seharusnya dibayarkan majikan," kata Hermono.
Sejalan dengan proses pengadilan pidana di tingkat banding, KBRI Kuala Lumpur telah menunjuk pengacara untuk menuntut DB di peradilan perdata.
“Kami tidak hanya menuntut gaji yang tidak dibayar, tetapi juga bunga dan kompensasi. Ini penting untuk memberikan efek jera kepada majikan,” katanya.
Hermono menambahkan, Malaysia sedang menjadi sorotan internasional karena dituduh melakukan praktik kerja paksa.
Beberapa perusahaan Malaysia bahkan dikenai sanksi ekspor ke Amerika Serikat akibat tuduhan tersebut.
Secara terpisah, Dubes Hermono mengatakan kepada Free Malaysia Today bahwa banyak warga negara Indonesia (WNI) yang datang ke Malaysia untuk bekerja sebagai pembantu rumah tangga diperlakukan seperti budak zaman modern.
Menurutnya, PRT Indonesia yang dipekerjakan di posisi yang sama di negara lain seperti Singapura, Hong Kong dan Taiwan tidak mengalami penganiayaan sebanyak di Malaysia.
(min)
tulis komentar anda