Pakar: Senjata Nuklir Dikendalikan Bisa Picu Perang Dunia III Mengerikan

Kamis, 03 Februari 2022 - 12:45 WIB
Pakar militer AS Adam Lowther dan Curtis McGuffin mengeklaim dalam artikel 2019 bahwa AS harus mempertimbangkan “sistem respons strategis otomatis berdasarkan kecerdasan buatan”.

Pada Mei 2018, Presiden Rusia Vladimir Putin meluncurkan drone nuklir bawah air Rusia, yang diperingatkan para ahli dapat memicu tsunami 300 kaki.

Drone nuklir Poseidon, yang akan selesai pada tahun 2027, dirancang untuk menghancurkan pangkalan Angkatan Laut musuh dengan dua megaton tenaga nuklir.

Digambarkan oleh dokumen Angkatan Laut AS sebagai “Intercontinental Nuclear-Powered Nuclear-Armed Autonomous Torpedo" atau kendaraan bawah laut otonom oleh Congressional Research Service itu dimaksudkan untuk digunakan sebagai senjata serangan kedua jika terjadi konflik nuklir.

Pertanyaan besar yang belum terjawab tentang Poseidon adalah; apa yang bisa dilakukan secara mandiri.

Kellenborn memperingatkan itu berpotensi diberikan izin untuk menyerang secara mandiri dalam kondisi tertentu.

"Misalnya, bagaimana jika, dalam skenario krisis di mana kepemimpinan Rusia takut akan kemungkinan serangan nuklir, torpedo Poseidon diluncurkan dalam mode berkeliaran? Bisa jadi jika Poseidon kehilangan komunikasi dengan kapal selam inangnya, ia akan melancarkan serangan," katanya.

Mengumumkan peluncuran pada saat itu, Putin mengeklaim bahwa senjata itu akan hampir tidak memiliki kerentanan dan tidak ada di dunia yang mampu menahannya.

Para ahli memperingatkan ancaman terbesarnya akan memicu tsunami mematikan, yang menurut fisikawan Rex Richardson kepada Business Insider bisa sama dengan tsunami Fukushima 2011.

AS juga telah meluncurkan pesawat pengebom yang dikendalikan dari jarak jauh senilai USD550 juta yang dapat menembakkan nuklir dan bersembunyi dari rudal musuh.

Pada tahun 2020, pesawat siluman B-21 Angkatan Udara AS diresmikan, pesawat pengebom AS pertama yang baru dalam lebih dari 30 tahun.

Tidak hanya dapat dikemudikan dari jarak jauh, B-21 juga dapat terbang sendiri menggunakan kecerdasan buatan untuk memilih target dan menghindari deteksi tanpa keluaran manusia.

Meskipun militer bersikeras bahwa operator manusia akan selalu membuat keputusan terakhir apakah akan mencapai target atau tidak, informasi tentang pesawat itu lambat untuk keluar.

Sedangkan China pada tahun lalu mengeklaim bahwa pilot pesawat tempur AI-nya lebih baik daripada pilot manusia dan menembak jatuh rekan-rekan non-AI mereka dalam simulasi pertempuran udara.

Surat kabar resmi militer China, PLA Daily, mengutip seorang pilot yang mengeklaim teknologi itu mempelajari gerakan musuhnya dan dapat mengalahkan mereka hanya sehari kemudian.

Komandan brigade China, Du Jianfeng, mengeklaim pilot AI juga membantu membuat peserta manusia menjadi pilot yang lebih baik dengan memperkuat teknik terbang mereka.

Tahun lalu, China mengeklaim rudal hipersonik yang dikendalikan AI dapat mencapai target dengan akurasi 10 kali lebih banyak daripada rudal yang dikendalikan manusia.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More