Badan PBB Desak Israel Bebaskan Remaja Palestina yang Sakit Parah
Sabtu, 22 Januari 2022 - 12:20 WIB
TEL AVIV - Israel telah memperpanjang penahanan seorang remaja Palestina dengan gangguan neuromuskular langka yang telah ditahan tanpa dakwaan selama satu tahun.
Amal Nakhleh, yang ditahan pada Januari 2021 dan berusia 18 tahun, adalah salah satu dari segelintir anak di bawah umur yang ditahan dalam penahanan administratif. Dia memiliki tumor yang diangkat dari paru-parunya pada tahun 2020 dan menderita myasthenia gravis, gangguan saraf yang menyebabkan kelelahan otot yang parah.
Ayah Amal Nakhleh, Muamar, membenarkan bahwa penahanannya telah diperpanjang hingga pertengahan Mei. Dia mengatakan, Israel belum menuntut putranya atau memberikan pembenaran apa pun untuk menahannya. “Kami sangat khawatir dengan kesehatannya,” kata Muamar pada AFP, seperti dikutip dari Al Arabiya, Selasa (18/1/2022).
Menurut Muamar, putranya membutuhkan kunjungan rumah sakit secara teratur untuk pengujian dan membutuhkan lingkungan yang tenang. Pada persidangan baru-baru ini, dia mengatakan Amal tampak tidak dapat menggerakkan otot-otot di wajahnya, suatu gejala penyakit.
Desakan untuk membebaskan Amal datang dari badan-badan PBB. UNICEF, UNRWA, dan OHCHR telah meminta pihak berwenang Israel untuk segera dan membebaskan tanpa syarat Amal. "Pemerintah Israel telah memperpanjang penahanan Amal Nakhleh hingga 18 Mei 2022, tanpa tuduhan atau pengadilan,” kata badan-badan PBB itu dalam pernyataan bersama.
"Baik Amal maupun pengacara atau keluarganya tidak diberi tahu alasan penangkapan dan penahanannya. Amal menderita penyakit autoimun parah yang memerlukan perawatan dan pemantauan medis berkelanjutan,” lanjut penyataan tersebut.
"Kami menyerukan pembebasan Amal segera dan tanpa syarat dari penahanan, sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional," tambahnya.
Delegasi Uni Eropa ke wilayah Palestina menyerukan hal serupa. “Di bawah hukum internasional, anak-anak dan hak-hak mereka harus dilindungi, dan penggunaan penahanan administratif tanpa tuntutan formal harus dihentikan,” tulisnya di Twitter.
Sementara militer Israel mengatakan, remaja itu ditahan karena "terlibat dengan senjata dan aktivitas teroris" tanpa memberikan rincian, dan perpanjangan penahanannya sebelumnya telah disetujui oleh pengadilan militer.
Penggunaan penahanan administratif telah memicu demonstrasi di Tepi Barat yang diduduki dalam beberapa bulan terakhir karena beberapa tahanan dewasa melakukan mogok makan untuk memprotes ditahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa tuduhan. Beberapa telah mendapatkan pembebasan mereka setelah berbulan-bulan berpuasa yang membuat mereka dirawat di rumah sakit dan berisiko mengalami kerusakan saraf permanen.
Israel menahan sekitar 5.000 warga Palestina, termasuk sekitar 500 tahanan dalam penahanan administratif, sebuah prosedur Israel yang memungkinkan pihak berwenang Israel untuk menahan seseorang tanpa tuduhan untuk jangka waktu 6 bulan, dapat diperpanjang.
Amal Nakhleh, yang ditahan pada Januari 2021 dan berusia 18 tahun, adalah salah satu dari segelintir anak di bawah umur yang ditahan dalam penahanan administratif. Dia memiliki tumor yang diangkat dari paru-parunya pada tahun 2020 dan menderita myasthenia gravis, gangguan saraf yang menyebabkan kelelahan otot yang parah.
Ayah Amal Nakhleh, Muamar, membenarkan bahwa penahanannya telah diperpanjang hingga pertengahan Mei. Dia mengatakan, Israel belum menuntut putranya atau memberikan pembenaran apa pun untuk menahannya. “Kami sangat khawatir dengan kesehatannya,” kata Muamar pada AFP, seperti dikutip dari Al Arabiya, Selasa (18/1/2022).
Menurut Muamar, putranya membutuhkan kunjungan rumah sakit secara teratur untuk pengujian dan membutuhkan lingkungan yang tenang. Pada persidangan baru-baru ini, dia mengatakan Amal tampak tidak dapat menggerakkan otot-otot di wajahnya, suatu gejala penyakit.
Desakan untuk membebaskan Amal datang dari badan-badan PBB. UNICEF, UNRWA, dan OHCHR telah meminta pihak berwenang Israel untuk segera dan membebaskan tanpa syarat Amal. "Pemerintah Israel telah memperpanjang penahanan Amal Nakhleh hingga 18 Mei 2022, tanpa tuduhan atau pengadilan,” kata badan-badan PBB itu dalam pernyataan bersama.
"Baik Amal maupun pengacara atau keluarganya tidak diberi tahu alasan penangkapan dan penahanannya. Amal menderita penyakit autoimun parah yang memerlukan perawatan dan pemantauan medis berkelanjutan,” lanjut penyataan tersebut.
"Kami menyerukan pembebasan Amal segera dan tanpa syarat dari penahanan, sejalan dengan hukum hak asasi manusia internasional," tambahnya.
Delegasi Uni Eropa ke wilayah Palestina menyerukan hal serupa. “Di bawah hukum internasional, anak-anak dan hak-hak mereka harus dilindungi, dan penggunaan penahanan administratif tanpa tuntutan formal harus dihentikan,” tulisnya di Twitter.
Sementara militer Israel mengatakan, remaja itu ditahan karena "terlibat dengan senjata dan aktivitas teroris" tanpa memberikan rincian, dan perpanjangan penahanannya sebelumnya telah disetujui oleh pengadilan militer.
Penggunaan penahanan administratif telah memicu demonstrasi di Tepi Barat yang diduduki dalam beberapa bulan terakhir karena beberapa tahanan dewasa melakukan mogok makan untuk memprotes ditahan selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun tanpa tuduhan. Beberapa telah mendapatkan pembebasan mereka setelah berbulan-bulan berpuasa yang membuat mereka dirawat di rumah sakit dan berisiko mengalami kerusakan saraf permanen.
Israel menahan sekitar 5.000 warga Palestina, termasuk sekitar 500 tahanan dalam penahanan administratif, sebuah prosedur Israel yang memungkinkan pihak berwenang Israel untuk menahan seseorang tanpa tuduhan untuk jangka waktu 6 bulan, dapat diperpanjang.
(esn)
tulis komentar anda