Polisi Israel Hancurkan Rumah Warga Palestina di Yerusalem Timur
loading...
A
A
A
YERUSALEM - Polisi Israel secara paksa mengusir satu keluarga Palestina dari rumah mereka di lingkungan Yerusalem Timur pada Rabu (19/1/2022). Insiden ini mendapat kecaman dari dunia internasional.
Pada awal pekan ini, warga Palestina bernama Mahmoud Salhiyeh naik ke atap rumahnya di Sheikh Jarrah. Ia mengancam akan meledakkannya dengan tabung gas jika dia dan keluarganya - yang katanya telah tinggal di sana selama beberapa dekade - dipaksa keluar. Salhiyeh mengatakan dia telah berjuang di pengadilan atas rencana itu selama 25 tahun.
Polisi yang telah dikerahkan ke daerah itu kemudian mundur, meninggalkan Salhiyeh, anggota keluarganya, dan aktivis yang berjaga di dalam dan di atas gedung. Tetapi petugas bersenjata kembali sebelum fajar pada hari Rabu dan menyingkirkan semua orang dari lokasi.
Sebuah alat berat langsung menghancurkan properti itu, meninggalkan gundukan beton dan logam bengkok yang berserakan dengan furnitur, foto keluarga, ornamen, dan mainan anak-anak.
Saksi mata mengatakan sekitar 25 orang ditahan di properti itu dan seorang jurnalis Reuters melihat polisi membawa tabung gas sebelum fajar. Polisi mengatakan, beberapa orang ditangkap "karena dicurigai melanggar perintah pengadilan, benteng pertahanan dengan kekerasan dan mengganggu ketertiban umum."
Seorang kerabat Salhiyeh mengatakan, ia tidak dapat menghubungi Salhiyeh atau siapa pun yang tinggal di rumah itu. "Ponsel mereka mati semua, kami tidak dapat menghubungi mereka," katanya kepada Reuters.
Dia mengatakan, keluarga yang digusur tidak membuat rencana untuk pindah. "Mereka tidak punya rencana untuk pergi ke mana pun, mereka tidak berpikir itu pilihan," katanya.
Sebuah pernyataan bersama oleh polisi dan pemerintah kota Yerusalem mengatakan keluarga itu telah diberi "kesempatan yang tak terhitung jumlahnya" untuk menyerahkan tanah itu sejak perintah evakuasi diberikan pada 2017.
Pada awal pekan ini, warga Palestina bernama Mahmoud Salhiyeh naik ke atap rumahnya di Sheikh Jarrah. Ia mengancam akan meledakkannya dengan tabung gas jika dia dan keluarganya - yang katanya telah tinggal di sana selama beberapa dekade - dipaksa keluar. Salhiyeh mengatakan dia telah berjuang di pengadilan atas rencana itu selama 25 tahun.
Polisi yang telah dikerahkan ke daerah itu kemudian mundur, meninggalkan Salhiyeh, anggota keluarganya, dan aktivis yang berjaga di dalam dan di atas gedung. Tetapi petugas bersenjata kembali sebelum fajar pada hari Rabu dan menyingkirkan semua orang dari lokasi.
Sebuah alat berat langsung menghancurkan properti itu, meninggalkan gundukan beton dan logam bengkok yang berserakan dengan furnitur, foto keluarga, ornamen, dan mainan anak-anak.
Saksi mata mengatakan sekitar 25 orang ditahan di properti itu dan seorang jurnalis Reuters melihat polisi membawa tabung gas sebelum fajar. Polisi mengatakan, beberapa orang ditangkap "karena dicurigai melanggar perintah pengadilan, benteng pertahanan dengan kekerasan dan mengganggu ketertiban umum."
Seorang kerabat Salhiyeh mengatakan, ia tidak dapat menghubungi Salhiyeh atau siapa pun yang tinggal di rumah itu. "Ponsel mereka mati semua, kami tidak dapat menghubungi mereka," katanya kepada Reuters.
Dia mengatakan, keluarga yang digusur tidak membuat rencana untuk pindah. "Mereka tidak punya rencana untuk pergi ke mana pun, mereka tidak berpikir itu pilihan," katanya.
Sebuah pernyataan bersama oleh polisi dan pemerintah kota Yerusalem mengatakan keluarga itu telah diberi "kesempatan yang tak terhitung jumlahnya" untuk menyerahkan tanah itu sejak perintah evakuasi diberikan pada 2017.