Segini Penghasilan dan Kekayaan Arab Saudi dari Minyak
Selasa, 04 Januari 2022 - 12:52 WIB
RIYADH - Arab Saudi merupakan negara kaya yang memiliki penghasilan utama dari minyak. Melansir Forbes, sekitar 16% cadangan minyak dunia ada di Saudi.
Bagi Saudi, lini perminyakan menyumbang 87% dari anggaran pendapatan, 42% untuk produk domestik bruto (PDB), dan 90% dari eskpor.
Sektor perminyakan banyak diisi para pekerja asing. Jika ditotal, ada 6 juta pekerja asing yang berkontribusi di sektor ini.
Meskipun demikian, Arab Saudi, terutama di wilayah Riyadh, masih berjuang mengatasi pengangguran bagi rakyatnya sendiri.
Forbes menempatkan negara ini di posisi ke-51 dalam daftar negara terbaik dalam sektor bisnis pada 2018.
Lantas, berapa pendapatan yang diperoleh dari minyak? Mengutip informasi yang ada pada laman New York Times (31 Oktober 2021), perusahaan minyak terbesar di Saudi bernama Aramco mengklaim jumlah keuntungan yang digapai di kuartal ketiga 2021 jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu.
Dengan nominal angka mencapai USD30,4 miliar (Rp435 triliun) dalam periode Juli-September 2021. Dalam periode yang sama pada 2020, pendapatan yang diterima hanya USD11,8 miliar.
Jatuhnya pendapatan kala itu terjadi akibat anjloknya permintaan dan harga minyak.
Kenaikan harga minyak yang drastis pada 2021 terjadi akibat harga dan minyak naik secara cepat.
Meskipun tidak ada data rinci terkait harganya, namun Aramco menyampaikan harga minyak per barel sekira USD70 pada tahun ini.
Pada tahun 2020 silam, harganya adalah USD43,60 per barelnya.
Jauh sebelum menjadikan minyak sebagai komoditas utama, Saudi menjadi ladang bagi beberapa tambang tertua di dunia.
Salah satunya adalah tambang Al Amar yang berlokasi sekitar 160 km barat Riyadh. Tambang tua ini ditemukan pada tahun 800 Masehi.
Al Amar kemudian dieksploitasi kerajaan Umayyah dan Abbasiyah. Hasilnya, diperoleh emas yang sangat melimpah. Hingga kini, tambang Al Amar masih beroperasi.
Lihat Juga: Keluarga Kerajaan Termiskin di Eropa dengan Kekayaan 215 Kali Lebih Sedikit dari Raja Charles III
Bagi Saudi, lini perminyakan menyumbang 87% dari anggaran pendapatan, 42% untuk produk domestik bruto (PDB), dan 90% dari eskpor.
Sektor perminyakan banyak diisi para pekerja asing. Jika ditotal, ada 6 juta pekerja asing yang berkontribusi di sektor ini.
Meskipun demikian, Arab Saudi, terutama di wilayah Riyadh, masih berjuang mengatasi pengangguran bagi rakyatnya sendiri.
Forbes menempatkan negara ini di posisi ke-51 dalam daftar negara terbaik dalam sektor bisnis pada 2018.
Lantas, berapa pendapatan yang diperoleh dari minyak? Mengutip informasi yang ada pada laman New York Times (31 Oktober 2021), perusahaan minyak terbesar di Saudi bernama Aramco mengklaim jumlah keuntungan yang digapai di kuartal ketiga 2021 jauh lebih besar dibandingkan tahun lalu.
Dengan nominal angka mencapai USD30,4 miliar (Rp435 triliun) dalam periode Juli-September 2021. Dalam periode yang sama pada 2020, pendapatan yang diterima hanya USD11,8 miliar.
Jatuhnya pendapatan kala itu terjadi akibat anjloknya permintaan dan harga minyak.
Kenaikan harga minyak yang drastis pada 2021 terjadi akibat harga dan minyak naik secara cepat.
Meskipun tidak ada data rinci terkait harganya, namun Aramco menyampaikan harga minyak per barel sekira USD70 pada tahun ini.
Pada tahun 2020 silam, harganya adalah USD43,60 per barelnya.
Jauh sebelum menjadikan minyak sebagai komoditas utama, Saudi menjadi ladang bagi beberapa tambang tertua di dunia.
Salah satunya adalah tambang Al Amar yang berlokasi sekitar 160 km barat Riyadh. Tambang tua ini ditemukan pada tahun 800 Masehi.
Al Amar kemudian dieksploitasi kerajaan Umayyah dan Abbasiyah. Hasilnya, diperoleh emas yang sangat melimpah. Hingga kini, tambang Al Amar masih beroperasi.
Lihat Juga: Keluarga Kerajaan Termiskin di Eropa dengan Kekayaan 215 Kali Lebih Sedikit dari Raja Charles III
(sya)
tulis komentar anda