Cabut Lockdown, Warga Selandia Baru Bisa Hidup Normal Pekan Depan
Kamis, 04 Juni 2020 - 14:08 WIB
WELLINGTON - Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern akan mencabut semua aturan jaga jarak dan masyarakat bisa hidup normal, bukan new normal. Dia juga belum berencana mencabut penutupan perbatasan.
Keputusan akan dipastikan pada Senin depan setelah pemerintah memberlakukan lockdown selama dua bulan. Jika tidak ada kasus Covid-19 lagi, maka kehidupan normal bagi warga Selandia Baru akan terwujud. “Jika tidak ada kasus baru, kita dalam posisi baik untuk bergerak menuju normal,” kata Ardern, dilansir Reuters.
Dengan kehidupan normal, menurut Ardern, maka tidak perlu lagi ada jaga jarak dan pembatasan orang di dalam bar, klub, gereja, dan stadion. Namun demikian, tidak ada rencana membuka perbatasan Selandai Baru. (Baca: Rusia: AS Tidak Lagi Bisa Ceramahi Negara Lain Soal HAM)
Selandia Baru tidak lagi memiliki kasus virus korona selama 12 hari terakhir. Mereka hanya memiliki satu kasus yang masih aktif. Jumlah total kasus korona di negara itu hanya 1.504 kasus dengan 22 kematian.
“Strategi kita telah berjalan keras, semuanya telah terbayarkan. Dalam beberapa kasus, memang di luar ekspektasi,” kata Ardern. Sebelumnya, Selandia Baru akan merencanakan kehidupan normal pada 22 Juni, tetapi dimajukan pada Senin depan. “Kita akan menjadi negara pertama di dunia yang kembali normal dengan cepat,” katanya. (Baca:
Ardern memang langsung menutup perbatasan Selandia Baru bagi wisatawan asing sejak 19 Maret dan mengumumkan isolasi wilayah selama empat pekan pada 23 Maret. Dia meminta warga tetap bertahan di rumah kecuali pekerja medis dan keamanan. Pengujian Covid-19 juga dilaksanakan secara massal. Selandia hanya mencatat 1.300 kasus dan sembilan kematian. “Menghadapi ancaman terbesar bagi kesehatan manusia, kita melihat negara Kiwi benar-benar tenang dan mengimplementasi tembok perbatasan negara,” katanya.
Ardern pun disebut sebagai pemimpin perempuan paling sukses dalam menangani pandemi korona. Apakah pemimpin perempuan lebih dibutuhkan? Hanya saja terlalu dini untuk mengatakan pemimpin perempuan bisa mengatasi masalah virus korona. Dalam catatan Inter-Parliamentary Union dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan 10 dari 152 pemimpin negara adalah perempuan. Parlemen di dunia dikuasai 75% lelaki, 73% lelaki menguasai keputusan manajerial, dan 76% lelaki bekerja di industri media utama. (Baca juga: Pria Kulit Hitam Tewas Saat Ditahan Polisi, Aksi Protes Pecah di Paris)
“Kita menciptakan dunia di mana perempuan hanya menguasai 25% atau seperempat pada ruangan baik fisik dan cerita di media. Seperempat saja tidak cukup,” kata Direktur Eksekutif Perempuan PBB Phumzile Mlambo-Ngcuka. Sejak dulu, dunia membutuhkan lebih banyak perempuan kuat dan kesetaraan perempuan di semua tingkatan politik. (Andika H Mustaqim)
Keputusan akan dipastikan pada Senin depan setelah pemerintah memberlakukan lockdown selama dua bulan. Jika tidak ada kasus Covid-19 lagi, maka kehidupan normal bagi warga Selandia Baru akan terwujud. “Jika tidak ada kasus baru, kita dalam posisi baik untuk bergerak menuju normal,” kata Ardern, dilansir Reuters.
Dengan kehidupan normal, menurut Ardern, maka tidak perlu lagi ada jaga jarak dan pembatasan orang di dalam bar, klub, gereja, dan stadion. Namun demikian, tidak ada rencana membuka perbatasan Selandai Baru. (Baca: Rusia: AS Tidak Lagi Bisa Ceramahi Negara Lain Soal HAM)
Selandia Baru tidak lagi memiliki kasus virus korona selama 12 hari terakhir. Mereka hanya memiliki satu kasus yang masih aktif. Jumlah total kasus korona di negara itu hanya 1.504 kasus dengan 22 kematian.
“Strategi kita telah berjalan keras, semuanya telah terbayarkan. Dalam beberapa kasus, memang di luar ekspektasi,” kata Ardern. Sebelumnya, Selandia Baru akan merencanakan kehidupan normal pada 22 Juni, tetapi dimajukan pada Senin depan. “Kita akan menjadi negara pertama di dunia yang kembali normal dengan cepat,” katanya. (Baca:
Ardern memang langsung menutup perbatasan Selandia Baru bagi wisatawan asing sejak 19 Maret dan mengumumkan isolasi wilayah selama empat pekan pada 23 Maret. Dia meminta warga tetap bertahan di rumah kecuali pekerja medis dan keamanan. Pengujian Covid-19 juga dilaksanakan secara massal. Selandia hanya mencatat 1.300 kasus dan sembilan kematian. “Menghadapi ancaman terbesar bagi kesehatan manusia, kita melihat negara Kiwi benar-benar tenang dan mengimplementasi tembok perbatasan negara,” katanya.
Ardern pun disebut sebagai pemimpin perempuan paling sukses dalam menangani pandemi korona. Apakah pemimpin perempuan lebih dibutuhkan? Hanya saja terlalu dini untuk mengatakan pemimpin perempuan bisa mengatasi masalah virus korona. Dalam catatan Inter-Parliamentary Union dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan 10 dari 152 pemimpin negara adalah perempuan. Parlemen di dunia dikuasai 75% lelaki, 73% lelaki menguasai keputusan manajerial, dan 76% lelaki bekerja di industri media utama. (Baca juga: Pria Kulit Hitam Tewas Saat Ditahan Polisi, Aksi Protes Pecah di Paris)
“Kita menciptakan dunia di mana perempuan hanya menguasai 25% atau seperempat pada ruangan baik fisik dan cerita di media. Seperempat saja tidak cukup,” kata Direktur Eksekutif Perempuan PBB Phumzile Mlambo-Ngcuka. Sejak dulu, dunia membutuhkan lebih banyak perempuan kuat dan kesetaraan perempuan di semua tingkatan politik. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda