Gagal Atasi Pencucian Uang dan Pendanaan Teroris, Turki Masuk Daftar Abu-Abu

Sabtu, 23 Oktober 2021 - 11:37 WIB
Gagal atasi pencucian uang dan pendanaan teroris, Turki masuk daftar abu-abu. Foto/Ilustrasi
ANKARA - Sebuah badan pengawas keuangan global, Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF), telah menempatkan Turki pada "daftar abu-abu" karena gagal memerangi pendanaan teroris dan pencucian uang .

FATF, yang dibentuk oleh kelompok ekonomi maju G7 untuk melindungi sistem keuangan global, juga menempatkan Mali dan Yordania pada daftar pemantauan yang meningkat, yang dikenal sebagai "daftar abu-abu."

Sedangkan, Botswana dan Mauritius masuk dalam 23 negara yang dikeluarkan dari daftar tersebut karena telah melakukan perbaikan.



Presiden FATF Marcus Pleyer mengatakan Turki, menjadi negara terbesar yang akan diturunkan peringkatnya, dan disebutkan perlu mengatasi berbagai masalah serius dalam hal pengawasan di sektor perbankan dan real estatnya. Juga dengan para broker emas dan batu mulia.

"Turki perlu menunjukkan itikad baik bahwa mereka secara efektif menangani kasus pencucian uang yang kompleks dan juga melakukan penuntutan atas sumber pendanaan kepada teroris dan memprioritaskan kasus organisasi teroris yang dilarang PBB seperti ISIL dan al-Qaeda," katanya seperti dilansir dari Reuters, Sabtu (23/10/2021).



Sebelumnya pada 2019, FATF memperingatkan Turki tentang "kekurangan serius" termasuk perlunya meningkatkan langkah-langkah untuk membekukan aset yang terkait dengan terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal.

Turki sendiri telah melakukan beberapa rekomendasi FATF. Tapi sebuah undang-undang yang disahkan tahun lalu yang ditujukan untuk membatasi peredaran senjata api telah dikritik tajam karena membahayakan kelompok masyarakat sipil.

Komisi Eropa minggu ini juga turut mendesak Turki untuk mengadopsi rekomendasi FATF seraya menekankan agar undang-undang tersebut ditinjau ulang karena dinilai membahayakan organisasi masyarakat sipil, yang sekarang menghadapi hukuman dan pemantauan penggalangan dana yang tidak semestinya.

Amnesty International mengatakan pemerintah Turki akan hampir pasti menggunakan undang-undang tersebut untuk menargetkan organisasi nirlaba di sana.

"Ini adalah konsekuensi yang tidak diinginkan dari kebijakan FATF yang terlalu sering disalahgunakan oleh pemerintah yang represif untuk membatasi hak-hak warga negaranya," kata Amnesty Internasional, seraya menyerukan FATF untuk mendorong otoritas Turki melakukan reformasi hukum.



Pleyer mengatakan FATF menyadari kekhawatiran atas perlakuan Turki terhadap organisasi nirlaba (NPO).

“Turki perlu menerapkan pendekatan berbasis risiko yang sebenarnya terhadap NPO dan memastikan pihak berwenang tidak mengganggu atau mencegah aktivitas yang sah,” katanya.

Pada bulan Agustus Reuters melaporkan bahwa setidaknya di lima negara lain - Uganda, Serbia, India, Tanzania, dan Nigeria - memanfaatkan undang-undang yang berlaku untuk memenuhi standar FATF digunakan oleh pihak berwenang untuk menyelidiki jurnalis, pekerja LSM, dan pengacara HAM.

Pemerintah Turki menanggapi tuduhan itu dan menyebutnya sebagai hasil yang tidak pantas, mengingat semua kepatuhan yang telah dilakukan selama ini.

"Pemerintah akan terus mengambil langkah-langkah yang diperlukan bekerja sama dengan FATF dan semua lembaga terkait dan memastikan bahwa Turki akan keluar dari daftar yang tidak pantas ini sesegera mungkin,” kata Kementerian Keuangan dan Keuangan Turki dalam sebuah pernyataan.

(ian)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More