Obati Pasien Covid-19, WHO Sarankan Penggunaan Obat Ebola

Selasa, 02 Juni 2020 - 12:11 WIB
Foto/Reuters
LONDON - Pemerintah Inggris menyediakan obat antivirus remdesivir bagi pasien Covid-19 karena terbukti mampu mempercepat kesembuhan mereka. Pemerintahan di negara-negara Eropa mulai melarang penggunaan obat antimalaria hydroxychloroquine untuk merawat pasien Covid-19.

Departemen Kesehatan Inggris menyatakan, data uji klinis menunjukkan bahwa obat tersebut mampu memperpendek waktu pemulihan pasien sekitar empat hari. Pemerintah Inggris bekerja sama dengan perusahaan Gilead Sciences untuk memproduksi obat itu. (Baca: Peneliti: Obat Malaria Rekomendasi Trump Bisa Berbahaya untuk Pasien Covid-19)

“Ini mungkin langkah maju terbesar dalam perawatan pasien virus korona sejak krisis dimulai,” kata Menteri Kesehatan Matt Hancock dilansir Reuters. Meskipun langkah tersebut masih dini, namun Hancock mengungkapkan, pemerintah mendukung penelitian berbasis sains yang menunjukkan hal menjanjikan. Remdesivir merupakan obat antivirus yang digunakan untuk melawan Ebola.



Untuk saat ini karena persediaan terbatas, obat itu akan diprioritaskan bagi mereka yang paling membutuhkan. AS dan Jepang telah membuat pengaturan mendesak yang serupa untuk mendapatkan akses dini ke obat itu, sebelum obat itu punya kesepakatan pemasaran.

Menteri bidang inovasi, Lord Bethell, mengatakan ini menunjukkan kemajuan luar biasa. “Ketika kita berjalan pada periode yang belum pernah terjadi sebelumnya, kita harus berada di garis terdepan terkait dengan kemajuan medis terbaru sambil selalu memastikan keselamatan pasien menjadi prioritas utama,” katanya.

Kemudian Stephen Griffin dari Fakultas Kedokteran Universitas Leeds mengatakan, obat itu mungkin adalah antivirus yang paling menjanjikan untuk virus korona sejauh ini. Dia mengatakan, pasien dengan penyakit paling parah kemungkinan akan menerimanya terlebih dahulu. (Baca juga: Rusia Mulai Berikan Obat Resmi Pertama untuk Pasien Covid-19)

“Meskipun ini jelas pendekatan yang paling etis, itu juga berarti bahwa kita tidak boleh mengharapkan obat itu akan menjadi peluru ajaib,” ujar Griffin. “Kami berharap untuk meningkatkan tingkat pemulihan dan mengurangi angka kematian pasien, sesuatu yang kami harap akan bermanfaat bagi sebanyak mungkin pasien,” katanya.

Obat lain yang sedang diselidiki untuk virus korona termasuk obat malaria dan HIV, yakni hydroxychloroquine. Namun, penelitian itu telah dihentikan karena kekhawatiran akan aspek keselamatan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan penangguhan sementara itu merupakan tindakan pencegahan, setelah sebuah studi medis baru-baru ini menemukan obat tersebut dapat meningkatkan risiko kematian dan komplikasi irama jantung. (Andika H Mustaqim)
(ysw)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More