AS Hendak Jatuhkan Sanksi yang Terkait Program Rudal dan Drone Iran

Jum'at, 30 Juli 2021 - 04:20 WIB
Pembicaraan tentang komitmen ulang pada Joint Comprehensive Plan of Action (JCPOA)—nama resmi untuk kesepakatan nuklir 2015—sebagian besar terhenti sejak pemilihan presiden Iran yang dimenangkan ulama garis keras Ebrahim Raisi.



Raisi telah mengatakan bahwa dia tidak akan terlibat dalam kesepakatan nuklir baru kecuali AS terlebih dahulu menghapus sanksinya terhadap program nuklir Teheran.

Namun, AS telah berulang kali menolak untuk melakukannya sampai Iran membatalkan kembali pengayaan uraniumnya dan perkembangan lainnya yang melanggar kesepakatan nuklir 2015.

Putaran keenam diskusi JCPOA 2015 berakhir pada Juni tanpa kesepakatan baru, tak lama sebelum terpilihnya Raisi sebagai presiden baru Iran.

Presiden Iran yang akan lengser, Hassan Rouhani, mengatakan awal bulan ini bahwa sementara negaranya berkomitmen untuk merundingkan kesepakatan nuklir 2015 yang retak, Iran memiliki kemampuan untuk mencapai tingkat pengayaan uranium 90 persen yang diperlukan untuk memproduksi senjata nuklir.

Kesepakatan nuklir era Obama itu membatasi program Teheran untuk memperkaya uranium hanya hingga 3,67 persen, tetapi sejak Donald Trump "mengkhianati" perjanjian itu pada 2018, Iran menaikkan tingkat pengayaan uranium menjadi 60 persen.

Rouhani pada saat itu juga mengkritik pejabat tinggi di pemerintahannya sendiri, yang dia tuduh "tidak mengizinkan" pemulihan kesepakatan nuklir 2015.

"Mereka mengambil kesempatan untuk mencapai kesepakatan dari pemerintah ini. Kami sangat menyesal melewatkan kesempatan ini," katanya dalam rapat kabinet.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
(min)
Halaman :
tulis komentar anda
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More