KJRI Chicago Ulik Potensi Industri Kendaraan Listrik Nasional
Sabtu, 23 Mei 2020 - 07:15 WIB
Narasumber pertama, Dr. Danet Suryatama sebagai pencipta kendaraan listrik menjelaskan teknologi yang dibutuhkan pasca pandemi Covid-19 adalah teknologi yang ramah lingkungan, termasuk di dalamnya pembangkit listrik dengan energi terbarukan, serta EV dan kendaraan hydrogen fuel cell.
Narasumber kedua, Profesor Eniya Listiani Dewi menjelaskan bahwa Indonesia memiliki ekosistem yang kondusif untuk EV, antara lain ketersediaan infrastruktur seperti charging station/stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), ketersediaan pasar, serta komponen industri, dan kualitas baterai yang bagus, dengan high power density dan kemampuan fast charging.
BPPT dalam persiapan ekosistem bagi kendaraan listrik ditugaskan secara khusus untuk menjadikan program tersebut sebagai flagship prioritas nasional.
BPPT telah membangun SPKLU sejak 5 Desember 2018 dan saat ini telah terdapat 10 titik SPKLU di Jabodetabek. Ke depannya akan dibuat di Bandung dan Bali, hingga sepanjang jalur utara Pulau Jawa pada tahun 2022. Kemampuan pengisian SPKLU juga terus ditingkatkan dari semula 2 jam, hingga nanti mampu mengisi EV hanya dalam waktu 30 menit.
Narasumber ketiga, Dr Nur Yuniarto juga menyarankan agar dalam era Industri 4.0 dapat dikembangkan model produksi Distributed Direct Digital Manufacturing (D2DM) yang lebih memberdayakan sumber daya lokal dalam memproduksi dan mendistribusikan EV. (Baca Juga: Pesawat Pakistan Jatuh, Kemlu: Untuk Sementara Tidak Ada Korban WNI)
Konsep D2DM mensyaratkan adanya sinergi dan peran serta seluruh komponen industri, termasuk kalangan akademisi dan masyarakat dalam penyediaan design serta product marketing.
Kegiatan diadakan bekerjasama dengan Kemlu, Kemenristek/ Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, dan diikuti lebih dari 380 peserta dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, pengusaha, peneliti maupun perwakilan pemerintah, baik yang berasal dari Indonesia dan Amerika Serikat maupun Kanada, Singapura serta berbagai negara lainnya di dunia. (Baca Juga: China Berlakukan UU Keamanan, Pompeo: Lonceng Kematian Otonomi Hong Kong)
Narasumber kedua, Profesor Eniya Listiani Dewi menjelaskan bahwa Indonesia memiliki ekosistem yang kondusif untuk EV, antara lain ketersediaan infrastruktur seperti charging station/stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU), ketersediaan pasar, serta komponen industri, dan kualitas baterai yang bagus, dengan high power density dan kemampuan fast charging.
BPPT dalam persiapan ekosistem bagi kendaraan listrik ditugaskan secara khusus untuk menjadikan program tersebut sebagai flagship prioritas nasional.
BPPT telah membangun SPKLU sejak 5 Desember 2018 dan saat ini telah terdapat 10 titik SPKLU di Jabodetabek. Ke depannya akan dibuat di Bandung dan Bali, hingga sepanjang jalur utara Pulau Jawa pada tahun 2022. Kemampuan pengisian SPKLU juga terus ditingkatkan dari semula 2 jam, hingga nanti mampu mengisi EV hanya dalam waktu 30 menit.
Narasumber ketiga, Dr Nur Yuniarto juga menyarankan agar dalam era Industri 4.0 dapat dikembangkan model produksi Distributed Direct Digital Manufacturing (D2DM) yang lebih memberdayakan sumber daya lokal dalam memproduksi dan mendistribusikan EV. (Baca Juga: Pesawat Pakistan Jatuh, Kemlu: Untuk Sementara Tidak Ada Korban WNI)
Konsep D2DM mensyaratkan adanya sinergi dan peran serta seluruh komponen industri, termasuk kalangan akademisi dan masyarakat dalam penyediaan design serta product marketing.
Kegiatan diadakan bekerjasama dengan Kemlu, Kemenristek/ Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) serta Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Surabaya, dan diikuti lebih dari 380 peserta dari berbagai kalangan seperti mahasiswa, pengusaha, peneliti maupun perwakilan pemerintah, baik yang berasal dari Indonesia dan Amerika Serikat maupun Kanada, Singapura serta berbagai negara lainnya di dunia. (Baca Juga: China Berlakukan UU Keamanan, Pompeo: Lonceng Kematian Otonomi Hong Kong)
(sya)
tulis komentar anda