Pidato Hari Quds Khamenei: Bela Palestina, Sebut Israel ‘Tumor Ganas’

Jum'at, 22 Mei 2020 - 17:01 WIB
Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. Foto/REUTERS/Morteza Nikoubazl/File Photo
TEHERAN - Iran pada Jumat (22/5/2020) memperingati Hari Quds. Pemimpin Tertinggi Ayatollah Ali Khamenei menyampaikan pidato yang menyuarakan penderitaan Palestina akibat kekejaman rezim Zionis Israel.

Berbeda dengan peringatan tahun-tahun sebelumnya, Hari Quds tahun ini tidak ditandai dengan demo besar karena dunia, termasuk Iran, sedang dilanda pandemi Covid-19. Teheran menyerukan dunia Islam menunjukkan solidaritasnya terhadap Palestina.

Berikut pidato lengkap Ayatollah Khamenei yang diterima SINDOnews.com dari Kedutaan Besar Iran di Jakarta:

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbil 'Aalamin wa Shallallahu 'ala Muhammad wa Aalihi at-Thahirin wa Shahbihi al-Muntajabin wa Man Tabiahum Biihsanin ila Yaumiddin



Saya menghaturkan salam kepada saudara-saudari Muslim di seluruh penjuru dunia, dan sebelumnya saya juga mengucapkan selamat menjelang datangnya Hari Raya Idul Fitri 1441 H. Semoga Allah SWT menerima ibadah dan ketaatan kita semua di bulan Ramadhan yang penuh berkah, dan kita bersyukur kepada-Nya atas segala karunia dan berkah jamuan Ilahi di bulan suci ini.

Hari ini adalah Hari Quds, hari yang ditetapkan atas inisiatif cerdas Imam Khomeini sebagai rantai penghubung solidaritas umat Islam mengenai al-Quds Sharif dan Palestina yang tertindas. Hari Quds selama beberapa dekade telah berperan penting dalam hal ini dan setelahnya yang akan terus berlanjut, Insya Allah.

Bangsa-bangsa dunia menyambut Hari Quds dan mereka memperingatinya sebagai tanggung jawab perdana, yaitu mengibarkan bendera kebebasan Palestina. Kebijakan utama kekuatan arogan dan Zionisme adalah melunturkan isu Palestina dari benak masyarakat Muslim sehingga isu ini terlupakan. Oleh karena itu, tugas yang paling mendesak saat ini adalah memerangi pengkhianatan yang dilakukan oleh antek-antek bayaran musuh dalam bidang politik dan budaya di negara-negara Muslim sendiri.

Faktanya, isu sebesar masalah Palestina bukanlah sesuatu yang mengizinkan harga diri, rasa percaya diri, dan kewaspadaan yang semakin besar dari bangsa-bangsa Muslim untuk melupakan isu ini, meskipun Amerika Serikat dan kekuatan hegemonik lainnya serta antek-antek mereka di kawasan menggelontorkan seluruh uangnya dan mengerahkan segenap kemampuannya supaya isu Palestina terlupakan.

Poin pertama mengenai tragedi besar penjarahan negara Palestina dan pembentukan "tumor ganas" rezim Zionis. Di antara kejahatan kemanusiaan pada masa-masa yang dekat dengan periode sekarang tidak ada kejahatan apapun sebesar kejahatan yang dilakukan Zionis. Penjarahan sebuah negara dan pengusiran penghuninya dari rumah dan tanah mereka untuk selamanya, dengan melakukan pembunuhan dan kejahatan yang paling kejam serta penghancuran yang terus berlanjut beberapa generasi selama puluhan tahun, jelas merupakan catatan baru kejahatan kemanusiaan.

Penyebab dan pelaku utama tragedi ini adalah pemerintah-pemerintah Barat dan kebijakan jahat mereka. Ketika negara-negara pemenang Perang Dunia I membagi kawasan Asia Barat—yaitu kawasan Asia Kekaisaran Ottoman—sebagai pampasan perang penting di antara mereka pada Konferensi Paris, mereka telah merasa membutuhkan adanya pangkalan yang aman di jantung kawasan ini guna menjamin dominasi mereka yang berkelanjutan.

Inggris sejak bertahun-tahun lalu telah mempersiapkan landasan pacu melalui prakarsa Deklarasi Balfour dengan menggandeng para pemimpin Yahudi arogan, untuk mewujudkan sebuah plot sesat bernama "Zionisme". Kini pijakan praktisnya sudah terbentang. Dari tahun-tahun itu, mereka secara bertahap menyatukan persiapan, dan akhirnya setelah Perang Dunia II, mereka melancarkan pukulannya dengan mengambil keuntungan dari kelalaian dan masalah yang dihadapi negara-negara kawasan dengan mendeklarasikan rezim palsu dan pemerintah tanpa rakyat, rezim Zionis.

Target pukulan ini pertama-tama adalah bangsa Palestina dan kemudian semua bangsa di kawasan. Dengan melihat peristiwa-peristiwa berikutnya di kawasan menunjukkan bahwa tujuan utama dan target cepat Barat dan korporasi Yahudi dari pendirian negara Zionis adalah membangun pangkalan dan menacapkan pengaruh permanen mereka di Asia Barat serta akses yang memungkinkan untuk campur tangan dan mendominasi negara-negara di kawasan.

Untuk itu, mereka melengkapi rezim palsu dan perampas (rezim Zionis Israel) dengan segala macam fasilitas yang kuat, militer dan non-militer, bahkan senjata nuklir, dan memasukkan pertumbuhan "tumor kanker ganas" ini dari Nil hingga Eufrat dalam agenda mereka.

Sayangnya, sebagian besar pemerintah Arab secara bertahap menyerah setelah perlawanan pertama mereka, yang beberapa (perlawanan itu) di antaranya sangat mengagumkan. Apalagi setelah kedatangan Amerika Serikat sebagai penjaga kepentingan ini, mereka telah melupakan tugas-tugas kemanusiaan, Islam, dan politik, serta semangat dan kebanggaan Arab-nya; dan dengan harapan palsu, mereka justru membantu musuh mewujudkan tujuannya, di mana perjanjian Camp David adalah contoh nyata dari fakta pahit tersebut.

Kelompok-kelompok pejuang, setelah melakukan beberapa perjuangan yang penuh perngorbanan pada tahun-tahun pertama, mereka secara bertahap juga terseret ke dalam negosiasi tanpa hasil dengan penjajah dan para pendukungnya, dan meninggalkan garis perjuangan yang mengarah pada realisasi cita-cita Palestina.

Bernegosiasi dengan Amerika Serikat dan pemerintah-pemerintah Barat lainnya serta badan-badan Internasional yang tak berguna adalah pengalaman pahit dan gagal bagi Palestina. Menunjukkan "Cabang Zaitun" di Majelis Umum PBB tidak memiliki hasil apapun, kecuali Perjanjian Oslo yang merugikan, dan pada akhirnya berakhir dengan nasib Yasser Arafat, yang membawa banyak pelajaran.

Bangkitnya Revolusi Islam di Iran membuka babak baru dalam perjuangan Palestina. Salah satu langkah pertama adalah mengusir elemen-elemen Zionis, di mana Iran pada era taghut merupakan salah satu pangkalan paling aman mereka. Penyerahan kedutaan tidak resmi rezim Zionis kepada wakil Palestina dan penghentian pasokan minyak hingga pekerjaan-pekerjaan besar serta aktivitas politik yang luas, semua ini menyebabkan munculnya "Front Muqawama" (Front Perlawanan) di seluruh kawasan. Akhirnya, harapan untuk memecahkan masalah tumbuh dan berkembang di hati mereka.

Dengan munculnya Front Muqawama, ruang gerak rezim Zionis menjadi sulit dan semakin sulit, dan tentu saja akan jauh lebih sulit di masa depan, Insya Allah. Tetapi upaya para pendukung rezim ini, yang dipimpin oleh Amerika Serikat untuk membela dan mempertahankannya juga semakin meningkat.

Munculnya pasukan Mukmin, muda dan penuh pengorbanan seperti Hizbullah di Lebanon dan pembentukan kelompok-kelompok penuh motivasi seperti Hamas dan Jihad Islam di dalam perbatasan-perbatasan Palestina tidak hanya membuat khawatir para pemimpin Zionis, tetapi juga membuat cemas Amerika Serikat dan Barat. Mereka kemudian memprioritaskan upaya untuk meraih dukungan dari dalam kawasan, terutama komunitas Arab dalam agendanya setelah memberikan dukungan perangkat keras dan lunak kepada rezim agresor Zionis. Buah kerja keras mereka hari ini terlihat jelas dalam perilaku dan ucapan beberapa pemimpin negara-negara Arab dan sejumlah aktivis politik dan budaya Arab yang berkhianat.

Kini berbagai kegiatan dilakukan kedua kubu di medan perang, namun terdapat perbedaan. Front Muqawama bergerak ke arah peningkatan ketangguhan dan optimismenya, juga menyerap unsur-unsur kekuatan yang semakin tumbuh. Tapi sebaliknya, Front lalim, kafir dan arogan kian hari semakin lemah dan putus asa. Indikasi yang jelas dari klaim ini adalah kondisi militer Zionis, yang pernah dianggap sebagai pasukan tak terkalahkan dan mampu menghentikan pasukan besar dua negara penyerang hanya dalam beberapa hari, kini terpaksa harus mundur dan mengakui kekalahannya ketika menghadapi pasukan pejuang rakyat di Lebanon dan Jalur Gaza.

Meskipun demikian, perjuangan penting dan dinamis ini membutuhkan perawatan konsisten, karena subjek perjuangan ini sangat penting, menentukan, dan vital. Oleh karena itu, setiap kelalaian dan kesalahan dalam kalkulasi dasar akan menimbulkan kerugian besar.

Berdasarkan pertimbangan ini, saya akan menyampaikan poin-poin penting kepada semua orang yang mendukung perjuangan Palestina.

Pertama, perjuangan untuk pembebasan Palestina adalah jihad di jalan Allah dan kewajiban dalam Islam. Kemenangan dalam perjuangan ini dijamin, karena jikapun gugur, akan meraih tempat terbaik dan mulia.

Selain itu, masalah Palestina adalah masalah kemanusiaan. Pengusiran terhadap jutaan orang dari rumah mereka, lahan pertanian dan tempat tinggal serta mata pencahariannya yang dilakukan dengan pembunuhan dan kejahatan, pasti akan menyakiti setiap hati nurani manusia; dan siapapun yang memiliki keberanian pasti akan menghadapinya. Oleh karena itu, membatasi masalah ini hanya pada isu Palestina semata, ataupun masalah Arab tentu saja merupakan kesalahan besar.

Mereka yang menganggap langkah kompromis beberapa elemen Palestina atau para penguasa sejumlah negara Arab dengan rezim Zionis sebagai legitimasi untuk mengabaikan masalah Islam dan kemanusiaan ini jelas sangat keliru dalam memahami masalah tersebut, dan termasuk pengkhianatan dengan mendistorsi persoalannya.

Kedua, tujuan dari perjuangan ini adalah pembebasan seluruh wilayah Palestina dari laut ke sungai, dan kembalinya semua warga Palestina ke tanah air mereka. Mereduksi masalah ini melalui pembentukan pemerintahan di sudut wilayah ini yang dilakukan dengan cara memalukan, sebagaimana dimaksud dalam literatur Zionis yang kasar, jelas sekali bukanlah tanda kebenaran maupun tindakan yang realistis.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More