Iktikaf Dibubarkan Paksa, Ormas Anti-Rezim Erdogan: Ini Bukan Israel, Ini Turki!

Selasa, 04 Mei 2021 - 15:27 WIB
Pasukan polisi Turki bubarkan paksa iktikaf anggota Yayasan Furkan di sebuah masjid di Gaziantep. Foto/Turkishminute
ANKARA - Pasukan polisi Turki membubarkan paksa anggota organisasi massa (ormas) Islam yang tengah melakukan iktikaf di sebuah masjid di tenggara Gaziantep. Mereka yang dibubarkan adalah anggota Yayasan Furkan, yang dikenal anti-rezim pemerintah Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Pembubaran paksa itu memicu protes di media sosial.





Para anggota Yayasan Furkan, yang kritis terhadap Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang berkuasa, awalnya tengah beribadah dengan melaksanakan iktikaf sepuluh hari terakhir Ramadhan pada 3 Mei 2021 ketika pasukan polisi tiba dan membubarkannya.

Pasukan polisi juga sempat menyemprotkan merica agar kegiatan itu dihentikan.

Yayasan tersebut mengatakan bahwa mereka telah mematuhi langkah-langkah pencegahan COVID-19 dengan mengenakan masker dan menjaga jarak sosial. Namun, tetap dilarang melakukan kegiatan itu di masjid di masa pembatasan aktivitas sosial.

Alparslan Kuytul, pemimpin Yayasan Furkan yang menjalani hukuman penjara atas tuduhan bermotif politik, sebelumnya mengatakan bahwa mereka akan bersikeras untuk tetap iktikaf di masjid di tengah pembatasan COVID-19.

Mereka mengecam intervensi polisi terhadap kegiatan iktikaf itu dan penahanan anggotanya.

"Ini bukan Israel, ini Turki!" kata yayasan tersebut seperti dilansir TurkisMinute, Senin(3/5/2021), menyindir perlakuan pasukan keamanan Israel yang menyerang masjid dan menahan warga Palestina—sebuah praktik yang dikecam oleh pemerintah Erdoğan dan partainya.

"Mereka justru mengizinkan orang berkumpul di stadion, transportasi umum dan pabrik meskipun telah ada kebijakan pembatasan tetapi malah mencegah sekelompok kecil orang beribadah di sebuah masjid," lanjut yayasan tersebut.

Pemerintah Turki sebelumnya telah memberlakukan penguncian parsial, dengan wilayah lokal dan memberlakukan jam malam pada akhir pekan dalam upaya untuk mengurangi dampak pandemi pada ekonomi. Penguncian dilakukan secara penuh selama tiga minggu setelah Turki melihat angka infeksi COVID-19 rata-rata sekitar 60.000 per hari selama akhir bulan April lalu.

Pembatasan baru, yang berlaku pada malam tanggal 29 April dan akan berlangsung hingga 17 Mei, akan melarang orang meninggalkan rumah, kecuali untuk berbelanja bahan makanan atau memenuhi kebutuhan penting lainnya, selama sisa bulan Ramadhan serta selama tiga hari libur Idul Fitri.

Namun, anggota Furkan mengkritik apa yang mereka gambarkan sebagai standar ganda terhadap kelompoknya, dengan mengatakan AKP tidak memberlakukan pembatasan COVID-19 ketika mengadakan kongres partai dengan dihadiri ribuan orang.

Sejauh ini, Yayasan Furkan telah berada di bawah tekanan pemerintah selama bertahun-tahun karena pernyataan kritisnya.

Sementara terkait tindakan polisi yang dinilai represif oleh para pemrotes, sebelumnya Kepolisian Turki telah menahan 13 orang yang berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa Hari Perempuan Sedunia karena diduga menghina Presiden Recep Tayyip Erdogan.

Dilaporkan Associated Press, polisi yang memeriksa rekaman video aksi itu menahan 13 orang, termasuk seorang anak di bawah umur. Sejumlah media lokal menyebutkan, mereka yang ditangkap dituding telah meneriakkan slogan-slogan yang dianggap menghina Erdogan.

Sebelumnya, pemerintah Turki juga dikritik karena memberikan kewarganegaraan kepada ribuan pengungsi yang melarikan diri dari konflik di Suriah. Turki tercatat menampung sekitar 3,5 juta pengungsi Suriah.
(min)
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More