Ruqyah dan Pemerkosaan 'Korektif', Terapi Konversi LGBT yang Kontroversial di Indonesia

Senin, 26 April 2021 - 15:44 WIB
“Kembali [kepada Tuhan] sebelum terlambat,” bunyi selebaran digital yang dipasang di situs web Indonesia yang sekarang dihapus, TerapiKonversi.co, yang juga menawarkan terapi kejut listrik, pengusiran setan, dan apa yang disebut sesi "sholat-the-gay-away".

Dalam tanggapan email atas permintaan This Week In Asia untuk informasi lebih lanjut sebelum situs itu ditutup, mereka yang berada di belakang situs tersebut mengatakan bahwa mereka berbasis di Jakarta dan Bali, dan mengutip harga berikut untuk perawatan; USD20 untuk tiga sesi doa; USD70 untuk maksimal lima sesi terapi sengatan listrik; USD100 untuk empat sesi ruqyah; dan USD200 untuk “terapi seks”—atau pemerkosaan korektif.

"[Harga] tergantung pada tingkat keparahan penyakit Anda," bunyi jawaban pengelola situs tersebut.

"Harap diperhatikan bahwa kami hanya melayani mereka yang memiliki permintaan serius."

Sebelum kehadirannya di media sosial dihapus, sebuah akun yang terkait dengan situs tersebut dikabarkan mengirim pesan kepada beberapa aktivis LGBT Indonesia di Instagram.

Halaman Facebook dengan nama “Terapi Konversi” yang sama, yang sebagian besar membagikan kutipan dan pesan Al-Qur'an yang memuji pentingnya taubat, disukai sekitar 2.600 kali sebelum ditutup.

Meskipun semua jejak situs TerapiKonversi.co telah dihapus dari internet, tidak ada tindakan lebih lanjut yang telah diambil oleh pihak berwenang Indonesia terhadap operator layanan.

Aktivis hak asasi manusia, yang pertama kali mencatat keberadaan situs web pada Februari, menyebutnya sebagai "tidak manusiawi" dan mengatakan itu adalah contoh lain dari diskriminasi terhadap komunitas LGBT di Indonesia.

Para aktivis mengatakan homoseksualitas tidak ilegal di Indonesia, tetapi retorika anti-LGBT dan penganiayaan telah meningkat dalam beberapa tahun terakhir, didorong oleh kebangkitan fundamentalisme agama di negara ini.

Andreas Harsono dari Human Rights Watch (HRW) Indonesia mengatakan "menjijikkan" bahwa pemerkosaan ditawarkan sebagai layanan "atas nama terapi agama".

“Ini hanyalah penipuan. Saya harap tidak ada yang terbuai olehnya. Polisi harus menyelidiki kelompok ini," katanya, seperti dikutip dari South China Morning Post, Senin (26/4/2021).

"Kami telah mendokumentasikan bagaimana pernyataan pejabat yang bias dan tidak benar tentang lesbian, gay, biseksual, dan transgender [LGBT] memberikan sanksi sosial atas pelecehan dan kekerasan terhadap LGBT Indonesia, dan bahkan ancaman pembunuhan oleh militan Islamis.”

Harsono mengatakan, tidak membantu lembaga negara seperti Komisi Penyiaran Nasional dan Komisi Perlindungan Anak Nasional mengeluarkan arahan sensor yang melarang informasi dan siaran yang menggambarkan kehidupan orang LGBT secara normal.

“Kombinasi retorika diskriminatif dan keputusan kebijakan tersebut telah merugikan keamanan fisik dan hak kebebasan berekspresi kelompok LGBT di seluruh Indonesia,” imbuh dia.

Pelangi Nusantara, sebuah organisasi hak-hak LGBT Indonesia, mengatakan dalam sebuah pernyataan anggotanya “sangat marah dan kecewa karena praktik-praktik yang tidak manusiawi [seperti 'terapi seks'] dijajakan sebagai obat untuk homoseksualitas”.

“Bisnis lokal ini diberikan kebebasan untuk beroperasi di Indonesia sementara otoritas sipil dan pemimpin agama menutup mata terhadap betapa ekstremnya penganiayaan seperti itu,” katanya.

Christine, transpuan di Bekasi, mengatakan bahwa meskipun situs "Terapi Konversi" mungkin telah ditutup, terapi konversi masih banyak dilakukan di Indonesia—terutama di daerah-daerah yang secara agama konservatif.



Dia mengatakan pendidikan anggota keluarga dan komunitas LGBT Indonesia adalah kunci, jika orang lain ingin terhindar dari pengalaman traumatis yang harus dia tanggung.

“Saya berharap lebih banyak orang akan mendukung terapi konversi dan mendidik keluarga orang LGBT tentang keragaman gender. Otoritas juga perlu dididik karena mereka masih menganggap orang dengan penis harus bersikap seperti laki-laki," ujarnya.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Terpopuler
Berita Terkini More