Ruqyah dan Pemerkosaan 'Korektif', Terapi Konversi LGBT yang Kontroversial di Indonesia
Senin, 26 April 2021 - 15:44 WIB
JAKARTA - Tumbuh sebagai seseorang yang tidak sesuai dengan norma gender tradisional tidaklah mudah di Indonesia.
Tanya saja Christine—identitas lengkapnya dilindungi—, wanita transgender berusia 35 tahun di Jawa Barat yang telah menjalani terapi konversi tidak kurang dari empat kali.
Ketika praktik pseudoscientific telah dikecam di banyak negara Barat, terapi konversi masih banyak dilakukan oleh organisasi berbasis agama di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia ini, serta beberapa entitas komersial.
Homoseksualitas tidak ilegal di Indonesia tetapi meningkatnya konservatisme agama telah memicu meningkatnya diskriminasi terhadap masyarakat.
Christine, yang dibesarkan di kota Medan di provinsi Sumatra Utara, mengatakan bahwa dia pertama kali menjadi sasaran praktik—sejenis pengusiran setan yang dikenal di Indonesia sebagai ruqyah—ketika dia berusia 13 tahun.
“Saya telah menjadi feminin sejak saya berusia tujuh tahun,” kata Christine kepada This Week In Asia.
“Saya sangat dekat dengan kakak perempuan dan adik perempuan saya. Saya bermain dengan mainan anak perempuan dan saya melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasanya dilakukan anak perempuan."
Pada kelas enam, dia diintimidasi di sekolah. "Karena benar-benar perempuan", katanya. Teman sekolah sering meneriakkan ejekan padanya dalam Bahasa Indonesia yang ditujukan khusus untuk transgender.
"Saat itulah Ibu saya meminta seorang ulama untuk melakukan ruqyah pada saya. Ulama itu memberi tahu Ibu saya bahwa ada jin perempuan di dalam diri saya," katanya.
Tanya saja Christine—identitas lengkapnya dilindungi—, wanita transgender berusia 35 tahun di Jawa Barat yang telah menjalani terapi konversi tidak kurang dari empat kali.
Ketika praktik pseudoscientific telah dikecam di banyak negara Barat, terapi konversi masih banyak dilakukan oleh organisasi berbasis agama di negara mayoritas Muslim terbesar di dunia ini, serta beberapa entitas komersial.
Homoseksualitas tidak ilegal di Indonesia tetapi meningkatnya konservatisme agama telah memicu meningkatnya diskriminasi terhadap masyarakat.
Christine, yang dibesarkan di kota Medan di provinsi Sumatra Utara, mengatakan bahwa dia pertama kali menjadi sasaran praktik—sejenis pengusiran setan yang dikenal di Indonesia sebagai ruqyah—ketika dia berusia 13 tahun.
“Saya telah menjadi feminin sejak saya berusia tujuh tahun,” kata Christine kepada This Week In Asia.
“Saya sangat dekat dengan kakak perempuan dan adik perempuan saya. Saya bermain dengan mainan anak perempuan dan saya melakukan pekerjaan rumah tangga yang biasanya dilakukan anak perempuan."
Pada kelas enam, dia diintimidasi di sekolah. "Karena benar-benar perempuan", katanya. Teman sekolah sering meneriakkan ejekan padanya dalam Bahasa Indonesia yang ditujukan khusus untuk transgender.
"Saat itulah Ibu saya meminta seorang ulama untuk melakukan ruqyah pada saya. Ulama itu memberi tahu Ibu saya bahwa ada jin perempuan di dalam diri saya," katanya.
Lihat Juga :
tulis komentar anda