Korban Kekerasan Myanmar Dapat Perawatan di Perbatasan Thailand
Selasa, 30 Maret 2021 - 14:48 WIB
Total korban tewas pada Sabtu, hari paling berdarah sejauh ini, telah meningkat menjadi 141, sesuai data AAPP.
Salah satu kelompok utama di balik protes, Komite Pemogokan Umum Nasional, pada Senin dalam surat terbuka meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang menentang “penindasan yang tidak adil” oleh militer.
Sebagai tanda seruan itu mungkin mendapatkan lebih banyak daya tarik, tiga kelompok dalam surat bersama pada Selasa meminta militer berhenti membunuh pengunjuk rasa damai dan menyelesaikan masalah politik.
Kelompok dalam surat bersama itu termasuk Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang.
Mereka memperingatkan jika militer tidak melakukan seruan ini, mereka akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi musim semi Myanmar dalam hal pertahanan diri.
Pemberontak dari berbagai kelompok etnis telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar.
Meskipun banyak kelompok telah setuju gencatan senjata, pertempuran berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara dan pasukan di wilayah timur dan utara.
Pertempuran hebat meletus pada akhir pekan di dekat perbatasan Thailand antara tentara dan pejuang dari pasukan etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).
“Sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU setelah pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 tentara,” papar kelompok aktivis dan media.
Pihak berwenang Thailand membantah pernyataan kelompok aktivis bahwa lebih dari 2.000 pengungsi telah dipaksa kembali, tetapi seorang pejabat Thailand mengatakan itu adalah kebijakan pemerintah bagi tentara untuk memblokir mereka di perbatasan dan menolak akses kelompok bantuan luar.
Salah satu kelompok utama di balik protes, Komite Pemogokan Umum Nasional, pada Senin dalam surat terbuka meminta pasukan etnis minoritas untuk membantu mereka yang menentang “penindasan yang tidak adil” oleh militer.
Sebagai tanda seruan itu mungkin mendapatkan lebih banyak daya tarik, tiga kelompok dalam surat bersama pada Selasa meminta militer berhenti membunuh pengunjuk rasa damai dan menyelesaikan masalah politik.
Kelompok dalam surat bersama itu termasuk Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar, Tentara Arakan dan Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang.
Mereka memperingatkan jika militer tidak melakukan seruan ini, mereka akan bekerja sama dengan semua bangsa yang bergabung dengan revolusi musim semi Myanmar dalam hal pertahanan diri.
Pemberontak dari berbagai kelompok etnis telah berperang dengan pemerintah pusat selama beberapa dekade untuk mendapatkan otonomi yang lebih besar.
Meskipun banyak kelompok telah setuju gencatan senjata, pertempuran berkobar dalam beberapa hari terakhir antara tentara dan pasukan di wilayah timur dan utara.
Pertempuran hebat meletus pada akhir pekan di dekat perbatasan Thailand antara tentara dan pejuang dari pasukan etnis minoritas tertua Myanmar, Persatuan Nasional Karen (KNU).
“Sekitar 3.000 penduduk desa melarikan diri ke Thailand ketika jet militer membom daerah KNU setelah pasukan KNU menyerbu pos militer dan menewaskan 10 tentara,” papar kelompok aktivis dan media.
Pihak berwenang Thailand membantah pernyataan kelompok aktivis bahwa lebih dari 2.000 pengungsi telah dipaksa kembali, tetapi seorang pejabat Thailand mengatakan itu adalah kebijakan pemerintah bagi tentara untuk memblokir mereka di perbatasan dan menolak akses kelompok bantuan luar.
Lihat Juga :
tulis komentar anda