Tiga Demonstran Tewas di Myanmar, Kota Yangon Mencekam
Selasa, 09 Maret 2021 - 03:03 WIB
Di beberapa tempat, mereka mengibarkan bendera yang dibuat dari htamain (sarung wanita) atau menggantungnya di tali jemuran melintasi jalan untuk menandai Hari Perempuan Internasional sambil mencela junta.
Berjalan di bawah sarung wanita secara tradisional dianggap membawa sial bagi para pria.
Para saksi melaporkan suara tembakan atau granat kejut di banyak distrik di Yangon pada Minggu malam ketika tentara mendirikan kemah di rumah sakit dan kompleks universitas. Tidak jelas apakah ada yang terluka dalam unjuk rasa itu.
"Tentara baru saja mulai menembak," ungkap seorang pengusaha yang tinggal di dekat rumah sakit Yangon kepada Reuters.
Dia tinggal di rumah bersama keluarganya. “Kami tidak bisa keluar, kami tidak bisa pergi bekerja, atau bahkan pergi. Kami tidak aman, tapi kami tidak bisa keluar," papar dia.
Organisasi internasional Dokter untuk Hak Asasi Manusia (PHR) memprotes pendudukan rumah sakit oleh militer, yang dianggap melanggar hukum internasional.
“Pengepungan rumah sakit yang meluas ini terjadi setelah beberapa hari cedera dan korban sipil yang menonjol, dan dapat diartikan sebagai upaya langsung menghalangi akses perawatan bagi warga sipil. Ini juga merupakan ancaman bagi petugas medis untuk memperingatkan mereka agar tidak merawat pengunjuk rasa yang terluka lebih lanjut,” papar pernyataan PHR yang berbasis di New York.
PHR menyatakan pasukan keamanan melakukan serangan malam di Yangon, termasuk penangkapan sewenang-wenang, penembakan, dan pemukulan.
Setidaknya sembilan serikat pekerja yang meliputi sektor konstruksi, pertanian dan manufaktur telah meminta "semua orang Myanmar" untuk berhenti bekerja agar kudeta gagal dan memulihkan pemerintahan Suu Kyi.
“Membiarkan bisnis dan kegiatan ekonomi terus berlanjut akan membantu militer karena mereka menekan energi rakyat Myanmar,” ujar pernyataan serikat pekerja.
Berjalan di bawah sarung wanita secara tradisional dianggap membawa sial bagi para pria.
Para saksi melaporkan suara tembakan atau granat kejut di banyak distrik di Yangon pada Minggu malam ketika tentara mendirikan kemah di rumah sakit dan kompleks universitas. Tidak jelas apakah ada yang terluka dalam unjuk rasa itu.
"Tentara baru saja mulai menembak," ungkap seorang pengusaha yang tinggal di dekat rumah sakit Yangon kepada Reuters.
Dia tinggal di rumah bersama keluarganya. “Kami tidak bisa keluar, kami tidak bisa pergi bekerja, atau bahkan pergi. Kami tidak aman, tapi kami tidak bisa keluar," papar dia.
Organisasi internasional Dokter untuk Hak Asasi Manusia (PHR) memprotes pendudukan rumah sakit oleh militer, yang dianggap melanggar hukum internasional.
“Pengepungan rumah sakit yang meluas ini terjadi setelah beberapa hari cedera dan korban sipil yang menonjol, dan dapat diartikan sebagai upaya langsung menghalangi akses perawatan bagi warga sipil. Ini juga merupakan ancaman bagi petugas medis untuk memperingatkan mereka agar tidak merawat pengunjuk rasa yang terluka lebih lanjut,” papar pernyataan PHR yang berbasis di New York.
PHR menyatakan pasukan keamanan melakukan serangan malam di Yangon, termasuk penangkapan sewenang-wenang, penembakan, dan pemukulan.
Setidaknya sembilan serikat pekerja yang meliputi sektor konstruksi, pertanian dan manufaktur telah meminta "semua orang Myanmar" untuk berhenti bekerja agar kudeta gagal dan memulihkan pemerintahan Suu Kyi.
“Membiarkan bisnis dan kegiatan ekonomi terus berlanjut akan membantu militer karena mereka menekan energi rakyat Myanmar,” ujar pernyataan serikat pekerja.
tulis komentar anda