Tiga Demonstran Tewas di Myanmar, Kota Yangon Mencekam
Selasa, 09 Maret 2021 - 03:03 WIB
“Betapa tidak manusiawi membunuh warga sipil yang tidak bersenjata. Kita harus memiliki hak untuk memprotes secara damai,” ungkap saksi mata, pria berusia 20 tahun.
“Sedikitnya satu orang tewas dan dua orang lainnya cedera dalam protes di kota Phyar Pon di Delta Irrawaddy,” papar seorang aktivis politik dan laporan media lokal.
Polisi dan militer telah menewaskan lebih dari 50 orang untuk memadamkan demonstrasi dan pemogokan massal untuk menentang kudeta 1 Februari, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seorang juru bicara militer tidak menanggapi panggilan telepon meminta komentar tentang insiden terbaru.
Polisi di Myitkyina dan Phyar Pon juga tidak menanggapi panggilan telepon tersebut.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Junta kemudian menahan Suu Kyi dan tokoh politik lainnya.
Para jenderal mengatakan mereka melakukan kudeta karena pemilu November yang dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi dipenuhi kecurangan. Komisi pemilu menyatakan tak ada kecurangan pemilu.
Junta berjanji akan menggelar pemilu lagi, tanpa memberikan tanggal. Sementara itu, aparat keamanan telah menindak keras protes pro-demokrasi yang meluas di negara yang memiliki sejarah kekuasaan militer dan menumpas perbedaan pendapat itu.
Pada Senin, pengunjuk rasa berkumpul di Yangon dan di kota terbesar kedua Mandalay serta beberapa kota lainnya.
Para pengunjuk rasa di Dawei, kota pesisir di selatan, dilindungi Persatuan Nasional Karen, kelompok etnis bersenjata yang terlibat perang berkepanjangan dengan militer.
“Sedikitnya satu orang tewas dan dua orang lainnya cedera dalam protes di kota Phyar Pon di Delta Irrawaddy,” papar seorang aktivis politik dan laporan media lokal.
Polisi dan militer telah menewaskan lebih dari 50 orang untuk memadamkan demonstrasi dan pemogokan massal untuk menentang kudeta 1 Februari, menurut data Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Seorang juru bicara militer tidak menanggapi panggilan telepon meminta komentar tentang insiden terbaru.
Polisi di Myitkyina dan Phyar Pon juga tidak menanggapi panggilan telepon tersebut.
Myanmar berada dalam kekacauan sejak militer menggulingkan pemerintahan terpilih yang dipimpin Aung San Suu Kyi. Junta kemudian menahan Suu Kyi dan tokoh politik lainnya.
Para jenderal mengatakan mereka melakukan kudeta karena pemilu November yang dimenangkan Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) pimpinan Suu Kyi dipenuhi kecurangan. Komisi pemilu menyatakan tak ada kecurangan pemilu.
Junta berjanji akan menggelar pemilu lagi, tanpa memberikan tanggal. Sementara itu, aparat keamanan telah menindak keras protes pro-demokrasi yang meluas di negara yang memiliki sejarah kekuasaan militer dan menumpas perbedaan pendapat itu.
Pada Senin, pengunjuk rasa berkumpul di Yangon dan di kota terbesar kedua Mandalay serta beberapa kota lainnya.
Para pengunjuk rasa di Dawei, kota pesisir di selatan, dilindungi Persatuan Nasional Karen, kelompok etnis bersenjata yang terlibat perang berkepanjangan dengan militer.
tulis komentar anda