Inggris Tes Kombinasi Vaksin Pfizer dan AstraZeneca dalam Dua Suntikan
Kamis, 04 Februari 2021 - 15:36 WIB
LONDON - Inggris meluncurkan uji coba untuk menilai respons kekebalan yang dihasilkan jika dosis vaksin COVID-19 dari Pfizer Inc dan AstraZeneca Plc digabungkan dalam dua suntikan.
Para peneliti Inggris mengatakan data tentang memvaksinasi orang dengan dua jenis vaksin virus corona dapat membantu memahami apakah suntikan dapat dilakukan dengan lebih fleksibel di dunia.
Data awal tentang respons kekebalan diharapkan dihasilkan sekitar Juni.
Uji coba tersebut akan memeriksa respons imun dari dosis awal vaksin Pfizer yang diikuti vaksin AstraZeneca, begitu pula sebaliknya, dengan interval 4 dan 12 pekan.
Baik suntikan mRNA yang dikembangkan Pfizer dan Biontech serta vaksin vektor virus adenovirus yang dikembangkan Universitas Oxford dan AstraZeneca saat ini sedang diluncurkan di Inggris, dengan jeda 12 pekan antara dua dosis vaksin yang sama.
Diharapkan lebih banyak vaksin akan ditambahkan ke uji coba setelah disetujui dan diluncurkan.
“Perekrutan untuk studi ini dimulai pada Kamis (4/2), dengan lebih dari 800 peserta diharapkan ambil bagian,” ungkap para peneliti.
Tes itu membuatnya jauh lebih kecil daripada uji klinis yang telah digunakan untuk menentukan kemanjuran vaksin secara individual.
Percobaan tidak akan menilai kemanjuran keseluruhan dari kombinasi suntikan, tetapi para peneliti akan mengukur respon antibodi dan sel-T, serta memantau setiap efek samping yang tidak terduga.
Baca juga: Dituduh Jadi Mata-mata, Inggris Usir Tiga Jurnalis China
Matthew Snape, ahli vaksinasi Oxford yang memimpin uji coba itu mengatakan hasil awal dapat menginformasikan penerapan vaksin pada paruh kedua tahun ini.
"Kami akan mendapatkan beberapa hasil, kami perkirakan, pada Juni atau sekitar itu akan menginformasikan penggunaan dosis penguat di masyarakat umum," papar dia.
Percobaan ini mencari orang yang berusia di atas 50 tahun yang mungkin berisiko lebih tinggi daripada orang yang lebih muda dan belum divaksinasi.
Suntikan AstraZeneca juga sedang diuji dalam kombinasi dengan vaksin Sputnik V Rusia.
Kepala riset pembuat obat Inggris mengatakan lebih banyak studi tentang kombinasi vaksin harus dilakukan.
Para peneliti Inggris mengatakan data tentang memvaksinasi orang dengan dua jenis vaksin virus corona dapat membantu memahami apakah suntikan dapat dilakukan dengan lebih fleksibel di dunia.
Data awal tentang respons kekebalan diharapkan dihasilkan sekitar Juni.
Uji coba tersebut akan memeriksa respons imun dari dosis awal vaksin Pfizer yang diikuti vaksin AstraZeneca, begitu pula sebaliknya, dengan interval 4 dan 12 pekan.
Baik suntikan mRNA yang dikembangkan Pfizer dan Biontech serta vaksin vektor virus adenovirus yang dikembangkan Universitas Oxford dan AstraZeneca saat ini sedang diluncurkan di Inggris, dengan jeda 12 pekan antara dua dosis vaksin yang sama.
Diharapkan lebih banyak vaksin akan ditambahkan ke uji coba setelah disetujui dan diluncurkan.
“Perekrutan untuk studi ini dimulai pada Kamis (4/2), dengan lebih dari 800 peserta diharapkan ambil bagian,” ungkap para peneliti.
Tes itu membuatnya jauh lebih kecil daripada uji klinis yang telah digunakan untuk menentukan kemanjuran vaksin secara individual.
Percobaan tidak akan menilai kemanjuran keseluruhan dari kombinasi suntikan, tetapi para peneliti akan mengukur respon antibodi dan sel-T, serta memantau setiap efek samping yang tidak terduga.
Baca juga: Dituduh Jadi Mata-mata, Inggris Usir Tiga Jurnalis China
Matthew Snape, ahli vaksinasi Oxford yang memimpin uji coba itu mengatakan hasil awal dapat menginformasikan penerapan vaksin pada paruh kedua tahun ini.
"Kami akan mendapatkan beberapa hasil, kami perkirakan, pada Juni atau sekitar itu akan menginformasikan penggunaan dosis penguat di masyarakat umum," papar dia.
Percobaan ini mencari orang yang berusia di atas 50 tahun yang mungkin berisiko lebih tinggi daripada orang yang lebih muda dan belum divaksinasi.
Suntikan AstraZeneca juga sedang diuji dalam kombinasi dengan vaksin Sputnik V Rusia.
Kepala riset pembuat obat Inggris mengatakan lebih banyak studi tentang kombinasi vaksin harus dilakukan.
(sya)
Lihat Juga :
tulis komentar anda