Mencekam, 50 Ibu Kota Negara Bagian AS Bersiap Hadapi Protes Bersenjata

Minggu, 17 Januari 2021 - 06:06 WIB
"Kami siap untuk yang terburuk tetapi kami tetap berharap bahwa mereka yang memilih berdemonstrasi di Capitol melakukannya dengan damai," papar Direktur Kepolisian Negara Bagian Michigan Joe Gasper.

Persepsi bahwa penyerbuan 6 Januari itu berhasil dapat menguatkan para ekstremis domestik yang dimotivasi keluhan anti-pemerintah, ras dan partisan.

“Hal itu mendorong mereka melakukan kekerasan lebih lanjut,” papar laporan buletin intelijen pemerintah tertanggal Rabu yang pertama kali dilaporkan Yahoo News.

Joint Intelligence Bulletin yang diproduksi FBI, Departemen Keamanan Dalam Negeri dan Pusat Kontra Terorisme Nasional, lebih lanjut memperingatkan, "Narasi palsu tentang kecurangan pemilu akan menjadi katalis berkelanjutan bagi kelompok ekstremis.”

Ribuan pasukan Garda Nasional bersenjata kini turun ke jalanan di Washington dalam unjuk kekuatan yang belum pernah terjadi sebelumnya di US Capitol.

National Mall dan berbagai landmark ikonik AS akan ditutup untuk pengunjung pekan depan.

Para pakar mengatakan ibu kota negara bagian medan pertempuran seperti Wisconsin, Michigan, Pennsylvania, dan Arizona termasuk di antara yang paling berisiko mengalami kekerasan.

Tetapi bahkan negara-negara bagian yang tidak terlihat berpotensi besar mengalami kerusuhan, telah mengambil tindakan pencegahan.

Gubernur Illinois JB Pritzker mengatakan meski negara bagiannya belum menerima ancaman khusus, dia meningkatkan keamanan di sekitar Capitol di Springfield, termasuk menambahkan sekitar 250 pasukan Garda Nasional negara bagian.

Mantan wakil menteri untuk Departemen Keamanan Dalam Negeri Suzanne Spaulding mengungkapkan langkah-langkah keamanan semacam itu dapat bertindak sebagai pencegah yang efektif.

“Salah satu cara Anda berpotensi mengurangi masalah adalah dengan postur keamanan yang kuat. Kamu mencoba menghalangi orang untuk mencoba apapun,” ujar Spaulding yang sekarang menjabat penasihat senior di Pusat Studi Strategis dan Internasional.

Beberapa milisi dan kelompok lain telah meminta para pengikutnya tetap tinggal di rumah, dengan alasan peningkatan keamanan atau risiko bahwa berbagai acara yang direncanakan adalah perangkap penegakan hukum.

Meski demikian, Michael Hayden dari Southern Poverty Law Center mengatakan dia sudah lama tidak mengkhawatirkan potensi kekerasan dalam waktu yang lama.

Di antara faktor-faktor lain, dia mengatakan penyensoran yang dirasakan terhadap suara-suara konservatif oleh perusahaan teknologi seperti Twitter telah berfungsi menggabungkan kekuatan ekstremis sayap kanan dan pendukung Partai Republik.

“Ini telah memberikan semacam keluhan pemersatu antara berbagai kelompok yang tidak memiliki hubungan satu sama lain sebelumnya,” ujar Hayden.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More