Dilema Indonesia Hadapi Covid-19: Antara PSBB dan Risiko Kelaparan
Kamis, 14 Mei 2020 - 07:39 WIB
Tetapi Raden mengatakan kepada media Australia; The Sydney Morning Herald dan The Age, bahwa pemerintah tidak mutlak berpatokan pada timeline tersebut dan bahwa timeline Juni didasarkan pada prediksi untuk penyebaran infeksi yang terkandung dalam makalah Singapore University of Technology and Design.
"Kebijakan ekonomi akan selalu didasarkan pada kondisi kesehatan, pada saat wabah dapat ditanggulangi. Saya harus akui, wabah menimbulkan situasi yang sangat sulit bagi perekonomian karena kita memiliki banyak orang mencari nafkah di sektor informal. Ini adalah orang-orang yang dengan upah cukup untuk sehari. Mereka tidak memiliki tabungan," katanya.
"Jika kita menutup ekonomi selama tiga bulan, bagaimana mereka bisa bertahan hidup? Ini juga akan sangat sulit bagi pemerintah untuk memberikan dukungan untuk periode jangka panjang. Pendekatan kami adalah bagaimana cara bertahan dari wabah dan bagaimana menghindari kelaparan," kata Raden, yang dilansir Kamis (14/5/2020). (Baca juga: Bukan Gertak Sambal, China Realisasikan Ancamannya pada Australia )
Batas waktu pemerintah untuk pembukaan kembali ekonomi secara bertahap sekarang kemungkinan adalah Juli atau Agustus mendatang.
"Jika kita terlalu lama menutup (bisnis dan ekonomi), tidak ada yang akan mati karena penyakit ini tetapi kita akan mati karena kelaparan. Kita harus bertahan hidup berdua. Ingat, virus telah ada di antara kita selama sepuluh ribu tahun sehingga kita harus hidup dengan itu," ujar Raden.
Epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono, dari Universitas Indonesia, mengatakan masih terlalu dini untuk melonggarkan PSBB karena jumlah kasus baru masih meningkat.
"Sekarang, wabah ini masih terus berkembang. Ini ditunjukkan dengan jumlah kasus baru yang meningkat. Kurva akan rata pada akhir Juni atau Juli," katanya, ketika membuat perkiraan.
"Membuka kembali bisnis dan ekonomi sebelumnya selama sejumlah besar kasus baru dapat menghasilkan transmisi Covid-19 yang tinggi, maka perataan kurva akan tertunda."
Sebagai perbandingan, Thailand telah mulai melonggarkan pembatasan tetapi masyarakat masih didesak untuk memakai masker dan mempertahankan jarak sosial (social distancing). Negara ini telah memiliki total 3.017 kasus dan 56 kematian sejak wabah dimulai pada Januari, dengan 2.844 pasien telah sembuh.
Malaysia memiliki peningkatan kasus dalam jumlah kecil sejak pelonggaran pembatasan pada 5 Mei. Sedangkan Singapura masih mencatat lonjakan kasus di komunitas pekerja bergaji rendah di sebuah asrama.
"Kebijakan ekonomi akan selalu didasarkan pada kondisi kesehatan, pada saat wabah dapat ditanggulangi. Saya harus akui, wabah menimbulkan situasi yang sangat sulit bagi perekonomian karena kita memiliki banyak orang mencari nafkah di sektor informal. Ini adalah orang-orang yang dengan upah cukup untuk sehari. Mereka tidak memiliki tabungan," katanya.
"Jika kita menutup ekonomi selama tiga bulan, bagaimana mereka bisa bertahan hidup? Ini juga akan sangat sulit bagi pemerintah untuk memberikan dukungan untuk periode jangka panjang. Pendekatan kami adalah bagaimana cara bertahan dari wabah dan bagaimana menghindari kelaparan," kata Raden, yang dilansir Kamis (14/5/2020). (Baca juga: Bukan Gertak Sambal, China Realisasikan Ancamannya pada Australia )
Batas waktu pemerintah untuk pembukaan kembali ekonomi secara bertahap sekarang kemungkinan adalah Juli atau Agustus mendatang.
"Jika kita terlalu lama menutup (bisnis dan ekonomi), tidak ada yang akan mati karena penyakit ini tetapi kita akan mati karena kelaparan. Kita harus bertahan hidup berdua. Ingat, virus telah ada di antara kita selama sepuluh ribu tahun sehingga kita harus hidup dengan itu," ujar Raden.
Epidemiolog Tri Yunis Miko Wahyono, dari Universitas Indonesia, mengatakan masih terlalu dini untuk melonggarkan PSBB karena jumlah kasus baru masih meningkat.
"Sekarang, wabah ini masih terus berkembang. Ini ditunjukkan dengan jumlah kasus baru yang meningkat. Kurva akan rata pada akhir Juni atau Juli," katanya, ketika membuat perkiraan.
"Membuka kembali bisnis dan ekonomi sebelumnya selama sejumlah besar kasus baru dapat menghasilkan transmisi Covid-19 yang tinggi, maka perataan kurva akan tertunda."
Sebagai perbandingan, Thailand telah mulai melonggarkan pembatasan tetapi masyarakat masih didesak untuk memakai masker dan mempertahankan jarak sosial (social distancing). Negara ini telah memiliki total 3.017 kasus dan 56 kematian sejak wabah dimulai pada Januari, dengan 2.844 pasien telah sembuh.
Malaysia memiliki peningkatan kasus dalam jumlah kecil sejak pelonggaran pembatasan pada 5 Mei. Sedangkan Singapura masih mencatat lonjakan kasus di komunitas pekerja bergaji rendah di sebuah asrama.
tulis komentar anda