Indonesia Tolak Permintaan Jadi Tempat Persinggahan Pesawat Mata-mata AS

Selasa, 20 Oktober 2020 - 14:41 WIB
Pesawat mata-mata Poseidon P-8 milik Amerika Serikat (AS). Foto/Naval News
JAKARTA - Pemerintah Indonesia menolak proposal Amerika Serikat (AS) untuk mengizinkan pesawat pengawas maritim P-8 Poseidon mendarat dan mengisi bahan bakar. Hal itu diungkapkan oleh empat pejabat senior pemerintah yang mengetahui hal itu.

Dikutip dari Reuters, Selasa (20/10/2020), para pejabat pemerintah mengatakan para pejabat AS membuat beberapa pendekatan "tingkat tinggi" pada bulan Juli dan Agustus lalu kepada Menteri Pertahanan dan Menter Luar Negeri Indonesia sebelum Presiden Indonesia, Joko Widodo, menolak permintaan tersebut.

Para pejabat itu mengatakan proposisi tersebut, yang muncul ketika AS dan China meningkatkan persaingan mereka untuk mendapatkan pengaruh di Asia Tenggara, mengejutkan pemerintah Indonesia karena Indonesia memiliki kebijakan netralitas dalam kebijakan luar negeri yang sudah berlangsung lama. Negara itu tidak pernah mengizinkan militer asing beroperasi di sana.(Baca juga: Terbang Dekat Wilayah Udara China, Pesawat Mata-mata AS Nyamar Jadi Pesawat Malaysia )



Terlepas dari kedekatan strategis antara AS dan negara-negara Asia Tenggara dalam mengekang ambisi teritorial China, Dino Patti Djalal, mantan duta besar Indonesia untuk Amerika Serikat, mengatakan kebijakan anti-China yang sangat agresif dari AS telah membuat Indonesia dan kawasan itu ketakutan.





"Itu terlihat tidak pada tempatnya," katanya kepada Reuters. "Kami tidak ingin tertipu untuk melakukan kampanye anti-China. Tentu saja kami mempertahankan kemerdekaan kami, tetapi ada keterlibatan ekonomi yang lebih dalam dan China sekarang adalah negara paling berpengaruh di dunia bagi Indonesia," ujarnya.



Greg Poling, seorang analis Asia Tenggara dari Pusat Kajian Strategis dan Internasional yang berbasis di Washington, mengatakan mencoba mendapatkan hak pendaratan untuk pesawat mata-mata adalah contoh jangkauan yang ceroboh.
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :