Eks Pejabat Polisi Meninggal Disel, Turki Dinilai Melanggar HAM
Kamis, 15 Oktober 2020 - 23:18 WIB
ANKARA - Lembaga advokasi Stockholm Center for Freedom (SCF) merilis sejumlah foto mantan Wakil Komisaris Polisi Turki , Mustafa Kabakcloglu (44) meninggal di sel karantina penjara pada 29 Agustus lalu. Dalam laporannya, SCF memaparkan kondisi tidak manusiawi penjara tersebut di mana seseorang dipaksa untuk bertahan hidup.
Dalam foto yang dirilis, tampak tubuh tak bernyawa Kabakcloglu terlihat di kursi dalam posisi duduk, kepalanya terkulai ke belakang dan kukunya membiru.
Foto-foto tersebut juga memperlihatkan kondisi sel Kabakcloglu yang lembab dan kotor serta adanya kotoran di baju yang dikenakannya. Kabakcloglu juga diduga menggunakan tempat sampah sebagai meja makan dan tidak memakan makanan terakhirnya. Hal itu terlihat pada foto makanan yang tidak tersentuh di atas tempat sampah tersebut.
Foto-foto yang lain juga menunjukkan pejabat yang sebelumnya sangat disegani ini hanya tidur di sebuah 'kasur butut' di sebelah tangga. Petugas penjara sebelumnya menyatakan Kabakcloglu dtelah jatuh dari tangga setelah dia kehilangan kesadaran, sehingga lebih nyaman tidur di situ.
Kabakcloglu sebelumnya dilaporkan tengah berjuang dengan berbagai masalah kesehatan selama di penjara. Dia menderita penyakit asma dan diabetes saat menjalani hukuman di Penjara Tertutup, Gumushane E, dan kehilangan berat badan hingga 40 kilogram karena kondisi fasilitas yang buruk.
Pada 20 Agustus Kabakcloglu menderita batuk dan dimasukkan ke dalam sel isolasi karena dicurigai mengidap Covid-19. Ia berada dalam sel isolasi selama sembilan hari berikutnya, dan diklaim meninggal di selnya setelah batuk parah yang berlanjut hingga pagi.(Baca juga: Rusia Tak Setuju dengan Posisi Turki Soal Nagorno-Karabakh )
"Namun, hasil tes post-mortem Covid-19 yang dilakukan kemudian menunjukkan hasil negatif, yang menimbulkan keraguan tentang kondisi kematiannya. Keluarganya mengatakan mereka meragukan dia meninggal di kursi tersebut, apalagi dia bisa menekan tombol darurat meminta bantuan," kata SCFdalam pernyataan yang dimuatdisitusnya, Kamis (15/10/2020).
Petisi yang ditulis Kabakcloglu kepada dokter penjara dua hari sebelum kematiannya juga ditemukan. Dalam petisi, dia mengatakan meskipun dia minum obat yang diresepkan, dia tidak merasa lebih baik. Dia menambahkan bahwa dia mengalami pembengkakan di mulut dan kakinya serta kesulitan berbicara dan berjalan.
"Keluarga Kabakcloglu yang meyakini kematiannya bukan akibat Covid-19 lantas mengadukan hal itu ke Kantor Kepala Kejaksaan Umum Gumushane menuntut agar pihak yang bertanggung jawab atas kematian Kabakcloglu agar ditemukan dan dihukum," kata SCF.
Mustafa Kabakcloglu adalah petugas kepolisian yang dihormati di negaranya dan menerima banyak penghargaan. Ia ditahan karena dituduh terlibat dalam Gerakan Gulen. Dia ditangkap pada Juli 2016 dan diberhentikan dari pekerjaannya pada September 2016 karena diduga menjadi anggota gerakan Gulen. Ia kemudian dijatuhi hukuman tujuh tahun, enam bulan penjara.
Sumbangan yang diberikannya untuk organisasi amal Gulen, kesaksian saksi yang mengklaim dia pergi ke pertemuan keagamaan tersebut dan aplikasi ByLock yang dipasang di teleponnya disajikan sebagai bukti di pengadilan. ByLock adalah aplikasi perpesanan terenkripsi yang digunakan di smartphone dan tersedia di App Store Apple dan Google Play.
Namun, otoritas Turki mengklaim bahwa ByLock adalah alat komunikasi yang secara eksklusif digunakan oleh anggota gerakan Gulen untuk memastikan privasi percakapan mereka.
Pemerintah Turki menuduh gerakan Gulen, sebuah kelompok berbasis agama yang diilhami oleh ulama Muslim Fethullah Gulen , mendalangi upaya kudeta pada Juli 2016 dan menandainya sebagai organisasi teroris. Gerakan tersebut dengan tegas menyangkal keterlibatan dalam upaya kudeta atau aktivitas teroris apa pun.(Baca juga: Hizmet: Kolaborasi Sipil Internasional Memajukan Dunia Melalui Pendidikan )
Menurut SCF ada peningkatan jumlah kematian yang mencurigakan di Turki, kebanyakan terjadi di penjara dan pusat penahanan di mana penyiksaan dan perlakuan buruk dilakukan secara rutin.
Dalam sebagian besar kasus, pihak berwenang mengklasifikasikan kematian ini sebagai bunuh diri tanpa investigasi independen yang efektif. Kematian yang mencurigakan juga telah terjadi di luar tembok penjara di tengah tekanan psikologis dan ancaman pemenjaraan dan penyiksaan, kadang-kadang setelah pembebasan tersangka atau sebelum penahanan mereka.
Jumlah sebenarnya kematian selama keadaan darurat yang diumumkan di Turki pada Juli 2016 masih belum diketahui. Menurut daftar SCF's Suspicious Deaths And Suicides In Turkey, ada hampir 200 kematian yang mencurigakan terjadi di penjara dan pusat penahanan.(Lihat video: Jumlah Halaman Draft Undang-Undang Cipta Kerja Menyusut )
Dalam foto yang dirilis, tampak tubuh tak bernyawa Kabakcloglu terlihat di kursi dalam posisi duduk, kepalanya terkulai ke belakang dan kukunya membiru.
Foto-foto tersebut juga memperlihatkan kondisi sel Kabakcloglu yang lembab dan kotor serta adanya kotoran di baju yang dikenakannya. Kabakcloglu juga diduga menggunakan tempat sampah sebagai meja makan dan tidak memakan makanan terakhirnya. Hal itu terlihat pada foto makanan yang tidak tersentuh di atas tempat sampah tersebut.
Foto-foto yang lain juga menunjukkan pejabat yang sebelumnya sangat disegani ini hanya tidur di sebuah 'kasur butut' di sebelah tangga. Petugas penjara sebelumnya menyatakan Kabakcloglu dtelah jatuh dari tangga setelah dia kehilangan kesadaran, sehingga lebih nyaman tidur di situ.
Kabakcloglu sebelumnya dilaporkan tengah berjuang dengan berbagai masalah kesehatan selama di penjara. Dia menderita penyakit asma dan diabetes saat menjalani hukuman di Penjara Tertutup, Gumushane E, dan kehilangan berat badan hingga 40 kilogram karena kondisi fasilitas yang buruk.
Pada 20 Agustus Kabakcloglu menderita batuk dan dimasukkan ke dalam sel isolasi karena dicurigai mengidap Covid-19. Ia berada dalam sel isolasi selama sembilan hari berikutnya, dan diklaim meninggal di selnya setelah batuk parah yang berlanjut hingga pagi.(Baca juga: Rusia Tak Setuju dengan Posisi Turki Soal Nagorno-Karabakh )
"Namun, hasil tes post-mortem Covid-19 yang dilakukan kemudian menunjukkan hasil negatif, yang menimbulkan keraguan tentang kondisi kematiannya. Keluarganya mengatakan mereka meragukan dia meninggal di kursi tersebut, apalagi dia bisa menekan tombol darurat meminta bantuan," kata SCFdalam pernyataan yang dimuatdisitusnya, Kamis (15/10/2020).
Petisi yang ditulis Kabakcloglu kepada dokter penjara dua hari sebelum kematiannya juga ditemukan. Dalam petisi, dia mengatakan meskipun dia minum obat yang diresepkan, dia tidak merasa lebih baik. Dia menambahkan bahwa dia mengalami pembengkakan di mulut dan kakinya serta kesulitan berbicara dan berjalan.
"Keluarga Kabakcloglu yang meyakini kematiannya bukan akibat Covid-19 lantas mengadukan hal itu ke Kantor Kepala Kejaksaan Umum Gumushane menuntut agar pihak yang bertanggung jawab atas kematian Kabakcloglu agar ditemukan dan dihukum," kata SCF.
Mustafa Kabakcloglu adalah petugas kepolisian yang dihormati di negaranya dan menerima banyak penghargaan. Ia ditahan karena dituduh terlibat dalam Gerakan Gulen. Dia ditangkap pada Juli 2016 dan diberhentikan dari pekerjaannya pada September 2016 karena diduga menjadi anggota gerakan Gulen. Ia kemudian dijatuhi hukuman tujuh tahun, enam bulan penjara.
Sumbangan yang diberikannya untuk organisasi amal Gulen, kesaksian saksi yang mengklaim dia pergi ke pertemuan keagamaan tersebut dan aplikasi ByLock yang dipasang di teleponnya disajikan sebagai bukti di pengadilan. ByLock adalah aplikasi perpesanan terenkripsi yang digunakan di smartphone dan tersedia di App Store Apple dan Google Play.
Namun, otoritas Turki mengklaim bahwa ByLock adalah alat komunikasi yang secara eksklusif digunakan oleh anggota gerakan Gulen untuk memastikan privasi percakapan mereka.
Pemerintah Turki menuduh gerakan Gulen, sebuah kelompok berbasis agama yang diilhami oleh ulama Muslim Fethullah Gulen , mendalangi upaya kudeta pada Juli 2016 dan menandainya sebagai organisasi teroris. Gerakan tersebut dengan tegas menyangkal keterlibatan dalam upaya kudeta atau aktivitas teroris apa pun.(Baca juga: Hizmet: Kolaborasi Sipil Internasional Memajukan Dunia Melalui Pendidikan )
Menurut SCF ada peningkatan jumlah kematian yang mencurigakan di Turki, kebanyakan terjadi di penjara dan pusat penahanan di mana penyiksaan dan perlakuan buruk dilakukan secara rutin.
Dalam sebagian besar kasus, pihak berwenang mengklasifikasikan kematian ini sebagai bunuh diri tanpa investigasi independen yang efektif. Kematian yang mencurigakan juga telah terjadi di luar tembok penjara di tengah tekanan psikologis dan ancaman pemenjaraan dan penyiksaan, kadang-kadang setelah pembebasan tersangka atau sebelum penahanan mereka.
Jumlah sebenarnya kematian selama keadaan darurat yang diumumkan di Turki pada Juli 2016 masih belum diketahui. Menurut daftar SCF's Suspicious Deaths And Suicides In Turkey, ada hampir 200 kematian yang mencurigakan terjadi di penjara dan pusat penahanan.(Lihat video: Jumlah Halaman Draft Undang-Undang Cipta Kerja Menyusut )
(ber)
Lihat Juga :
tulis komentar anda