Perang Armenia-Azerbaijan: 300 Lebih Tewas dan Ribuan Orang Mengungsi
Rabu, 07 Oktober 2020 - 22:55 WIB
Presiden tetangga Iran, Hassan Rouhani, memperingatkan bahwa konflik Azerbaijan-Armenia dapat meningkat menjadi perang regional. Ketakutan itu juga telah disuarakan oleh analis independen yang mencatat, secara khusus, kurangnya intervensi yang berarti oleh pemerintahan Trump di Amerika Serikat (AS).
Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkannya sebagai tragedi. Putin, yang tidak memihak dalam konflik dan yang pemerintahnya telah menjual perangkat keras militer kepada keduanya, mengatakan resolusi damai tampaknya masih jauh.
"Tetapi bagaimanapun, kami menyerukan gencatan senjata," kata Putin.
Putin berbicara melalui telepon pada Rabu dengan timpalannya dari Azerbaijan Ilham Aliyev. Dia sebelumnya telah berbicara dengan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan empat kali sejak pertempuran pecah, menurut Kremlin.
Pemerintah Rusia juga telah menyuarakan keprihatinan atas keterlibatan pejuang dari Suriah dalam konflik tersebut. Presiden Prancis Emmanuel Macron pekan lalu mengatakan bahwa bukti menunjukkan pejuang jihadis Suriah telah melakukan perjalanan ke Kaukasus melalui Turki, yang mendukung Azerbaijan dalam pertempuran tersebut.(Baca juga: Prancis Kantongi Bukti Milisi Suriah Ikut Bertempur di Nagorno Karabakh )
Armenia juga menuduh Turki mengirim tentara bayaran Suriah untuk bergabung dengan pasukan Azerbaijan.
Para pejabat Armenia mengatakan mereka siap untuk terlibat dengan mediator dari apa yang disebut kelompok Minsk - Prancis, Rusia dan AS, yang membantu merundingkan gencatan senjata terakhir atas Nagorno-Karabahk - untuk bekerja menuju kesepakatan baru.(Baca juga: Perang Nagorno-Karabakh, Armenia Siap untuk Gencatan Senjata )
Sejauh ini Azerbaijan, dengan dukungan Turki, telah menolak untuk bernegosiasi, sebaliknya menuntut penarikan semua pasukan Armenia dari wilayah yang memisahkan diri, dan dari wilayah yang berdekatan yang direbut selama perang pada tahun 1990-an.(Baca juga: Azerbaijan: Jika Ingin Gencatan Senjata, Armenia Harus Minta Maaf )
Presiden Rusia Vladimir Putin menggambarkannya sebagai tragedi. Putin, yang tidak memihak dalam konflik dan yang pemerintahnya telah menjual perangkat keras militer kepada keduanya, mengatakan resolusi damai tampaknya masih jauh.
"Tetapi bagaimanapun, kami menyerukan gencatan senjata," kata Putin.
Putin berbicara melalui telepon pada Rabu dengan timpalannya dari Azerbaijan Ilham Aliyev. Dia sebelumnya telah berbicara dengan Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan empat kali sejak pertempuran pecah, menurut Kremlin.
Pemerintah Rusia juga telah menyuarakan keprihatinan atas keterlibatan pejuang dari Suriah dalam konflik tersebut. Presiden Prancis Emmanuel Macron pekan lalu mengatakan bahwa bukti menunjukkan pejuang jihadis Suriah telah melakukan perjalanan ke Kaukasus melalui Turki, yang mendukung Azerbaijan dalam pertempuran tersebut.(Baca juga: Prancis Kantongi Bukti Milisi Suriah Ikut Bertempur di Nagorno Karabakh )
Armenia juga menuduh Turki mengirim tentara bayaran Suriah untuk bergabung dengan pasukan Azerbaijan.
Para pejabat Armenia mengatakan mereka siap untuk terlibat dengan mediator dari apa yang disebut kelompok Minsk - Prancis, Rusia dan AS, yang membantu merundingkan gencatan senjata terakhir atas Nagorno-Karabahk - untuk bekerja menuju kesepakatan baru.(Baca juga: Perang Nagorno-Karabakh, Armenia Siap untuk Gencatan Senjata )
Sejauh ini Azerbaijan, dengan dukungan Turki, telah menolak untuk bernegosiasi, sebaliknya menuntut penarikan semua pasukan Armenia dari wilayah yang memisahkan diri, dan dari wilayah yang berdekatan yang direbut selama perang pada tahun 1990-an.(Baca juga: Azerbaijan: Jika Ingin Gencatan Senjata, Armenia Harus Minta Maaf )
(ber)
tulis komentar anda