Iran Balik Tuding Arab Saudi Pengacau di Timur Tengah
Jum'at, 25 September 2020 - 14:23 WIB
NEW YORK - Perwakilan Tetap Iran di PBB, Majid Takht-Ravanchi, menggambarkan Arab Saudi sebagai sumber utama ketidakstabilan di wilayah Timur Tengah. Ravanchi mengatakan fakta yang sebenarnya adalah Arab Saudi adalah pendukung keuangan utama dari diktator Irak, Saddam Hussein, dan agresi terhadap Yaman.
Pernyataan itu adalah respon terhadap pidato Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud di Sidang Umum PBB yang menyerang Iran. Menurutnya tuduhan yang dilontarkan Raja Salman tidak berdasar dan tidak beralasan.(Baca juga: Raja Salman Serang Iran dalam Debut Sidang Umum PBB )
"Arab Saudi telah menjadi sumber ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah selama beberapa dekade," kata Ravanchi seperti disitir dari kantor berita Iran, IRNA, Jumat (25/9/2020).
Dikatakan oleh Ravanchi bahwa Arab Saudi telah melakukan serangkaian kampanye disinformasi untuk mengalihkan perhatian dari aktivitasnya yang melanggar hukum prinsip-prinsip dasar moralitas dan kemanusiaan dan aturan hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional.
"Arab Saudi adalah pendukung utama keuangan diktator Irak, Saddam Hussein, dalam delapan tahun agresi melawan Republik Islam Iran di mana dia melakukan banyak kejahatan, termasuk penggunaan senjata kimia terhadap Iran dan Kota dan warga Irak," ujarnya.
Ia juga menuding Arab Saudi sebagai pendukung kelompok teroris. Arab Saudi juga menjalankan kebijakan destruktif di Timur Tengah, merujuk pada campur tangan negara kerajaan di Teluk itu dalam konflik Yaman.
Konflik di Yaman telah menyebabkan kematian dan kehancuran di mana ribuan warga sipil tewas dan mengungsi, termasuk anak-anak dan perempuan. Konflik bersenjata itu juga telah menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia karena jutaan orang masih menghadapi risiko kelaparan.(Baca juga: Delapan Juta Anak Putus Sekolah di Yaman Akibat Perang dan Covid-19 )
"Kejahatan semacam itu begitu brutal dan mengerikan sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa menempatkan negara ini di puncak daftar pembunuh anak global. Meskipun kemudian, karena alasan non-profesional yang jelas, namanya dicoret dari daftar itu," ujarnya.
Ravanchi kemudian menegaskan bahwa pemulihan perdamaian dan keamanan di Timur Tengah membutuhkan dialog yang tulus dengan keterlibatan aktif dan konstruktif dari semua negara kawasan berdasarkan rasa saling menghormati, inklusivitas dan prinsip-prinsip dasar hukum internasional.
Ia lantas menyinggung bahwa Presiden Iran telah meluncurkan apa yang disebut sebagai Upaya Perdamaian Hormuz pada Sidang Umum PBB tahun lalu yang menurutnya mendapat reaksi positif dari sejumlah negara kawasan.
"Saya menggarisbawahi bahwa mengandalkan pasukan asing yang kepentingan utamanya menjual lebih banyak senjata mematikan ke wilayah ini belum menghasilkan keamanan bagi wilayah tersebut," ujarnya.
"Sebaliknya, negara-negara kawasan harus menyelesaikan perbedaan mereka melalui dialog dan mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan di kawasan. Dalam konteks ini, Kerajaan Arab Saudi dipanggil untuk menerima seruan semacam itu untuk dialog di antara semua Negara pesisir Teluk Persia," tukasnya.
Pernyataan itu adalah respon terhadap pidato Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud di Sidang Umum PBB yang menyerang Iran. Menurutnya tuduhan yang dilontarkan Raja Salman tidak berdasar dan tidak beralasan.(Baca juga: Raja Salman Serang Iran dalam Debut Sidang Umum PBB )
"Arab Saudi telah menjadi sumber ketidakstabilan di kawasan Timur Tengah selama beberapa dekade," kata Ravanchi seperti disitir dari kantor berita Iran, IRNA, Jumat (25/9/2020).
Dikatakan oleh Ravanchi bahwa Arab Saudi telah melakukan serangkaian kampanye disinformasi untuk mengalihkan perhatian dari aktivitasnya yang melanggar hukum prinsip-prinsip dasar moralitas dan kemanusiaan dan aturan hukum internasional, khususnya hukum humaniter internasional.
"Arab Saudi adalah pendukung utama keuangan diktator Irak, Saddam Hussein, dalam delapan tahun agresi melawan Republik Islam Iran di mana dia melakukan banyak kejahatan, termasuk penggunaan senjata kimia terhadap Iran dan Kota dan warga Irak," ujarnya.
Ia juga menuding Arab Saudi sebagai pendukung kelompok teroris. Arab Saudi juga menjalankan kebijakan destruktif di Timur Tengah, merujuk pada campur tangan negara kerajaan di Teluk itu dalam konflik Yaman.
Konflik di Yaman telah menyebabkan kematian dan kehancuran di mana ribuan warga sipil tewas dan mengungsi, termasuk anak-anak dan perempuan. Konflik bersenjata itu juga telah menyebabkan salah satu krisis kemanusiaan terburuk di dunia karena jutaan orang masih menghadapi risiko kelaparan.(Baca juga: Delapan Juta Anak Putus Sekolah di Yaman Akibat Perang dan Covid-19 )
"Kejahatan semacam itu begitu brutal dan mengerikan sehingga Perserikatan Bangsa-Bangsa menempatkan negara ini di puncak daftar pembunuh anak global. Meskipun kemudian, karena alasan non-profesional yang jelas, namanya dicoret dari daftar itu," ujarnya.
Ravanchi kemudian menegaskan bahwa pemulihan perdamaian dan keamanan di Timur Tengah membutuhkan dialog yang tulus dengan keterlibatan aktif dan konstruktif dari semua negara kawasan berdasarkan rasa saling menghormati, inklusivitas dan prinsip-prinsip dasar hukum internasional.
Ia lantas menyinggung bahwa Presiden Iran telah meluncurkan apa yang disebut sebagai Upaya Perdamaian Hormuz pada Sidang Umum PBB tahun lalu yang menurutnya mendapat reaksi positif dari sejumlah negara kawasan.
"Saya menggarisbawahi bahwa mengandalkan pasukan asing yang kepentingan utamanya menjual lebih banyak senjata mematikan ke wilayah ini belum menghasilkan keamanan bagi wilayah tersebut," ujarnya.
"Sebaliknya, negara-negara kawasan harus menyelesaikan perbedaan mereka melalui dialog dan mengandalkan kemampuan mereka sendiri untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan di kawasan. Dalam konteks ini, Kerajaan Arab Saudi dipanggil untuk menerima seruan semacam itu untuk dialog di antara semua Negara pesisir Teluk Persia," tukasnya.
(ber)
tulis komentar anda