6 Negara Afrika yang Mengusir Tentara Prancis
Senin, 06 Januari 2025 - 04:40 WIB
PARIS - Enam negara Afrika – Mali, Burkina Faso, Niger, Chad, Senegal, dan Pantai Gading – telah memutuskan hubungan militer dengan Prancis. Itu merupakan tonggak sejarah bagi Afrika untuk melepaskan diri dari jerat kolonialisme Prancis.
Prancis semakin tergeser dengan pengaruh Rusia dan China yang semakin kuat menanamkan kedigdayaannya di negara-negara Afrika.
Setelah Prancis mengecam kudeta tersebut, pemerintah militer memainkan narasi populis dan menyalahkan Prancis karena mencampuri pengambilan keputusan negara tersebut. Ratusan orang turun ke jalan, memuji militer dan menyerukan agar Prancis hengkang. Kudeta tersebut memicu serangkaian pengambilalihan di Burkina Faso, Niger, Guinea, dan Gabon.
Pada Juni 2021, Macron mengumumkan pasukan Prancis akan meninggalkan Sahel secara bertahap. Pada Desember 2023, penarikan pasukan tersebut tuntas. Mali sejak itu memperkuat hubungan dengan Rusia, dan tentara bayaran Rusia saat ini beroperasi di wilayah tersebut. Konflik terus berlanjut – lebih dari 5.000 orang tewas di seluruh Sahel pada paruh pertama tahun 2024, dan jutaan orang masih mengungsi, menurut pelacak konflik, ACLED.
Pada bulan Februari 2023, pemerintah militer memerintahkan pasukan Prancis untuk meninggalkan wilayah Burkinabe dalam waktu satu bulan. Sekitar 300 tentara Rusia diperkirakan telah tiba di negara tersebut pada bulan Januari 2024.
Melansir Al Jazeera, banyak warga Niger yang mendukung militer dan menyerukan agar pasukan Prancis yang ditempatkan di Niamey pergi. Pada bulan Desember 2023, pemerintah militer mengusir tentara Prancis.
Prancis semakin tergeser dengan pengaruh Rusia dan China yang semakin kuat menanamkan kedigdayaannya di negara-negara Afrika.
6 Negara Afrika yang Mengusir Tentara Prancis
1. Mali
Melansir Al Jazeera, pada Agustus 2020, sekelompok tentara dari Angkatan Bersenjata Mali memberontak dan merebut kekuasaan dari pemerintah sipil di Bamako, dengan alasan ketidakmampuannya untuk menghentikan meningkatnya tingkat kekerasan.Setelah Prancis mengecam kudeta tersebut, pemerintah militer memainkan narasi populis dan menyalahkan Prancis karena mencampuri pengambilan keputusan negara tersebut. Ratusan orang turun ke jalan, memuji militer dan menyerukan agar Prancis hengkang. Kudeta tersebut memicu serangkaian pengambilalihan di Burkina Faso, Niger, Guinea, dan Gabon.
Pada Juni 2021, Macron mengumumkan pasukan Prancis akan meninggalkan Sahel secara bertahap. Pada Desember 2023, penarikan pasukan tersebut tuntas. Mali sejak itu memperkuat hubungan dengan Rusia, dan tentara bayaran Rusia saat ini beroperasi di wilayah tersebut. Konflik terus berlanjut – lebih dari 5.000 orang tewas di seluruh Sahel pada paruh pertama tahun 2024, dan jutaan orang masih mengungsi, menurut pelacak konflik, ACLED.
2. Burkina Faso
Melansir Al Jazeera, Pemerintah militer saat ini merebut kekuasaan pada Januari 2022 atas dasar kebencian terhadap pemerintah sipil yang dianggap tidak berdaya melawan kelompok bersenjata, dan pemerintah Prancis diyakini mendukungnya.Pada bulan Februari 2023, pemerintah militer memerintahkan pasukan Prancis untuk meninggalkan wilayah Burkinabe dalam waktu satu bulan. Sekitar 300 tentara Rusia diperkirakan telah tiba di negara tersebut pada bulan Januari 2024.
3. Niger
Ketika pemerintahan sipil jatuh di negara-negara tetangga, militer di sana juga melancarkan kudeta pada bulan Juli 2023, menggulingkan dan menahan Presiden Mohamed Bazoum.Melansir Al Jazeera, banyak warga Niger yang mendukung militer dan menyerukan agar pasukan Prancis yang ditempatkan di Niamey pergi. Pada bulan Desember 2023, pemerintah militer mengusir tentara Prancis.
Lihat Juga :
tulis komentar anda