Muslim AS yang Pilih Trump Kecewa dengan Pilihan Kabinetnya yang Pro-Israel
Sabtu, 16 November 2024 - 14:51 WIB
WASHINGTON - Para pemimpin Muslim Amerika Serikat (AS) yang mendukung Donald Trump untuk memprotes dukungan pemerintahan Presiden Joe Biden terhadap perang Israel di Gaza dan serangan terhadap Lebanon sangat kecewa dengan pilihan Kabinet Trump.
"Trump menang karena kami dan kami tidak senang dengan pilihannya sebagai Menteri Luar Negeri dan yang lainnya," ujar Rabiul Chowdhury, investor Philadelphia yang memimpin kampanye "Abandon Harris" di Pennsylvania dan mendirikan "Muslims for Trump".
Dukungan Muslim untuk Trump membantunya memenangkan Michigan dan mungkin menjadi faktor dalam kemenangan negara bagian yang masih belum jelas, menurut para ahli strategi.
Trump memilih senator Partai Republik, Marco Rubio, pendukung setia Israel untuk Menteri Luar Negeri.
Rubio mengatakan awal tahun ini bahwa dia tidak akan menyerukan gencatan senjata di Gaza, dan dia yakin Israel harus menghancurkan "setiap elemen" Hamas. "Orang-orang ini adalah binatang buas," ungkap Rubio.
Trump juga mencalonkan Mike Huckabee, mantan Gubernur Arkansas dan konservatif pro-Israel yang mendukung pendudukan Israel di Tepi Barat dan menyebut solusi dua negara di Palestina "tidak dapat dilaksanakan", sebagai duta besar berikutnya untuk Israel.
Dia telah memilih anggota DPR Partai Republik Elise Stefanik, yang menyebut PBB sebagai "kolam anti-Semitisme" karena mengutuk kematian di Gaza, untuk menjabat sebagai duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Rexhinaldo Nazarko, direktur eksekutif American Muslim Engagement and Empowerment Network (AMEEN), mengatakan para pemilih Muslim berharap Trump akan memilih pejabat Kabinet yang bekerja untuk perdamaian, dan tidak ada tanda-tanda itu.
"Kami sangat kecewa. Sepertinya pemerintahan ini telah diisi sepenuhnya oleh kaum neokonservatif dan orang-orang yang sangat pro-Israel, pro-perang, yang merupakan kegagalan Presiden Trump, terhadap gerakan pro-perdamaian dan anti-perang," papar Nazarko.
Nazarko mengatakan masyarakat akan terus mendesak agar suaranya didengar setelah mengumpulkan suara untuk membantu Trump menang. “Setidaknya kami ada di peta,” ungkap dia.
Hassan Abdel Salam, mantan profesor di University of Minnesota, Twin Cities dan salah satu pendiri kampanye “Abandon Harris”, yang mendukung kandidat Partai Hijau Jill Stein mengatakan rencana penempatan staf Trump tidak mengejutkan, tetapi terbukti lebih ekstrem dari yang ditakutkannya.
“Sepertinya dia sedang melakukan Zionisme berlebihan. Kami selalu sangat skeptic. Jelas kami masih menunggu untuk melihat ke mana pemerintahan akan bergerak, tetapi tampaknya komunitas kami telah dipermainkan,” tegas dia.
Kampanye Trump tidak segera menanggapi email yang meminta komentar.
Beberapa pendukung Trump yang beragama Muslim dan Arab mengatakan mereka berharap Richard Grenell, mantan Direktur Intelijen Nasional Trump, akan memainkan peran kunci setelah dia memimpin upaya penjangkauan selama berbulan-bulan kepada komunitas Muslim dan Arab Amerika, dan bahkan diperkenalkan sebagai calon Menteri Luar Negeri berikutnya di berbagai acara.
Sekutu utama Trump lainnya, Massad Boulos, ayah mertua asal Lebanon dari putri Trump, Tiffany, bertemu berulang kali dengan para pemimpin Arab-Amerika dan Muslim.
Keduanya berjanji kepada para pemilih Arab-Amerika dan Muslim bahwa Trump adalah kandidat perdamaian yang akan bertindak cepat untuk mengakhiri perang di Timur Tengah dan sekitarnya. Keduanya tidak dapat segera dihubungi.
Trump melakukan beberapa kunjungan ke kota-kota dengan populasi Arab-Amerika dan Muslim yang besar, termasuk singgah di Dearborn, kota mayoritas Arab, di mana dia mengatakan dia mencintai Muslim, dan Pittsburgh, di mana dia menyebut, “Muslim untuk Trump sebagai gerakan yang indah. Mereka menginginkan perdamaian. Mereka menginginkan stabilitas."
Rola Makki, Wakil Ketua Muslim Lebanon-Amerika untuk Penjangkauan Partai Republik Michigan, menepis kritik tersebut.
"Saya tidak berpikir semua orang akan senang dengan setiap pengangkatan yang dilakukan Trump, tetapi hasilnya adalah yang terpenting," ujar dia.
Dia menjelaskan, “Saya tahu Trump menginginkan perdamaian, dan yang perlu disadari orang-orang adalah ada 50.000 warga Palestina yang tewas dan 3.000 warga Lebanon yang tewas, dan itu terjadi selama pemerintahan saat ini.”
"Trump menang karena kami dan kami tidak senang dengan pilihannya sebagai Menteri Luar Negeri dan yang lainnya," ujar Rabiul Chowdhury, investor Philadelphia yang memimpin kampanye "Abandon Harris" di Pennsylvania dan mendirikan "Muslims for Trump".
Dukungan Muslim untuk Trump membantunya memenangkan Michigan dan mungkin menjadi faktor dalam kemenangan negara bagian yang masih belum jelas, menurut para ahli strategi.
Trump memilih senator Partai Republik, Marco Rubio, pendukung setia Israel untuk Menteri Luar Negeri.
Rubio mengatakan awal tahun ini bahwa dia tidak akan menyerukan gencatan senjata di Gaza, dan dia yakin Israel harus menghancurkan "setiap elemen" Hamas. "Orang-orang ini adalah binatang buas," ungkap Rubio.
Trump juga mencalonkan Mike Huckabee, mantan Gubernur Arkansas dan konservatif pro-Israel yang mendukung pendudukan Israel di Tepi Barat dan menyebut solusi dua negara di Palestina "tidak dapat dilaksanakan", sebagai duta besar berikutnya untuk Israel.
Dia telah memilih anggota DPR Partai Republik Elise Stefanik, yang menyebut PBB sebagai "kolam anti-Semitisme" karena mengutuk kematian di Gaza, untuk menjabat sebagai duta besar AS untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Rexhinaldo Nazarko, direktur eksekutif American Muslim Engagement and Empowerment Network (AMEEN), mengatakan para pemilih Muslim berharap Trump akan memilih pejabat Kabinet yang bekerja untuk perdamaian, dan tidak ada tanda-tanda itu.
"Kami sangat kecewa. Sepertinya pemerintahan ini telah diisi sepenuhnya oleh kaum neokonservatif dan orang-orang yang sangat pro-Israel, pro-perang, yang merupakan kegagalan Presiden Trump, terhadap gerakan pro-perdamaian dan anti-perang," papar Nazarko.
Nazarko mengatakan masyarakat akan terus mendesak agar suaranya didengar setelah mengumpulkan suara untuk membantu Trump menang. “Setidaknya kami ada di peta,” ungkap dia.
Hassan Abdel Salam, mantan profesor di University of Minnesota, Twin Cities dan salah satu pendiri kampanye “Abandon Harris”, yang mendukung kandidat Partai Hijau Jill Stein mengatakan rencana penempatan staf Trump tidak mengejutkan, tetapi terbukti lebih ekstrem dari yang ditakutkannya.
“Sepertinya dia sedang melakukan Zionisme berlebihan. Kami selalu sangat skeptic. Jelas kami masih menunggu untuk melihat ke mana pemerintahan akan bergerak, tetapi tampaknya komunitas kami telah dipermainkan,” tegas dia.
Kampanye Trump tidak segera menanggapi email yang meminta komentar.
Beberapa pendukung Trump yang beragama Muslim dan Arab mengatakan mereka berharap Richard Grenell, mantan Direktur Intelijen Nasional Trump, akan memainkan peran kunci setelah dia memimpin upaya penjangkauan selama berbulan-bulan kepada komunitas Muslim dan Arab Amerika, dan bahkan diperkenalkan sebagai calon Menteri Luar Negeri berikutnya di berbagai acara.
Sekutu utama Trump lainnya, Massad Boulos, ayah mertua asal Lebanon dari putri Trump, Tiffany, bertemu berulang kali dengan para pemimpin Arab-Amerika dan Muslim.
Keduanya berjanji kepada para pemilih Arab-Amerika dan Muslim bahwa Trump adalah kandidat perdamaian yang akan bertindak cepat untuk mengakhiri perang di Timur Tengah dan sekitarnya. Keduanya tidak dapat segera dihubungi.
Trump melakukan beberapa kunjungan ke kota-kota dengan populasi Arab-Amerika dan Muslim yang besar, termasuk singgah di Dearborn, kota mayoritas Arab, di mana dia mengatakan dia mencintai Muslim, dan Pittsburgh, di mana dia menyebut, “Muslim untuk Trump sebagai gerakan yang indah. Mereka menginginkan perdamaian. Mereka menginginkan stabilitas."
Rola Makki, Wakil Ketua Muslim Lebanon-Amerika untuk Penjangkauan Partai Republik Michigan, menepis kritik tersebut.
"Saya tidak berpikir semua orang akan senang dengan setiap pengangkatan yang dilakukan Trump, tetapi hasilnya adalah yang terpenting," ujar dia.
Dia menjelaskan, “Saya tahu Trump menginginkan perdamaian, dan yang perlu disadari orang-orang adalah ada 50.000 warga Palestina yang tewas dan 3.000 warga Lebanon yang tewas, dan itu terjadi selama pemerintahan saat ini.”
(sya)
tulis komentar anda