Houthi Tembak Jatuh Drone Reaper AS Lainnya, Gunakan Rudal Murah Buatan Sendiri
Sabtu, 18 Mei 2024 - 07:29 WIB
Pasukan Amerika telah mengerahkan Reaper secara massal di wilayah tersebut untuk membantu kampanye serangan mereka di Yaman yang bertujuan melemahkan kemampuan rudal dan drone yang dikerahkan Houthi untuk menegakkan blokade parsial Laut Merah yang menargetkan kapal niaga dan kapal perang negara-negara yang memiliki hubungan dengan Israel, Amerika Serikat, dan Inggris.
Diperkenalkan ke dalam layanan Angkatan Udara AS pada tahun 2008, Reaper memiliki waktu ketahanan 27 jam dan ketinggian penerbangan 50.000 kaki.
Drone itu telah banyak digunakan dalam operasi AS di Yaman, Afghanistan, Irak, dan Suriah selama lebih dari 15 tahun, dengan lebih dari 300 unit telah dibuat.
UAV bersenjata sepanjang 11 meter memiliki lebar sayap 20 meter, dapat membawa hingga 1.700 kg persenjataan pada tujuh cantelan eksternal, dan dapat melaju dengan kecepatan hampir 500 km per jam, dengan kecepatan jelajah lebih dari 300 km per jam.
Kelompok Houthi telah berjanji melanjutkan blokade parsial mereka sampai Israel menghentikan serangannya di Gaza.
Houthi menolak semua upaya yang dilakukan AS dan sekutunya hingga saat ini untuk menghentikan serangan rudal dan pesawat tak berawak mereka, baik dengan kekerasan atau melalui upaya diam-diam untuk menyuap mereka.
Penembakan Reaper terjadi beberapa jam setelah pejuang Houthi mengulangi ancamannya untuk menargetkan kapal-kapal Israel di Mediterania.
“Kami akan menargetkan kapal mana pun yang menuju Israel yang berada dalam jangkauan senjata kami,” tegas Pemimpin Houthi Abdul-Malik al-Houthi dalam pidatonya pada Kamis.
“Tidak ada garis merah bagi kami. Kami secara bertahap mencapai sasaran strategis sensitif yang berdampak pada musuh dan kami akan mencapainya dengan izin Tuhan,” ungkap dia.
Al-Houthi menegaskan kembali bahwa milisi melihat AS “terlibat dengan rezim Zionis dalam genosida terhadap rakyat Palestina,” dan menuduh Washington diam-diam menyetujui serangan rezim kolonial terhadap Rafah.
Diperkenalkan ke dalam layanan Angkatan Udara AS pada tahun 2008, Reaper memiliki waktu ketahanan 27 jam dan ketinggian penerbangan 50.000 kaki.
Drone itu telah banyak digunakan dalam operasi AS di Yaman, Afghanistan, Irak, dan Suriah selama lebih dari 15 tahun, dengan lebih dari 300 unit telah dibuat.
UAV bersenjata sepanjang 11 meter memiliki lebar sayap 20 meter, dapat membawa hingga 1.700 kg persenjataan pada tujuh cantelan eksternal, dan dapat melaju dengan kecepatan hampir 500 km per jam, dengan kecepatan jelajah lebih dari 300 km per jam.
Kelompok Houthi telah berjanji melanjutkan blokade parsial mereka sampai Israel menghentikan serangannya di Gaza.
Houthi menolak semua upaya yang dilakukan AS dan sekutunya hingga saat ini untuk menghentikan serangan rudal dan pesawat tak berawak mereka, baik dengan kekerasan atau melalui upaya diam-diam untuk menyuap mereka.
Penembakan Reaper terjadi beberapa jam setelah pejuang Houthi mengulangi ancamannya untuk menargetkan kapal-kapal Israel di Mediterania.
“Kami akan menargetkan kapal mana pun yang menuju Israel yang berada dalam jangkauan senjata kami,” tegas Pemimpin Houthi Abdul-Malik al-Houthi dalam pidatonya pada Kamis.
“Tidak ada garis merah bagi kami. Kami secara bertahap mencapai sasaran strategis sensitif yang berdampak pada musuh dan kami akan mencapainya dengan izin Tuhan,” ungkap dia.
Al-Houthi menegaskan kembali bahwa milisi melihat AS “terlibat dengan rezim Zionis dalam genosida terhadap rakyat Palestina,” dan menuduh Washington diam-diam menyetujui serangan rezim kolonial terhadap Rafah.
tulis komentar anda