Israel Bunuh 300 Ulama dan Hancurkan 500 Masjid di Gaza
Jum'at, 10 Mei 2024 - 20:15 WIB
“Kami menyerahkan tanggung jawab ini kepada mereka, dan besok di akhirat, kami akan mempertanyakan mereka di hadapan Tuhan tentang apa yang telah mereka lakukan untuk saudara-saudari Muslim mereka di Gaza,” ungkap mereka.
Ulama dan syekh terkemuka di Gaza, seperti Taiseer Ibrahim, Najeeba Al-Da'alees, Awni Own, Wael Al-Zird, Basem Al-Safadi, dan banyak lainnya, termasuk di antara mereka yang menjadi sasaran serangan militer yang ganas tersebut.
Profesor Taiseer Ibrahim, dekan Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Gaza dan anggota Komunitas Cendekiawan Palestina, menghabiskan seluruh hidupnya untuk mempelajari Islam.
Dia memperoleh gelar sarjana dan magister dalam doktrin Islam dan fiqh (Fikih Islam) dari Universitas Islam Gaza dan kemudian melanjutkan ke Universitas Islam di Malaysia untuk mengejar gelar PhD di bidang fiqh Islam.
Selain berkhotbah, dia menggunakan ilmunya untuk menasihati masyarakatnya tentang masalah perceraian, perselisihan, dan warisan.
Ibrahim terbunuh pada hari-hari pertama perang setelah serangan udara Israel membom rumahnya di Kamp Pengungsi Al-Nusairat.
Putranya Mohammed, mahasiswa kedokteran tahun kelima, berbicara tentang kesedihannya pada MEE.
“Dia bukan hanya ayah saya tetapi saudara laki-laki, teman, dan rekan saya,” ujar dia.
Mohammed menggambarkan mendiang ayahnya sebagai “simbol cinta, pengampunan, dan kemurahan hati”.
Ulama dan syekh terkemuka di Gaza, seperti Taiseer Ibrahim, Najeeba Al-Da'alees, Awni Own, Wael Al-Zird, Basem Al-Safadi, dan banyak lainnya, termasuk di antara mereka yang menjadi sasaran serangan militer yang ganas tersebut.
Kita Harus Hentikan Kengerian Ini
Profesor Taiseer Ibrahim, dekan Fakultas Syariah dan Hukum di Universitas Islam Gaza dan anggota Komunitas Cendekiawan Palestina, menghabiskan seluruh hidupnya untuk mempelajari Islam.
Dia memperoleh gelar sarjana dan magister dalam doktrin Islam dan fiqh (Fikih Islam) dari Universitas Islam Gaza dan kemudian melanjutkan ke Universitas Islam di Malaysia untuk mengejar gelar PhD di bidang fiqh Islam.
Selain berkhotbah, dia menggunakan ilmunya untuk menasihati masyarakatnya tentang masalah perceraian, perselisihan, dan warisan.
Ibrahim terbunuh pada hari-hari pertama perang setelah serangan udara Israel membom rumahnya di Kamp Pengungsi Al-Nusairat.
Putranya Mohammed, mahasiswa kedokteran tahun kelima, berbicara tentang kesedihannya pada MEE.
“Dia bukan hanya ayah saya tetapi saudara laki-laki, teman, dan rekan saya,” ujar dia.
Mohammed menggambarkan mendiang ayahnya sebagai “simbol cinta, pengampunan, dan kemurahan hati”.
tulis komentar anda