Mengapa Tak Ada Pemimpin Amerika Serikat yang Jadi Buronan ICC?

Jum'at, 03 Mei 2024 - 14:08 WIB
Jamaika

Jepang

Jordan

Kazakhstan

Kenya

Kiribati

Korea Selatan

Kosovo

Kuwait

Kirgizstan

Laos

Latvia

Lesotho

Liberia

Libya

Liechtenstein

Lithuania

Luksemburg

Madagaskar

Malawi

Malaysia

Maladewa

Mali

Malta

Kepulauan Marshall

Mauritania

Mauritius

Meksiko

Mikronesia

Moldova

Monako

Mongolia

Montenegro

Mozambik

Namibia

Nauru

Belanda

Selandia Baru

Nikaragua

Niger

Nigeria

Norwegia

Palau

Palestina

Panama

Papua Nugini

Paraguay

Peru

Filipina

Polandia

Portugal

Qatar

Rumania

Rusia

Rwanda

Saint Kitts dan Nevis

Saint Lucia

Saint Vincent dan Grenadines

Samoa

San Marino

Sao Tome dan Principe

Dari data itu, jelas bahwa Rusia dan Israel bukan negara anggota ICC dan mengeklaim tidak tunduk pada pengadilan tersebut. Amerika Serikat pun demikian.

Mengapa Tak Ada Pemimpin AS yang Jadi Buronan ICC?



Amerika Serikat (AS) tercatat sebagai negara yang paling banyak melakukan agresi terhadap negara lain. Agresi, yang sebagian tanpa mandat Dewan Keamanan PBB, berpotensi menjadi kejahatan perang.

Contoh, invasi AS ke Irak pada 2003 atas tuduhan rezim Presiden Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal. Invasi di era kepemimpinan Presiden AS George Walker Bush memicu kecaman global.

Tuduhan rezim Saddam Hussein memiliki senjata pemusnah massal diketahui sebagai tuduhan palsu dan Saddam Hussein digulingkan. Imbas invasi itu adalah Irak kacau balau hingga bertahun-tahun.

Namun, ICC tak mengusik Bush dan para pejabat AS.

Contoh lainnya adalah perang AS dan sekutunya di Afghanistan, di mana banyak warga sipil menjadi korbannya.

Mengacu pada definisi ICC, apa yang terjdi di Irak dan Afghanistan semestinya juga termasuk kejahatan perang.

Amerika Serikat tidak mengakui yurisdiksi ICC atas warga negaranya. Alasan utamanya adalah kekhawatiran bahwa yurisdiksi ICC dapat digunakan untuk mengejar dan mengadili personel militer dan pejabat pemerintah Amerika Serikat atas tindakan yang dianggap sebagai kejahatan perang atau pelanggaran hak asasi manusia dalam konteks konflik militer atau kebijakan luar negeri AS.

Selain itu, Amerika Serikat telah mengadopsi "American Service-Members' Protection Act", undang-undang yang memberikan perlindungan hukum bagi personel militer AS dari penangkapan dan penuntutan oleh ICC.

Undang-undang ini, yang dikenal juga sebagai "Undang-Undang Hukum Pelayanan Asing" atau "Hague Invasion Act" memberikan wewenang kepada pemerintah AS untuk menggunakan kekuatan militer guna membebaskan personel militer AS yang ditangkap oleh ICC.
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More