Israel Bunuh 3 Putra dan 3 Cucu Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh
Kamis, 11 April 2024 - 09:01 WIB
GAZA - Serangan Israel di Jalur Gaza menewaskan tiga putra dan beberapa cucu Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh.
Kabar itu diungkap Al Jazeera pada Rabu (10/4/2024). Ismail Haniyeh mengatakan kematian putra-putranya tidak akan mempengaruhi tuntutan gerakan tersebut untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.
“Kematian putra-putra saya tidak akan mempengaruhi tuntutan gerakan tersebut melakukan gencatan senjata,” ujar Haniyeh, seperti dikutip Sky News Arabia.
Pada November 2023, media memberitakan kematian cucu perempuan Haniyeh. Serangan ini terjadi tepat saat umat Islam di Gaza dan penjuru dunia merayakan Idulfitri.
Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, Haniyeh mengomentari pembunuhan putra dan cucunya akibat serangan udara Israel pada Rabu.
Hanyeh mengatakan, “Anak-anak saya tinggal bersama rakyat kami di Gaza dan tidak meninggalkan Jalur Gaza.”
“Semua rakyat kami dan semua keluarga warga Gaza telah membayar harga yang mahal dengan darah anak-anak mereka, dan saya adalah salah satu dari mereka,” ujar dia.
Dia menjelaskan, sebanyak 60 anggota keluarganya tewas dalam genosida oleh Israel yang sedang berlangsung di depan mata dunia.
“Penjajah percaya bahwa dengan menargetkan putra-putra para pemimpin, hal itu akan mematahkan tekad rakyat kami,” papar dia.
Dia menekankan, “Kami mengatakan kepada pendudukan bahwa darah ini hanya akan membuat kami lebih teguh pada prinsip dan keterikatan kami terhadap tanah kami.”
“Musuh tidak akan berhasil mencapai tujuannya dan kastilnya tidak akan runtuh. Apa yang gagal diekstraksi musuh melalui pembunuhan, penghancuran, dan genosida, tidak akan mereka ambil dalam negosiasi,” tegas Haniyeh.
“Musuh berkhayal jika mereka mengira dengan membunuh anak-anak saya, kita akan mengubah posisi kita. Darah anak-anakku tidak lebih berharga daripada darah orang-orang kami yang mati syahid di Gaza, karena mereka semua adalah anak-anakku,” ungkap dia.
Pemimpin politik Hamas juga mengatakan, “Darah anak-anak saya adalah pengorbanan dalam perjalanan untuk membebaskan Palestina.”
“Kami tidak akan ragu dan tidak akan mundur, dan kami akan terus melanjutkan upaya kami untuk membebaskan Al-Quds dan Al-Aqsa,” ungkap dia.
Haniyeh juga mengomentari ancaman Israel menyerang kota Rafah di Gaza selatan, tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina yang sebagian besar dari mereka adalah pengungsi.
“Ancaman tersebut, tidak membuat takut rakyat atau perlawanan kami. Kami tidak akan tunduk pada pemerasan yang dilakukan pendudukan, karena mereka yang menyerah tidak akan terhindar,” papar dia.
“Anda melihat singa-singa perlawanan menyerang tentara musuh setelah enam bulan berperang di Gaza, dan ini adalah bukti kegagalan musuh Zionis dalam perangnya,” ungkap dia.
Tiga putra dan tiga cucu Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, tewas pada Rabu oleh serangan Israel terhadap mobil sipil di kamp pengungsi Shati di Kota Gaza, Al-Jazeera melaporkan.
Menurut Al-Jazeera, enam orang tewas saat mereka sedang bepergian dengan mobil untuk mengucapkan selamat Idulfitri kepada anggota keluarga mereka.
Koresponden Al-Jazeera menyebutkan, serangan itu dilakukan dengan rudal yang diluncurkan drone yang langsung menargetkan mobil tersebut dan menewaskan semua orang di dalamnya, kecuali satu anak yang mengalami luka ringan dan dibawa ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli.
Menurut kantor berita Palestina Shehab, para korban diidentifikasi sebagai Muhammad Haniyeh; Hazem Haniyeh dan putrinya, Amal; Amir Haniyeh, putranya, Khaled dan putrinya, Razan.
Haniyeh, yang lahir di kamp pengungsi Shati pada 1962, adalah pemimpin Hamas yang memenangkan pemilu legislatif Palestina tahun 2006, dan kemudian menjadi Perdana Menteri Negara Palestina.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas memberhentikan Haniyeh dari jabatannya pada bulan Juni 2007.
Haniyeh adalah pemimpin Hamas di Jalur Gaza dari tahun 2006 hingga Februari 2017, ketika dia digantikan Yahya Sinwar.
Pada tanggal 6 Mei 2017, dia terpilih sebagai ketua Biro Politik Hamas, menggantikan Khaled Mashaal dan pindah dari Gaza ke Qatar.
Saat ini diadili di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 33.482 warga Palestina telah terbunuh, dan 76.049 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Pada 22 Maret, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia masih bertekad memasuki Rafah karena tidak ada cara lain untuk mengalahkan pasukan Hamas yang tersisa.
Netanyahu mengatakan dia akan melakukannya dengan atau tanpa dukungan AS.
Banyak negara dan organisasi internasional, termasuk Amerika Serikat dan PBB, menentang rencana rezim kolonial Israel melanjutkan operasi barbar di Rafah.
Kabar itu diungkap Al Jazeera pada Rabu (10/4/2024). Ismail Haniyeh mengatakan kematian putra-putranya tidak akan mempengaruhi tuntutan gerakan tersebut untuk gencatan senjata di Jalur Gaza.
“Kematian putra-putra saya tidak akan mempengaruhi tuntutan gerakan tersebut melakukan gencatan senjata,” ujar Haniyeh, seperti dikutip Sky News Arabia.
Pada November 2023, media memberitakan kematian cucu perempuan Haniyeh. Serangan ini terjadi tepat saat umat Islam di Gaza dan penjuru dunia merayakan Idulfitri.
Dalam wawancara dengan Al-Jazeera, Haniyeh mengomentari pembunuhan putra dan cucunya akibat serangan udara Israel pada Rabu.
Hanyeh mengatakan, “Anak-anak saya tinggal bersama rakyat kami di Gaza dan tidak meninggalkan Jalur Gaza.”
“Semua rakyat kami dan semua keluarga warga Gaza telah membayar harga yang mahal dengan darah anak-anak mereka, dan saya adalah salah satu dari mereka,” ujar dia.
Dia menjelaskan, sebanyak 60 anggota keluarganya tewas dalam genosida oleh Israel yang sedang berlangsung di depan mata dunia.
“Penjajah percaya bahwa dengan menargetkan putra-putra para pemimpin, hal itu akan mematahkan tekad rakyat kami,” papar dia.
Dia menekankan, “Kami mengatakan kepada pendudukan bahwa darah ini hanya akan membuat kami lebih teguh pada prinsip dan keterikatan kami terhadap tanah kami.”
“Musuh tidak akan berhasil mencapai tujuannya dan kastilnya tidak akan runtuh. Apa yang gagal diekstraksi musuh melalui pembunuhan, penghancuran, dan genosida, tidak akan mereka ambil dalam negosiasi,” tegas Haniyeh.
“Musuh berkhayal jika mereka mengira dengan membunuh anak-anak saya, kita akan mengubah posisi kita. Darah anak-anakku tidak lebih berharga daripada darah orang-orang kami yang mati syahid di Gaza, karena mereka semua adalah anak-anakku,” ungkap dia.
Pemimpin politik Hamas juga mengatakan, “Darah anak-anak saya adalah pengorbanan dalam perjalanan untuk membebaskan Palestina.”
“Kami tidak akan ragu dan tidak akan mundur, dan kami akan terus melanjutkan upaya kami untuk membebaskan Al-Quds dan Al-Aqsa,” ungkap dia.
Haniyeh juga mengomentari ancaman Israel menyerang kota Rafah di Gaza selatan, tempat sekitar 1,5 juta warga Palestina yang sebagian besar dari mereka adalah pengungsi.
“Ancaman tersebut, tidak membuat takut rakyat atau perlawanan kami. Kami tidak akan tunduk pada pemerasan yang dilakukan pendudukan, karena mereka yang menyerah tidak akan terhindar,” papar dia.
“Anda melihat singa-singa perlawanan menyerang tentara musuh setelah enam bulan berperang di Gaza, dan ini adalah bukti kegagalan musuh Zionis dalam perangnya,” ungkap dia.
Apa yang Terjadi
Tiga putra dan tiga cucu Ismail Haniyeh, kepala biro politik Hamas, tewas pada Rabu oleh serangan Israel terhadap mobil sipil di kamp pengungsi Shati di Kota Gaza, Al-Jazeera melaporkan.
Menurut Al-Jazeera, enam orang tewas saat mereka sedang bepergian dengan mobil untuk mengucapkan selamat Idulfitri kepada anggota keluarga mereka.
Koresponden Al-Jazeera menyebutkan, serangan itu dilakukan dengan rudal yang diluncurkan drone yang langsung menargetkan mobil tersebut dan menewaskan semua orang di dalamnya, kecuali satu anak yang mengalami luka ringan dan dibawa ke Rumah Sakit Baptis Al-Ahli.
Menurut kantor berita Palestina Shehab, para korban diidentifikasi sebagai Muhammad Haniyeh; Hazem Haniyeh dan putrinya, Amal; Amir Haniyeh, putranya, Khaled dan putrinya, Razan.
Siapakah Ismail Haniyeh?
Haniyeh, yang lahir di kamp pengungsi Shati pada 1962, adalah pemimpin Hamas yang memenangkan pemilu legislatif Palestina tahun 2006, dan kemudian menjadi Perdana Menteri Negara Palestina.
Presiden Otoritas Palestina Mahmoud Abbas memberhentikan Haniyeh dari jabatannya pada bulan Juni 2007.
Haniyeh adalah pemimpin Hamas di Jalur Gaza dari tahun 2006 hingga Februari 2017, ketika dia digantikan Yahya Sinwar.
Pada tanggal 6 Mei 2017, dia terpilih sebagai ketua Biro Politik Hamas, menggantikan Khaled Mashaal dan pindah dari Gaza ke Qatar.
Genosida Gaza
Saat ini diadili di Mahkamah Internasional atas tuduhan genosida terhadap warga Palestina, Israel telah melancarkan perang yang menghancurkan di Gaza.
Menurut Kementerian Kesehatan Gaza, 33.482 warga Palestina telah terbunuh, dan 76.049 terluka dalam genosida Israel yang sedang berlangsung di Gaza mulai tanggal 7 Oktober.
Selain itu, 7.000 orang belum ditemukan, diperkirakan tewas di bawah reruntuhan rumah mereka di seluruh Jalur Gaza.
Organisasi-organisasi Palestina dan internasional mengatakan mayoritas dari mereka yang terbunuh dan terluka adalah perempuan dan anak-anak.
Pada 22 Maret, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengatakan dia masih bertekad memasuki Rafah karena tidak ada cara lain untuk mengalahkan pasukan Hamas yang tersisa.
Netanyahu mengatakan dia akan melakukannya dengan atau tanpa dukungan AS.
Banyak negara dan organisasi internasional, termasuk Amerika Serikat dan PBB, menentang rencana rezim kolonial Israel melanjutkan operasi barbar di Rafah.
(sya)
tulis komentar anda