China Bertekad Perkuat Kontrol Propaganda Isu Etnis Minoritas di Internet
Senin, 05 Februari 2024 - 15:47 WIB
Artikel jurnal itu muncul ketika Beijing menekankan perlunya mewujudkan visi Presiden Xi Jinping untuk "menempa rasa kebersamaan bangsa Chinaā€¯, yang menganjurkan integrasi lebih besar terhadap kelompok etnis minoritas dan mengutamakan kepentingan bangsa China.
Laporan SCMP mencatat bahwa keluhan terkait kelompok etnis minoritas telah lama menjadi sumber utama ketegangan di tengah masyarakat China, khususnya di Xinjiang dan Tibet.
Menurutu laporan tersebut, meski Beijing telah banyak mengurangi intensitas ketegangan dalam beberapa tahun terakhir dengan memperketat kebijakan keamanan dan budaya di kawasan itu, tindakan mereka telah menuai kritik besar-besaran dalam bidang pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Perlu dicatat bahwa isu-isu utama yang disoroti dalam kritik-kritik ini termasuk kamp pendidikan ulang dan penahanan kerja paksa terhadap sekitar satu juta orang, yang sebagian besar adalah Muslim Uighur di Xinjiang.
Disebutkan juga mengenai pendaftaran paksa sekitar satu juta anak-anak Tibet di sekolah-sekolah kolonial yang dirancang untuk melakukan sinifikasi terhadap mereka.
Merespons kritik asing, artikel di Qiushi mengatakan bahwa komunikasi eksternal China terhadap kelompok etnis minoritasnya tidak efektif, dan mengeklaim bahwa Beijing "memiliki poin valid tetapi tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif."
Tanpa menyebutkan nama negara mana pun, Qiushi menyebutkan hal itu disebabkan "dominasi hegemonik" beberapa negara.
Artikel itu mencatat bahwa belakangan ini Beijing telah meningkatkan upaya dengan harapan bahwa komunikasi globalnya akan lebih selaras dengan narasinya.
Laporan SCMP, lebih lanjut, mengatakan bahwa salah satu contoh upaya China adalah peningkatan tajam penggunaan kata "Xizang" di Beijing sejak tahun lalu dibandingkan "Tibet" dalam artikel berbahasa Inggris di media pemerintah China.
Ketegangan Etnis
Laporan SCMP mencatat bahwa keluhan terkait kelompok etnis minoritas telah lama menjadi sumber utama ketegangan di tengah masyarakat China, khususnya di Xinjiang dan Tibet.
Menurutu laporan tersebut, meski Beijing telah banyak mengurangi intensitas ketegangan dalam beberapa tahun terakhir dengan memperketat kebijakan keamanan dan budaya di kawasan itu, tindakan mereka telah menuai kritik besar-besaran dalam bidang pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Perlu dicatat bahwa isu-isu utama yang disoroti dalam kritik-kritik ini termasuk kamp pendidikan ulang dan penahanan kerja paksa terhadap sekitar satu juta orang, yang sebagian besar adalah Muslim Uighur di Xinjiang.
Disebutkan juga mengenai pendaftaran paksa sekitar satu juta anak-anak Tibet di sekolah-sekolah kolonial yang dirancang untuk melakukan sinifikasi terhadap mereka.
Merespons kritik asing, artikel di Qiushi mengatakan bahwa komunikasi eksternal China terhadap kelompok etnis minoritasnya tidak efektif, dan mengeklaim bahwa Beijing "memiliki poin valid tetapi tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif."
Tanpa menyebutkan nama negara mana pun, Qiushi menyebutkan hal itu disebabkan "dominasi hegemonik" beberapa negara.
Artikel itu mencatat bahwa belakangan ini Beijing telah meningkatkan upaya dengan harapan bahwa komunikasi globalnya akan lebih selaras dengan narasinya.
Laporan SCMP, lebih lanjut, mengatakan bahwa salah satu contoh upaya China adalah peningkatan tajam penggunaan kata "Xizang" di Beijing sejak tahun lalu dibandingkan "Tibet" dalam artikel berbahasa Inggris di media pemerintah China.
Lihat Juga :
tulis komentar anda