China Bertekad Perkuat Kontrol Propaganda Isu Etnis Minoritas di Internet
Senin, 05 Februari 2024 - 15:47 WIB
BEIJING - Menanggapi pentingnya mewujudkan visi Presiden Xi Jinping untuk "menempa rasa kebersamaan bangsa China", sebuah kantor kebijakan utama Partai Komunis China (CCP) telah berjanji memperketat kontrol atas diskusi terkait etnis minoritas di internet dan di media cetak.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan apa yang disebut kantor tersebut sebagai risiko ideologis terkait minoritas, khususnya di Xinjiang dan Tibet. Demikian laporan kantor berita SCMP pada 2 Februari lalu, yang mengutip jurnal teori Partai Komunis; Qiushi, sehari sebelumnya.
Artikel tersebut, yang ditulis kelompok kepemimpinan Partai Komunis di Komisi Urusan Etnis Nasional—kantor yang bertanggung jawab merancang dan menerapkan undang-undang mengenai kebijakan China terhadap kelompok etnis minoritas—menyerukan pengawasan lebih besar terhadap opini publik dan diskusi seputar etnis minoritas dan isu-isu terkait lainnya di dunia maya.
Masih dari artikel itu, disebutkan adanya "risiko-risiko” dari komunitas etnis minoritas, dan "mekanisme tanggung jawab kerja ideologi" harus diimplementasikan untuk mengatasinya.
"(Kita harus) dengan tegas menangkis infiltrasi ‘tiga kekuatan’, yang mengacu pada terorisme, separatisme, dan ekstremisme agama. (Kita harus) mengatur lebih lanjut publikasi yang berkaitan dengan kelompok etnis minoritas," bunyi artikel tersebut, seperti dilansir dari Tibetanreview.net, Senin (5/2/2024)
Komisi tersebut telah menyerukan pengawasan lebih besar agar para pejabat dapat "dengan cepat dan tepat" menangani keluhan yang melibatkan isu-isu terkait kelompok etnis minoritas, dan untuk "benar-benar menjunjung tinggi pencegahan risiko regional dan sistemik di wilayah etnis."
Selain menyerukan kontrol yang lebih besar, artikel tersebut juga menyatakan untuk mendukung lebih banyak sumber daya yang dicurahkan ke dalam seni—seperti publikasi, panggung, dan seni visual—yang dapat membantu kelompok etnis minoritas mengidentifikasi dan mengenal lebih dalam budaya China.
"(Kita) harus menjadikan internet sebagai kontributor terbesar untuk memperkuat kesadaran komunitas bangsa China," lanjut artikel tersebut.
Artikel jurnal itu muncul ketika Beijing menekankan perlunya mewujudkan visi Presiden Xi Jinping untuk "menempa rasa kebersamaan bangsa China”, yang menganjurkan integrasi lebih besar terhadap kelompok etnis minoritas dan mengutamakan kepentingan bangsa China.
Laporan SCMP mencatat bahwa keluhan terkait kelompok etnis minoritas telah lama menjadi sumber utama ketegangan di tengah masyarakat China, khususnya di Xinjiang dan Tibet.
Menurutu laporan tersebut, meski Beijing telah banyak mengurangi intensitas ketegangan dalam beberapa tahun terakhir dengan memperketat kebijakan keamanan dan budaya di kawasan itu, tindakan mereka telah menuai kritik besar-besaran dalam bidang pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Perlu dicatat bahwa isu-isu utama yang disoroti dalam kritik-kritik ini termasuk kamp pendidikan ulang dan penahanan kerja paksa terhadap sekitar satu juta orang, yang sebagian besar adalah Muslim Uighur di Xinjiang.
Disebutkan juga mengenai pendaftaran paksa sekitar satu juta anak-anak Tibet di sekolah-sekolah kolonial yang dirancang untuk melakukan sinifikasi terhadap mereka.
Merespons kritik asing, artikel di Qiushi mengatakan bahwa komunikasi eksternal China terhadap kelompok etnis minoritasnya tidak efektif, dan mengeklaim bahwa Beijing "memiliki poin valid tetapi tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif."
Tanpa menyebutkan nama negara mana pun, Qiushi menyebutkan hal itu disebabkan "dominasi hegemonik" beberapa negara.
Artikel itu mencatat bahwa belakangan ini Beijing telah meningkatkan upaya dengan harapan bahwa komunikasi globalnya akan lebih selaras dengan narasinya.
Laporan SCMP, lebih lanjut, mengatakan bahwa salah satu contoh upaya China adalah peningkatan tajam penggunaan kata "Xizang" di Beijing sejak tahun lalu dibandingkan "Tibet" dalam artikel berbahasa Inggris di media pemerintah China.
Mereka melihat istilah "Tibet" dalam diskusi internasional kerap dikaitkan dengan pemimpin spiritual di pengasingan, Dalai Lama.
Tujuannya adalah untuk menghilangkan apa yang disebut kantor tersebut sebagai risiko ideologis terkait minoritas, khususnya di Xinjiang dan Tibet. Demikian laporan kantor berita SCMP pada 2 Februari lalu, yang mengutip jurnal teori Partai Komunis; Qiushi, sehari sebelumnya.
Artikel tersebut, yang ditulis kelompok kepemimpinan Partai Komunis di Komisi Urusan Etnis Nasional—kantor yang bertanggung jawab merancang dan menerapkan undang-undang mengenai kebijakan China terhadap kelompok etnis minoritas—menyerukan pengawasan lebih besar terhadap opini publik dan diskusi seputar etnis minoritas dan isu-isu terkait lainnya di dunia maya.
Baca Juga
Masih dari artikel itu, disebutkan adanya "risiko-risiko” dari komunitas etnis minoritas, dan "mekanisme tanggung jawab kerja ideologi" harus diimplementasikan untuk mengatasinya.
"(Kita harus) dengan tegas menangkis infiltrasi ‘tiga kekuatan’, yang mengacu pada terorisme, separatisme, dan ekstremisme agama. (Kita harus) mengatur lebih lanjut publikasi yang berkaitan dengan kelompok etnis minoritas," bunyi artikel tersebut, seperti dilansir dari Tibetanreview.net, Senin (5/2/2024)
Komisi tersebut telah menyerukan pengawasan lebih besar agar para pejabat dapat "dengan cepat dan tepat" menangani keluhan yang melibatkan isu-isu terkait kelompok etnis minoritas, dan untuk "benar-benar menjunjung tinggi pencegahan risiko regional dan sistemik di wilayah etnis."
Selain menyerukan kontrol yang lebih besar, artikel tersebut juga menyatakan untuk mendukung lebih banyak sumber daya yang dicurahkan ke dalam seni—seperti publikasi, panggung, dan seni visual—yang dapat membantu kelompok etnis minoritas mengidentifikasi dan mengenal lebih dalam budaya China.
"(Kita) harus menjadikan internet sebagai kontributor terbesar untuk memperkuat kesadaran komunitas bangsa China," lanjut artikel tersebut.
Artikel jurnal itu muncul ketika Beijing menekankan perlunya mewujudkan visi Presiden Xi Jinping untuk "menempa rasa kebersamaan bangsa China”, yang menganjurkan integrasi lebih besar terhadap kelompok etnis minoritas dan mengutamakan kepentingan bangsa China.
Ketegangan Etnis
Laporan SCMP mencatat bahwa keluhan terkait kelompok etnis minoritas telah lama menjadi sumber utama ketegangan di tengah masyarakat China, khususnya di Xinjiang dan Tibet.
Menurutu laporan tersebut, meski Beijing telah banyak mengurangi intensitas ketegangan dalam beberapa tahun terakhir dengan memperketat kebijakan keamanan dan budaya di kawasan itu, tindakan mereka telah menuai kritik besar-besaran dalam bidang pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Perlu dicatat bahwa isu-isu utama yang disoroti dalam kritik-kritik ini termasuk kamp pendidikan ulang dan penahanan kerja paksa terhadap sekitar satu juta orang, yang sebagian besar adalah Muslim Uighur di Xinjiang.
Disebutkan juga mengenai pendaftaran paksa sekitar satu juta anak-anak Tibet di sekolah-sekolah kolonial yang dirancang untuk melakukan sinifikasi terhadap mereka.
Merespons kritik asing, artikel di Qiushi mengatakan bahwa komunikasi eksternal China terhadap kelompok etnis minoritasnya tidak efektif, dan mengeklaim bahwa Beijing "memiliki poin valid tetapi tidak mampu mengkomunikasikannya secara efektif."
Tanpa menyebutkan nama negara mana pun, Qiushi menyebutkan hal itu disebabkan "dominasi hegemonik" beberapa negara.
Artikel itu mencatat bahwa belakangan ini Beijing telah meningkatkan upaya dengan harapan bahwa komunikasi globalnya akan lebih selaras dengan narasinya.
Laporan SCMP, lebih lanjut, mengatakan bahwa salah satu contoh upaya China adalah peningkatan tajam penggunaan kata "Xizang" di Beijing sejak tahun lalu dibandingkan "Tibet" dalam artikel berbahasa Inggris di media pemerintah China.
Mereka melihat istilah "Tibet" dalam diskusi internasional kerap dikaitkan dengan pemimpin spiritual di pengasingan, Dalai Lama.
(mas)
Lihat Juga :
tulis komentar anda