Hadapi Gelombang Ketiga, Hong Kong Terancam Kolaps
Rabu, 05 Agustus 2020 - 10:53 WIB
Hong Kong menghadapi gelombang kedua pada Maret lalu setelah banyak mahasiswa dan penduduk di luar negeri kembali. Hong Kong saat itu langsung memberlakukan pengontrolan ketat perbatasan dan melarang orang asing yang bukan penduduk masuk ke wilayah itu. Semua orang baru kembali dari luar negeri harus melaksanakan tes korona dan karantina selama 14 hari. (Baca juga: Arkeolog Israel Menemukan 'Wajah Tuhan')
Mereka juga harus mengenakan gelang elektronik untuk melacak kedatangan dan memastikan tetap berada di rumah. Hong Kong tetap mewajibkan warganya memakai masker dan melaksanakan aturan jaga jarak.
Kebijakan itu pun bekerja dengan baik sehingga transmisi lokal pun menurun. Kehidupan warga pun kembali normal. Tapi, kini mereka terancam dengan hadirnya gelombang ketiga. Jumlah kasus virus corona terus meningkat dalam dua pekan terakhir.
“Memang sungguh mengecewakan dan membuat frustrasi karena Hong Kong sebelumnya mampu mengontrol virus korona,” kata Malik Peiris, pakar virologi di Universitas Hong Kong dilansir BBC. Dia meyakini, dua hal harus dilakukan. Pertama, karantina bagi warga yang baru kembali dari luar negeri harus dilakukan. “Faktanya, banyak orang yang melanggar karantina mandiri,” katanya. (Baca juga: Covid-19 Bikin Merana Puluhan Ribu Pekerja di Tangsel)
Kedua, keputusan pemerintah tidak melaksanakan tes bagi warga yang kembali ke Hong Kong juga menjadi penyebab munculnya lagi gelombang ketiga. Hong Kong mengecualikan sekitar 200.000 orang, termasuk pelaut, awak penerbangan, dan eksekutif perusahaan dari kewajiban karantina.
Selain itu, kehidupan yang kembali normal di Hong Kong untuk menghidupkan kembali ekonomi kota itu menjadi taruhan besar. Sebagai kota internasional dan pelabuhan perdagangan, Hong Kong menjadi pusat penerbangan dan pertukaran awak kapal serta pesawat. Kemudian Hong Kong juga bergantung dari China dalam hal pangan dan kebutuhan pokok lainnya.
Bukan hanya Hong Kong, berbagai negara dunia kini menghadapi dilema berat karena terjadi peningkatan jumlah kasus korona. Apalagi itu terjadi di tengah pelonggaran lockdown yang dilakukan sejumlah negara. Namun, beberapa negara justru kembali menerapkan aturan lockdown baru karena peningkatan jumlah kasus korona.
Seperti di negara bagian Victoria, Australia, mendeklarasikan status darurat dan pemberlakuan lockdown baru untuk menangkap infeksi virus corona. Dengan aturan baru, warga diminta tidak diperbolehkan keluar rumah karena pemberlakuan jam malam. Padahal Australia merupakan negara yang sukses menangkal virus corona dan melaksanakan tes Covid-19. (Baca juga: WHO Pastikan Vaksin Covid-19 yang Ada Saat Ini Abal-abal)
Perdana Menteri (PM) Negara Bagian Victoria, Daniel Andrews mengatakan, pemberlakuan jam malam memang bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus korona. “Kita harus bergerak lebih cepat,” katanya. Dia mengatakan, pemberlakuan jam malam berlangsung hingga 13 September mendatang.
Penduduk Melbourne, ibu kota Victoria, juga diperbolehkan berbelanja dan berolahraga dengan jarak lima kilometer dari rumah mereka. Semua siswa juga diminta kembali belajar di rumah. Semua pusat penampungan anak juga ditutup. “Dengan aturan baru, polisi akan mendapatkan tambahan tugas baru untuk membatasi pergerakan,” kata Andrews.
Mereka juga harus mengenakan gelang elektronik untuk melacak kedatangan dan memastikan tetap berada di rumah. Hong Kong tetap mewajibkan warganya memakai masker dan melaksanakan aturan jaga jarak.
Kebijakan itu pun bekerja dengan baik sehingga transmisi lokal pun menurun. Kehidupan warga pun kembali normal. Tapi, kini mereka terancam dengan hadirnya gelombang ketiga. Jumlah kasus virus corona terus meningkat dalam dua pekan terakhir.
“Memang sungguh mengecewakan dan membuat frustrasi karena Hong Kong sebelumnya mampu mengontrol virus korona,” kata Malik Peiris, pakar virologi di Universitas Hong Kong dilansir BBC. Dia meyakini, dua hal harus dilakukan. Pertama, karantina bagi warga yang baru kembali dari luar negeri harus dilakukan. “Faktanya, banyak orang yang melanggar karantina mandiri,” katanya. (Baca juga: Covid-19 Bikin Merana Puluhan Ribu Pekerja di Tangsel)
Kedua, keputusan pemerintah tidak melaksanakan tes bagi warga yang kembali ke Hong Kong juga menjadi penyebab munculnya lagi gelombang ketiga. Hong Kong mengecualikan sekitar 200.000 orang, termasuk pelaut, awak penerbangan, dan eksekutif perusahaan dari kewajiban karantina.
Selain itu, kehidupan yang kembali normal di Hong Kong untuk menghidupkan kembali ekonomi kota itu menjadi taruhan besar. Sebagai kota internasional dan pelabuhan perdagangan, Hong Kong menjadi pusat penerbangan dan pertukaran awak kapal serta pesawat. Kemudian Hong Kong juga bergantung dari China dalam hal pangan dan kebutuhan pokok lainnya.
Bukan hanya Hong Kong, berbagai negara dunia kini menghadapi dilema berat karena terjadi peningkatan jumlah kasus korona. Apalagi itu terjadi di tengah pelonggaran lockdown yang dilakukan sejumlah negara. Namun, beberapa negara justru kembali menerapkan aturan lockdown baru karena peningkatan jumlah kasus korona.
Seperti di negara bagian Victoria, Australia, mendeklarasikan status darurat dan pemberlakuan lockdown baru untuk menangkap infeksi virus corona. Dengan aturan baru, warga diminta tidak diperbolehkan keluar rumah karena pemberlakuan jam malam. Padahal Australia merupakan negara yang sukses menangkal virus corona dan melaksanakan tes Covid-19. (Baca juga: WHO Pastikan Vaksin Covid-19 yang Ada Saat Ini Abal-abal)
Perdana Menteri (PM) Negara Bagian Victoria, Daniel Andrews mengatakan, pemberlakuan jam malam memang bertujuan untuk memperlambat penyebaran virus korona. “Kita harus bergerak lebih cepat,” katanya. Dia mengatakan, pemberlakuan jam malam berlangsung hingga 13 September mendatang.
Penduduk Melbourne, ibu kota Victoria, juga diperbolehkan berbelanja dan berolahraga dengan jarak lima kilometer dari rumah mereka. Semua siswa juga diminta kembali belajar di rumah. Semua pusat penampungan anak juga ditutup. “Dengan aturan baru, polisi akan mendapatkan tambahan tugas baru untuk membatasi pergerakan,” kata Andrews.
Lihat Juga :
tulis komentar anda