Parlemen Uni Eropa Dukung Sanksi Sepihak terhadap Azerbaijan
Jum'at, 06 Oktober 2023 - 12:01 WIB
BRUSSELS - Parlemen Eropa pada Kamis (5/10/2023) mengadopsi resolusi yang menyerukan sanksi terhadap kepemimpinan politik dan militer Azerbaijan dengan alasan “pembersihan etnis” orang-orang Armenia di Nagorno Karabakh.
Resolusi tersebut disetujui dengan 491 suara mendukung dan hanya sembilan suara menentang.
Resolusi tersebut menyerukan, “UE dan negara-negara anggotanya untuk menerapkan sanksi yang ditargetkan terhadap individu-individu dalam Pemerintahan Azerbaijan yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Nagorno-Karabakh dan menuntut penyelidikan atas pelanggaran oleh pasukan Azerbaijan yang dapat dianggap sebagai kejahatan perang.”
Resolusi tersebut juga menyatakan solidaritas terhadap etnis Armenia di Nagorno-Karabakh “yang terpaksa meninggalkan rumah dan tanah leluhur mereka” dan “menganggap bahwa situasi saat ini sama dengan pembersihan etnis.”
Operasi militer kilat yang dilakukan Azerbaijan pada bulan lalu di wilayah yang disengketakan digambarkan sebagai “serangan militer yang telah direncanakan sebelumnya dan tidak dapat dibenarkan… yang mengakibatkan banyak korban jiwa, yang merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional, dan jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional, dan pelanggaran gencatan senjata trilateral tanggal 9 November 2020.”
Anggota Parlemen Eropa menuntut agar UE menangguhkan semua impor minyak dan gas dari Azerbaijan “jika terjadi agresi militer terhadap integritas wilayah Armenia atau serangan terhadap tatanan konstitusional dan institusi demokrasi Armenia.”
Resolusi tersebut juga menyerukan UE untuk menilai kembali kemitraan energinya dengan Baku.
Tahun lalu, blok tersebut menandatangani perjanjian untuk menggandakan impor gas alam dari Azerbaijan pada tahun 2027, untuk menutupi kekurangan yang disebabkan embargo Barat terhadap Rusia.
Dalam perdebatan mengenai resolusi tersebut awal pekan ini, Fabio Massimo Castaldo dari Gerakan Bintang 5 Italia mengecam “keheningan UE, yang mengorbankan penduduk Armenia atas nama realpolitik,” sementara Ketua Partai Reli Nasional Prancis Jordan Bardella berpendapat UE “lebih memilih gas daripada darah orang Armenia.”
Lebih dari 100.000 etnis Armenia telah meninggalkan Nagorno-Karabakh sejak milisi lokal menyerah kepada pasukan Azerbaijan pada 20 September, setelah seharian bertempur.
Azerbaijan telah berulang kali menuding Armenia secara eksplisit mengakui wilayah bekas pemisahan diri itu sebagai wilayah kedaulatan Azerbaijan, termasuk pada pembicaraan Oktober lalu di Praha yang diselenggarakan UE.
Baku menggambarkan serangannya sebagai tindakan “kontraterorisme” terhadap kelompok bersenjata ilegal.
Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri tidak diakui oleh negara mana pun, termasuk Armenia.
UE telah menjadwalkan pembicaraan damai antara Armenia dan Azerbaijan pada Kamis, di kota Granada, Spanyol.
Namun pemerintah Azerbaijan membatalkan partisipasinya pada Rabu, dengan mengatakan ketidakhadiran Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan menghasilkan “suasana anti-Azerbaijan.”
Resolusi tersebut disetujui dengan 491 suara mendukung dan hanya sembilan suara menentang.
Resolusi tersebut menyerukan, “UE dan negara-negara anggotanya untuk menerapkan sanksi yang ditargetkan terhadap individu-individu dalam Pemerintahan Azerbaijan yang bertanggung jawab atas pelanggaran hak asasi manusia di Nagorno-Karabakh dan menuntut penyelidikan atas pelanggaran oleh pasukan Azerbaijan yang dapat dianggap sebagai kejahatan perang.”
Resolusi tersebut juga menyatakan solidaritas terhadap etnis Armenia di Nagorno-Karabakh “yang terpaksa meninggalkan rumah dan tanah leluhur mereka” dan “menganggap bahwa situasi saat ini sama dengan pembersihan etnis.”
Operasi militer kilat yang dilakukan Azerbaijan pada bulan lalu di wilayah yang disengketakan digambarkan sebagai “serangan militer yang telah direncanakan sebelumnya dan tidak dapat dibenarkan… yang mengakibatkan banyak korban jiwa, yang merupakan pelanggaran berat terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional, dan jelas merupakan pelanggaran terhadap hak asasi manusia dan hukum internasional, dan pelanggaran gencatan senjata trilateral tanggal 9 November 2020.”
Anggota Parlemen Eropa menuntut agar UE menangguhkan semua impor minyak dan gas dari Azerbaijan “jika terjadi agresi militer terhadap integritas wilayah Armenia atau serangan terhadap tatanan konstitusional dan institusi demokrasi Armenia.”
Resolusi tersebut juga menyerukan UE untuk menilai kembali kemitraan energinya dengan Baku.
Tahun lalu, blok tersebut menandatangani perjanjian untuk menggandakan impor gas alam dari Azerbaijan pada tahun 2027, untuk menutupi kekurangan yang disebabkan embargo Barat terhadap Rusia.
Dalam perdebatan mengenai resolusi tersebut awal pekan ini, Fabio Massimo Castaldo dari Gerakan Bintang 5 Italia mengecam “keheningan UE, yang mengorbankan penduduk Armenia atas nama realpolitik,” sementara Ketua Partai Reli Nasional Prancis Jordan Bardella berpendapat UE “lebih memilih gas daripada darah orang Armenia.”
Lebih dari 100.000 etnis Armenia telah meninggalkan Nagorno-Karabakh sejak milisi lokal menyerah kepada pasukan Azerbaijan pada 20 September, setelah seharian bertempur.
Azerbaijan telah berulang kali menuding Armenia secara eksplisit mengakui wilayah bekas pemisahan diri itu sebagai wilayah kedaulatan Azerbaijan, termasuk pada pembicaraan Oktober lalu di Praha yang diselenggarakan UE.
Baku menggambarkan serangannya sebagai tindakan “kontraterorisme” terhadap kelompok bersenjata ilegal.
Republik Nagorno-Karabakh yang memproklamirkan diri tidak diakui oleh negara mana pun, termasuk Armenia.
UE telah menjadwalkan pembicaraan damai antara Armenia dan Azerbaijan pada Kamis, di kota Granada, Spanyol.
Namun pemerintah Azerbaijan membatalkan partisipasinya pada Rabu, dengan mengatakan ketidakhadiran Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan akan menghasilkan “suasana anti-Azerbaijan.”
(sya)
tulis komentar anda