Taliban Paksa Wanita yang Cerai Kembali ke Mantan Suami yang Kasar

Selasa, 07 Maret 2023 - 07:46 WIB
Di bawah rezim yang digulingkan, pengadilan keluarga khusus dengan hakim dan pengacara perempuan didirikan untuk mengadili kasus-kasus seperti itu, tetapi otoritas Taliban telah membuat sistem peradilan baru mereka menjadi urusan laki-laki.

Nazifa mengatakan kepada AFP bahwa lima mantan kliennya telah melaporkan berada dalam situasi yang sama dengan Marwa.

Pengacara lain, yang tidak ingin disebutkan namanya, mengatakan kepada AFP bahwa dia baru-baru ini menyaksikan kasus pengadilan di mana seorang wanita berjuang melawan pemaksaan dirinya dipersatukan kembali dengan mantan suaminya.

Dia menambahkan bahwa perceraian di bawah pemerintahan Taliban terbatas ketika seorang suami adalah seorang pecandu narkoba atau telah meninggalkan negara itu.

“Tetapi dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga atau ketika suami tidak menyetujui cerai, maka pengadilan tidak mengabulkannya,” katanya.

Jaringan penampungan dan layanan nasional yang pernah mendukung perempuan hampir seluruhnya runtuh, sementara Kementerian Urusan Perempuan dan Komisi Hak Asasi Manusia telah dihapus.

Taliban Mengetuk Pintu



Sana berusia 15 tahun ketika menikah dengan sepupunya, 10 tahun lebih tua darinya.

"Dia akan memukuli saya jika bayi kami menangis atau makanannya tidak enak," katanya sambil menyiapkan teh di atas kompor gas di sebuah rumah tempat dia tinggal secara rahasia.

"Dia biasa mengatakan bahwa seorang wanita tidak memiliki hak untuk berbicara."

Dengan bantuan proyek layanan hukum gratis, dia memenangkan perceraian dari suaminya di pengadilan-–tetapi kelegaannya hancur ketika komandan Taliban datang mengetuk.

Terancam akan kehilangan hak asuh atas keempat putrinya, dia kembali ke mantan suaminya yang saat itu juga telah menikah dengan wanita lain.

Dia melarikan diri setelah mantan suami mengumumkan pertunangan putrinya dengan anggota Taliban.

"Putri saya berkata, 'Ibu, kami akan bunuh diri'," kata Sana.

Dia dapat mengumpulkan sejumlah uang dan melarikan diri bersama anak-anaknya, dan dengan bantuan seorang kerabat menemukan sebuah rumah dengan satu kamar, hanya dilengkapi dengan kompor gas dan beberapa bantal untuk tidur.

"Setiap kali ada ketukan di pintu, saya khawatir dia menemukan saya dan datang untuk membawa anak-anak pergi."

Cobaan untuk Anak-anak Afghanistan



Seorang pejabat Taliban mengatakan kepada AFP bahwa pihak berwenang akan menyelidiki kasus-kasus seperti itu di mana perempuan yang sebelumnya bercerai dipaksa untuk kembali ke mantan suami mereka.

"Jika kami menerima keluhan seperti itu, kami akan menyelidikinya sesuai syariah," kata Inayatullah, juru bicara Mahkamah Agung Taliban, yang seperti banyak warga Afghanistan menggunakan satu nama.

Ketika ditanya apakah rezim Taliban akan mengakui perceraian yang diberikan di bawah pemerintahan sebelumnya, dia berkata: "Ini adalah masalah yang penting dan rumit."

"Dar al-Ifta sedang menyelidikinya. Ketika sampai pada keputusan yang seragam, maka kita akan lihat," katanya, merujuk pada lembaga yang berafiliasi dengan pengadilan yang mengeluarkan keputusan tentang syariah.

Bagi Marwa dan putri-putrinya yang bertahan hidup dengan menjahit baju, trauma tersebut menyisakan luka psikologis yang mendalam.

“Sayangnya saya tidak akan bisa menikahkan mereka,” kata Marwa sambil menatap putrinya.

"Mereka memberitahu saya, 'Ibu, melihat betapa buruknya hidupmu, kami membenci kata suami'."
Dapatkan berita terbaru, follow WhatsApp Channel SINDOnews sekarang juga!
Halaman :
tulis komentar anda
Follow
Video Rekomendasi
Berita Terkait
Rekomendasi
Terpopuler
Berita Terkini More