Terancam Corona, Erdogan Didesak Bebaskan Pendukung Gulen dari Penjara

Senin, 30 Maret 2020 - 09:35 WIB
Terancam Corona, Erdogan...
Terancam Corona, Erdogan Didesak Bebaskan Pendukung Gulen dari Penjara
A A A
ANKARA - Lembaga hak asasi manusia, Human Rights Watch (HRW), mendesak pemerintah Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan untuk membebaskan para tahanan politik, termasuk pendukung Fethullah Gulen dari penjara. Hal itu untuk mencegah mereka terinfeksi virus corona baru, COVID-19.

Menurut HRW yang memantau peradilan di Turki selama ini, pemerintah Erdogan telah memenjarakan banyak warganya karena menjadi simpatisan ulama Turki Fethullah Gulen. Mereka di antaranya, para aktivis, ibu-ibu hamil dan yang memiliki anak-anak balita, jurnalis kritis dan aktivis lainnya.

Gulen adalah ulama terkemuka Turki yang berada di pengasingan di Amerika Serikat. Ulama tersebut dituduh pemerintah Erdogan sebagai dalang kudeta tahun 2016 yang berakhir dengan kegagalan.

"Kondisi penjara Turki yang sangat padat, mendorong pemerintah untuk mempercepat rencana dalam rancangan undang-undang (RUU) yang akan dirapatkan di parlemen pada minggu ini. Hal ini dikarenakan mengingat risiko penyebaran virus corona yang sangat besar bagi mereka yang berkumpul di satu tempat," kata HRW yang dikutip dari situsnya, Senin (20/3/2020).

Langkah Pemerintah Turki yang hendak membebaskan tahanan untuk mencegah penularan virus corona disambut baik, terutama oleh kalangan aktivis HAM. Dalam RUU yang diusulkan oleh pemerintah, akan ada 100.000 tahanan yang dibantu keringanan hukuman, dari total populasi penjara di Turki yang hampir berjumlah 300.000 tahanan.

Namun yang dikritisi oleh organisasi HAM, keringanan tersebut tidak berlaku bagi ribuan tahanan yang diadili atau dihukum karena pelanggaran terorisme atau kejahatan terhadap negara.

"Terorisme mungkin terdengar masuk akal untuk tidak diberikan keringanan hukuman, tetapi di Turki, pemerintah menyalahgunakan tuduhan untuk tujuan politik," lanjut pernyataan HRW.

Banyak narapidana ditempatkan dalam penahanan pra-peradilan yang panjang atau dihukum tanpa bukti bahwa mereka melakukan tindakan kekerasan, menghasut, atau memberikan bantuan kepada kelompok bersenjata terlarang. Di antara mereka adalah wartawan bernama Ahmet Altan, serta para politisi Selahattin Demirtas dan Figen Yuksekdag.

Selain mereka, aktivis pembela HAM juga menjadi korban dari tindakan keras rezim Turki, yakni Osman Kavala. Terdapat ribuan pegawai negeri sipil yang juga dipecat dan merasakan nasib yang sama karena memiliki hubungan dengan gerakan Fethullah Gulen.

HRW telah bekerja selama bertahun-tahun terkait penyalahgunaan hukum terorisme di Turki, termasuk bagaimana pengadilan mendefinisikan penggunaan hak untuk berkumpul sebagai pelanggaran terorisme. Media, politisi, dan pengacara juga menjadi sasaran.

RUU pembebasan bersyarat itu menyarankan agar narapidana yang telah menjalani setidaknya setengah dari total hukuman mereka, dapat dibebaskan lebih awal. Selain itu, wanita hamil dan narapina berusia diatas 60 tahun juga dimungkinkan untuk dilepaskan sebagai tahanan rumah atau dengan pembebasan bersyarat.

Semua upaya untuk mengurangi populasi penjara saat ini disambut baik, tetapi tindakan seperti itu tidak dapat menjadi alat untuk menargetkan tahanan politik. HRW menilai, Parlemen Turki harus menolak pengecualian diskriminatif dari narapidana terorisme dan narapidana sakit yang telah mengajukan penundaan hukuman.

“Seharusnya memastikan bahwa keputusan tentang pembebasan dini semua tahanan adalah tidak diskriminatif, dengan mempertimbangkan kewajiban untuk melindungi kesehatan mereka, terutama risiko karena usia atau kondisi medis yang mendasarinya. Tujuannya berdasarkan risiko yang dapat ditimbulkan oleh tahanan,” ujarnya.

Di laman media sosial, mayoritas rakyat Turki mendukung agar semua tahanan politik dibebaskan. Tanda pagar #zamandaraliyoraciltahliye yang bermanka "waktu semakin mepet agar segera dibebaskan semua", menjadi trending topic di Twitter Turki.

Para pengguna media sosial meminta pemerintah Erdogan agar membebaskan mereka yang selama ini dinilai berseberangan politik, demi alasan kemanusiaan dan kesehatan, serta untuk mencegah pandemi massal virus corona.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1452 seconds (0.1#10.140)