Myanmar Masuk Daftar Pengawasan Pencucian Uang Global
A
A
A
YANGON - Keputusan memasukkan Myanmar dalam "daftar abu-abu" oleh Gugus Tugas Aksi Keuangan (FATF) yang berbasis di Paris berarti lembaga antar-pemerintah itu menemukan "defisiensi strategis" dalam kemampuan negara itu melawan pencucian uang dan pendanaan terorisme.
"Meski masuk dalam daftar itu tidak mengakibatkan sanksi apa pun, tapi dapat menahan pertumbuhan keuangan, investasi, dan aliran perdagangan menuju dan dari Myanmar," ungkap pejabat tinggi yang berbicara secara anonim pada Reuters.
Kepala Unit Intelijen Keuangan Myanmar Kyaw Win Thein yang menghadiri pertemuan FATF di Paris pekan ini menjelaskan, "Myanmar tidak dalam daftar abu-abu sejauh ini. Nasibnya akan diputuskan dalam rapat pleno pada Kamis (20/2)," ungkap Kyaw.
Kyaw menambahkan pemerintah Myanmar telah mengembangkan rencana penerapan strategis untuk memperbaiki kemampuan dalam melawan pencucian uang.
Dia menolak menjelaskan tapi Myanmar baru-baru ini menerapkan persyaratan baru untuk perusahaan-perusahaan agar mengungkap kepemilikan yang menguntungkan dan perbankan diminta melakukan uji tuntas nasabah dengan lebih baik.
Myanmar juga mengesahkan Undang-undang yang melegaskan kasino setelah khawatir kasino yang tanpa regulasi akan dimanfaatkan oleh berbagai kelompok kejahatan lintas negara.
Dua sumber yang mengetahui proses FATF dan investigasinya pada Myanmar menyatakan lembaga itu menemukan penerapan rencana anksi anti-pencucian uang di negara itu masih jauh dari selesai dan dalam proses masuk dalam daftar abu-abu pada rapat pekan ini.
Myanmar terletak di jantung wilayah "Segitiga Emas", pusat produksi narkoba ilegal dan perdagangan narkoba di Asia Pasifik. Myanmar juga memiliki masalah besar dengan pertambangan batu giok ilegal, perdagangan senjata dan perdagangan kayu ilegal, sesuai laporan FATF pada 2018.
"Myanmar menghadapi level tinggi berbagai kejahatan dan mengalami sangat banyak ancaman pencucian uang," papar laporan FATF itu.
"Meski masuk dalam daftar itu tidak mengakibatkan sanksi apa pun, tapi dapat menahan pertumbuhan keuangan, investasi, dan aliran perdagangan menuju dan dari Myanmar," ungkap pejabat tinggi yang berbicara secara anonim pada Reuters.
Kepala Unit Intelijen Keuangan Myanmar Kyaw Win Thein yang menghadiri pertemuan FATF di Paris pekan ini menjelaskan, "Myanmar tidak dalam daftar abu-abu sejauh ini. Nasibnya akan diputuskan dalam rapat pleno pada Kamis (20/2)," ungkap Kyaw.
Kyaw menambahkan pemerintah Myanmar telah mengembangkan rencana penerapan strategis untuk memperbaiki kemampuan dalam melawan pencucian uang.
Dia menolak menjelaskan tapi Myanmar baru-baru ini menerapkan persyaratan baru untuk perusahaan-perusahaan agar mengungkap kepemilikan yang menguntungkan dan perbankan diminta melakukan uji tuntas nasabah dengan lebih baik.
Myanmar juga mengesahkan Undang-undang yang melegaskan kasino setelah khawatir kasino yang tanpa regulasi akan dimanfaatkan oleh berbagai kelompok kejahatan lintas negara.
Dua sumber yang mengetahui proses FATF dan investigasinya pada Myanmar menyatakan lembaga itu menemukan penerapan rencana anksi anti-pencucian uang di negara itu masih jauh dari selesai dan dalam proses masuk dalam daftar abu-abu pada rapat pekan ini.
Myanmar terletak di jantung wilayah "Segitiga Emas", pusat produksi narkoba ilegal dan perdagangan narkoba di Asia Pasifik. Myanmar juga memiliki masalah besar dengan pertambangan batu giok ilegal, perdagangan senjata dan perdagangan kayu ilegal, sesuai laporan FATF pada 2018.
"Myanmar menghadapi level tinggi berbagai kejahatan dan mengalami sangat banyak ancaman pencucian uang," papar laporan FATF itu.
(sfn)