Dua Algojo ISIS 'The Beatles' Terancam Hukuman Mati Bila Diekstradisi ke AS

Kamis, 10 Oktober 2019 - 13:25 WIB
Dua Algojo ISIS The Beatles Terancam Hukuman Mati Bila Diekstradisi ke AS
Dua Algojo ISIS 'The Beatles' Terancam Hukuman Mati Bila Diekstradisi ke AS
A A A
WASHINGTON - Dua algojo ISIS asal Inggris yang menjadi bagian dari geng "The Beatles" saat ini menghadapi hukuman mati setelah Washington memutuskan untuk mengekstradisi mereka ke Amerika Serikat (AS).

El Shafee Elsheikh dan Alexanda Kotey, yang dijuluki "George" dan "Ringo" dari geng yang beranggotakan empat orang, ikut serta dalam eksekusi brutal terhadap sejumlah sandera ISIS di Suriah. Dua algojo lain,
Mohammed Emwazi alias John dan Aine Lesley Davis alias Paul telah tewas dalam serangan koalisi internasional pimpinan AS di Suriah.

Julukan geng "The Beatles" melekat dari empat algojo ISIS karena aksen bahasa Inggris mereka. Mereka bertanggung jawab atas sejumlah sandera asal Inggris seperti John Cantlie, David Haines dan Alan Henning.

Geng itu juga bertanggung jawab atas pembunuhan sejumlah tawanan Barat lainnya, seperti pemenggalan terhadap jurnalis AS, James Foley.

Elsheikh dan Kotey ditangkap pada Januari tahun lalu, dan memicu perselisihan internasional mengenai apakah mereka harus dipulangkan ke Inggris untuk diadili atau diadili di yurisdiksi lain.

Geng "The Beatles" pernah merilis rekaman eksekusi para sandera mereka, termasuk pembunuhan James Foley dan Steven Sotloff asal Amerika, serta Haines dan Henning asal Inggris.

Rekaman eksekusi brutal itu dibagikan secara online yang memicu kengerian di seluruh dunia.

Mengutip laporan Washington Post, Kamis (10/10/2019), Elsheikh dan Kotey sekarang dipindahkan ke tahanan militer AS karena serangan Turki ke Suriah mengancam nasib para tahanan ISIS yang dijaga pasukan Kurdi di Suriah timur laut.

Jaksa penuntut AS akan berusaha untuk menghukum Elsheikh dan Kotey sebagai konspirator dalam pengambilan sandera yang mengakibatkan kematian, yang bisa membawa mereka mendapatkan hukuman mati.

Kotey mengatakan kepada Daily Mirror dalam wawancara sel penjara awal tahun ini bahwa ia sangat takut perihal kemungkinan menghadapi persidangan di Amerika.

Kotey dibesarkan di Ladbroke Grove, London Barat, sebuah hotspot untuk perdagangan narkoba dan kejahatan, dan berhenti sekolah lebih awal.

Dilahirkan di Inggris dari ayah asal Ghana dan ibu asal Siprus Yunani, Kotey tumbuh besar mendukung tim sepak bola lokalnya, Queens Park Rangers.

Namun, ia juga dikenal sebagai pengedar narkoba dan menghabiskan banyak waktu di balik jeruji besi.

Kotey mengklaim bahwa selama masa remajanya—sebelum pergi ke Suriah—ia menggosok bahu dengan “penjahat jalanan” serta pengonsumsi obat terlarang Eton.

"Sejujurnya, Anda mungkin bisa menebak seperti apa masa muda saya—saya bermasalah dengan polisi dan memahami sistem peradilan," ujarnya.

Kotey diradikalisasi pada titik tertentu di awal usia 20-an tahun. Dia dilaporkan memiliki dua anak kecil, meskipun sebelum pergi ke Suriah dia mengaku hanya memiliki satu anak perempuan di Inggris.

Sejak berada di Suriah enam tahun lalu, Kotey menikahi seorang wanita lokal dari kota Aleppo yang dilanda perang. Pasangan itu memiliki tiga anak bersama tetapi dia melarikan diri dari Raqqa ke kota asalnya sebelum dia ditangkap.
(mas)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3431 seconds (0.1#10.140)