Inggris, Prancis, Jerman Salahkan Iran atas Serangan Minyak Saudi
A
A
A
NEW YORK - Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Angela Merkel dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson kompak menuding Iran berada di balik serangan 14 September terhadap kilang minyak Saudi Aramco di Arab Saudi.
Kementerian Pertahanan Arab Saudi telah menyimpulkan serangan dilakukan dengan puluhan pesawat nirawak bersenjata dan rudal. Serangan telah melumpuhkan separuh dari total produksi minyak kerajaan tersebut. Serangan itu diklaim oleh kelompok pemberontak Houthi Yaman, tetapi Washington menyalahkan Iran.
"Kami mengutuk dengan sangat tegas serangan yang menargetkan situs minyak di wilayah Saudi, pada 14 September 2019 di Abqaiq dan Khurais, dan menegaskan kembali solidaritas penuh kami dengan Kerajaan Arab Saudi dan rakyatnya," bunyi pernyataan bersama tiga pemimpin Eropa hari Senin yang dirilis Prancis.
"Jelas bagi kami bahwa Iran bertanggung jawab atas serangan ini. Tidak ada penjelasan masuk akal lainnya. Kami mendukung penyelidikan yang sedang berlangsung untuk rincian lengkap," lanjut pernuyataan bersama tersebut, yang dilansir Sputniknews, Selasa (24/9/2019).
Ketiga pemimpin Eropa itu juga mendesak Iran menjalankan hasil negosiasi terkait program nuklirnya. "Sudah tiba saatnya bagi Iran untuk menerima kerangka kerja negosiasi jangka panjang untuk program nuklirnya, serta masalah keamanan regional, yang termasuk program misilnya," imbuh pernyataan Macron, Merkel dan Johnson.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa Prancis, Inggris dan Jerman juga akan membahas situasi seputar kesepakatan nuklir JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) Iran di Majelis Umum PBB di New York.
Teheran tetap membantah tuduhan bahwa Iran terlibat serangan terhadap kilang minyak Arab Saudi. Presiden Hassan Rouhani mengatakan, Washington berusaha untuk menggunakan serangan pesawat tak berawak terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco untuk keuntungannya dengan mencapai kesepakatan bernilai miliaran dolar dan mendapatkan kehadiran permanen pasukan AS di Timur Tengah.
Kementerian Pertahanan Arab Saudi telah menyimpulkan serangan dilakukan dengan puluhan pesawat nirawak bersenjata dan rudal. Serangan telah melumpuhkan separuh dari total produksi minyak kerajaan tersebut. Serangan itu diklaim oleh kelompok pemberontak Houthi Yaman, tetapi Washington menyalahkan Iran.
"Kami mengutuk dengan sangat tegas serangan yang menargetkan situs minyak di wilayah Saudi, pada 14 September 2019 di Abqaiq dan Khurais, dan menegaskan kembali solidaritas penuh kami dengan Kerajaan Arab Saudi dan rakyatnya," bunyi pernyataan bersama tiga pemimpin Eropa hari Senin yang dirilis Prancis.
"Jelas bagi kami bahwa Iran bertanggung jawab atas serangan ini. Tidak ada penjelasan masuk akal lainnya. Kami mendukung penyelidikan yang sedang berlangsung untuk rincian lengkap," lanjut pernuyataan bersama tersebut, yang dilansir Sputniknews, Selasa (24/9/2019).
Ketiga pemimpin Eropa itu juga mendesak Iran menjalankan hasil negosiasi terkait program nuklirnya. "Sudah tiba saatnya bagi Iran untuk menerima kerangka kerja negosiasi jangka panjang untuk program nuklirnya, serta masalah keamanan regional, yang termasuk program misilnya," imbuh pernyataan Macron, Merkel dan Johnson.
Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Yves Le Drian mengatakan bahwa Prancis, Inggris dan Jerman juga akan membahas situasi seputar kesepakatan nuklir JCPOA (Joint Comprehensive Plan of Action) Iran di Majelis Umum PBB di New York.
Teheran tetap membantah tuduhan bahwa Iran terlibat serangan terhadap kilang minyak Arab Saudi. Presiden Hassan Rouhani mengatakan, Washington berusaha untuk menggunakan serangan pesawat tak berawak terhadap fasilitas minyak Saudi Aramco untuk keuntungannya dengan mencapai kesepakatan bernilai miliaran dolar dan mendapatkan kehadiran permanen pasukan AS di Timur Tengah.
(mas)