Pemimpin Kristen Israel Temui Putra Mahkota Saudi di Istana Jeddah
A
A
A
JEDDAH - Pemimpin Kristen Israel Joel C Rosenberg mengujungi Putra Mahkota Arab Saudi Mohammed bin Salman (MBS) di Istana Jeddah, Rabu (11/9/2019). Keduanya membahas proses perdamaian Israel-Palestina.
Rosenberg merupakan pemimpin Kristen berkewarganegaraan Israel-Amerika Serikat (AS) dan tercatat dengan warga Yerusalem.
Pertemuan antara Rosenberg dan salah satu penguasa paling kuat di Teluk itu terjadi ketika Riyadh berusaha meningkatkan jangkauannya kepada para pemimpin Evangelis untuk mengembangkan hubungan yang lebih dekat antara Saudi dan AS.
Kunjungan Rosenberg tidak sendirian. Dia memimpin delegasi Evangelis Amerika dalam tur tiga hari ke Jeddah. Delegasi yang terdiri dari tokoh-tokoh gereja terkenal tersebut kerap dibawa Rosenberg ke kerajaan konservatif dalam beberapa tahun terakhir.
Rosenberg—yang memiliki leluhur Kristen dan Yahudi—mengatakan kepada tuan rumahnya yang dikenal dengan sapaan MBS tentang keinginannya untuk melihat détente Israel dan Arab Saudi. Dia berharap untuk melihat Pangeran MBS mengunjungi Yerusalem sesegera mungkin.
"Kami melakukan diskusi yang menarik tentang Israel, Palestina dan proses perdamaian. Sementara apa yang dia katakan kepada kami tidak direkam, kami menghabiskan setidaknya 30 menit dari pertemuan kami untuk membahas Israel," kata Rosenberg kepada The Times of Israel yang dilansir Kamis (12/9/2019).
"Saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan senang melihat kedua negara kita berdamai, dan menantikan saat ketika dia siap untuk mengundang perdana menteri Israel ke Riyadh dan kami siap untuk mengundangnya ke Yerusalem," ujarnya.
Rosenberg, yang memiliki dua anak yang saat ini bertugas di unit-unit tempur di Pasukan Pertahanan Israel (IDF), mengatakan bahwa dia memberi tahu calon raja Arab Saudi tentang kisah Ratu Sheba yang ia gambarkan sebagai "wanita kuat yang memerintah sebuah kerajaan di Semenanjung Arab dan memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk menjalin persahabatan dan beraliansi dengan Salomo, Raja Israel."
Kedua negara tidak menjalin hubungan diplomatik secara resmi, namun para pejabat Israel kerap mengakui adanya kontak rahasia terkait keamanan karena kedua negara sama-sama melihat Iran sebagai ancaman eksistensial. Kendati demikian, kerajaan yang dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud itu tidak mengakui Negara Israel secara resmi.
Delegasi yang dibawa Rosenberg terdiri dari sembilan orang, termasuk istri Rosenberg; Lynn, yang juga berkewarganegraan AS-Israel. Meskipun berpraktik sebagai orang Kristen, pasangan itu berimigrasi ke Israel beberapa tahun yang lalu berdasarkan haknya untuk kembali karena akar Yahudi ayahnya.
Delegasi tersebut duduk bersama MBS dan pejabat tinggi Saudi lainnya, termasuk wakil menteri pertahanan dan menteri negara untuk urusan luar negeri. Pada saat yang bersamaan, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan niatnya untuk mencaplok Lembah Jordan di Tepi Barat jika dia memenangkan pemilu 17 September mendatang.
Beberapa jam setelah pertemuan itu, Arab Saudi mengeluarkan kecaman keras atas rencana Netanyahu. Menurut pemerintah Saudi, langkah Netanyahu merupakan langkah besar dengan mengorbankan rakyat Palestina. Saudi bahkan menyerukan pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam untuk membahas masalah tersebut.
Rosenberg, yang beberapa tahun lalu sempat bekerja untuk Netanyahu, mendapati dirinya dalam posisi yang canggung.
"Dengan dua warga Israel—istri saya dan saya—benar-benar duduk di Istana Kerajaan di Jeddah bersama Putra Mahkota Saudi yang membahas jalan menuju perdamaian antara Israel dan Kerajaan, mungkinkah ada saat yang lebih mengecewakan bagi perdana menteri untuk membuat pernyataan kampanye politik yang memaksa orang-orang Saudi ke sudut dan merasa bahwa mereka perlu mengeluarkan kecaman dan penolakan langsung terhadap proposal PM?," kata Rosenberg.
Rosenberg dikenal juga sebagai penulis buku fiksi dan non-fiksi terlaris yang diterbitkan New York Times tentang Timur Tengah. Dia merupakan kepala organisasi nirlaba yang membantu orang-orang Kristen di Timur Tengah. Tahun lalu, ia juga membawa delegasi Evangelis ke Mesir dan Yordania. Dia dijadwalkan akan membawa delegasi tersebut ke Bahrain akhir tahun ini.
Kunjungan delegasi ke Istana Jeddah awal pekan ini diorganisir oleh Duta Besar Arab Saudi untuk AS, Putri Reema binti Bandar al-Saud. Kantor Duta Besar tersebut telah mengeluarkan pernyataan singkat tentang pertemuan itu, termasuk menyajikan beberapa foto pertemuan.
"Selama pertemuan itu, kedua pihak menekankan pentingnya upaya yang berkelanjutan untuk mempromosikan koeksistensi dan toleransi, dan memerangi ekstremisme dan terorisme," bunyi pernyataan kantor Dubes Reema.
Pernyataan Dubes Reema tidak menyebutkan kewarganegaraan Israel yang disandang Rosenberg atau akar Yahudi-nya. Sebaliknya, pernyataan itu berisi ucapan terima kasih kepada Putra Mahkota untuk keramahtamahannya dan menyoroti upaya reformasi, seperti halnya semua pertemuan mereka.
“Meskipun mungkin mengejutkan beberapa orang bahwa kita akan memilih pekan ini pada 11 September untuk mengunjungi Kerajaan, kita sebenarnya merasa tidak ada waktu yang lebih tepat untuk fokus pada ke mana Kerajaan harus pergi, bisa pergi, dan ke mana kita percaya itu akan melangkah," lanjut pernyataan pers diplomat Saudi tersebut.
"Sebenarnya, kunjungan kami di sini pada minggu yang sangat penting ini bertentangan dengan mereka yang bertujuan untuk menggagalkan reformasi di Kerajaan melalui pelukan kebencian dan ketakutan daripada keberanian dan moderasi," imbuh pernyataan pers Dubes Reema.
Delegasi, yang kunjungan bersejarah pertamanya pada November 2018 menjadi berita utama internasional, mengaku bersyukur memiliki "hubungan mendalam" di negara Teluk, di mana kepercayaan sangat berharga dan di mana perubahan adalah topik pembicaraan sehari-hari.
"Kepercayaan yang meningkat ini telah memberi kami kesempatan untuk berbicara secara terbuka, jika kadang-kadang secara pribadi, tentang apa yang kami yakini harus berubah di Kerajaan bahkan ketika kami merayakan kemajuan Kerajaan di banyak bidang lainnya," kata delagasi tersebut dalam pernyataan.
Pernyataan delegasi itu memuji Arab Saudi atas "diversifikasi" ekonominya dan untuk pengenalan berbagai bentuk keterbukaan dan modernisasi, terutama mengenai hak-hak perempuan. "Pertemuan kami tidak terburu-buru dan diskusi kami substantif," imbuh pernyataan delegasi.
"Sejujurnya, kami senang dengan lingkup pengembangan bahkan ketika kami melihat dengan harapan untuk lebih banyak perubahan. Kami juga sabar berteman dengan harapan realistis bahwa akan butuh waktu untuk mereformasi apa yang dibutuhkan bertahun-tahun untuk dibuat."
Rosenberg merupakan pemimpin Kristen berkewarganegaraan Israel-Amerika Serikat (AS) dan tercatat dengan warga Yerusalem.
Pertemuan antara Rosenberg dan salah satu penguasa paling kuat di Teluk itu terjadi ketika Riyadh berusaha meningkatkan jangkauannya kepada para pemimpin Evangelis untuk mengembangkan hubungan yang lebih dekat antara Saudi dan AS.
Kunjungan Rosenberg tidak sendirian. Dia memimpin delegasi Evangelis Amerika dalam tur tiga hari ke Jeddah. Delegasi yang terdiri dari tokoh-tokoh gereja terkenal tersebut kerap dibawa Rosenberg ke kerajaan konservatif dalam beberapa tahun terakhir.
Rosenberg—yang memiliki leluhur Kristen dan Yahudi—mengatakan kepada tuan rumahnya yang dikenal dengan sapaan MBS tentang keinginannya untuk melihat détente Israel dan Arab Saudi. Dia berharap untuk melihat Pangeran MBS mengunjungi Yerusalem sesegera mungkin.
"Kami melakukan diskusi yang menarik tentang Israel, Palestina dan proses perdamaian. Sementara apa yang dia katakan kepada kami tidak direkam, kami menghabiskan setidaknya 30 menit dari pertemuan kami untuk membahas Israel," kata Rosenberg kepada The Times of Israel yang dilansir Kamis (12/9/2019).
"Saya mengatakan kepadanya bahwa saya akan senang melihat kedua negara kita berdamai, dan menantikan saat ketika dia siap untuk mengundang perdana menteri Israel ke Riyadh dan kami siap untuk mengundangnya ke Yerusalem," ujarnya.
Rosenberg, yang memiliki dua anak yang saat ini bertugas di unit-unit tempur di Pasukan Pertahanan Israel (IDF), mengatakan bahwa dia memberi tahu calon raja Arab Saudi tentang kisah Ratu Sheba yang ia gambarkan sebagai "wanita kuat yang memerintah sebuah kerajaan di Semenanjung Arab dan memutuskan untuk melakukan perjalanan ke Yerusalem untuk menjalin persahabatan dan beraliansi dengan Salomo, Raja Israel."
Kedua negara tidak menjalin hubungan diplomatik secara resmi, namun para pejabat Israel kerap mengakui adanya kontak rahasia terkait keamanan karena kedua negara sama-sama melihat Iran sebagai ancaman eksistensial. Kendati demikian, kerajaan yang dipimpin Raja Salman bin Abdulaziz al-Saud itu tidak mengakui Negara Israel secara resmi.
Delegasi yang dibawa Rosenberg terdiri dari sembilan orang, termasuk istri Rosenberg; Lynn, yang juga berkewarganegraan AS-Israel. Meskipun berpraktik sebagai orang Kristen, pasangan itu berimigrasi ke Israel beberapa tahun yang lalu berdasarkan haknya untuk kembali karena akar Yahudi ayahnya.
Delegasi tersebut duduk bersama MBS dan pejabat tinggi Saudi lainnya, termasuk wakil menteri pertahanan dan menteri negara untuk urusan luar negeri. Pada saat yang bersamaan, Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu mengumumkan niatnya untuk mencaplok Lembah Jordan di Tepi Barat jika dia memenangkan pemilu 17 September mendatang.
Beberapa jam setelah pertemuan itu, Arab Saudi mengeluarkan kecaman keras atas rencana Netanyahu. Menurut pemerintah Saudi, langkah Netanyahu merupakan langkah besar dengan mengorbankan rakyat Palestina. Saudi bahkan menyerukan pertemuan darurat Organisasi Kerja Sama Islam untuk membahas masalah tersebut.
Rosenberg, yang beberapa tahun lalu sempat bekerja untuk Netanyahu, mendapati dirinya dalam posisi yang canggung.
"Dengan dua warga Israel—istri saya dan saya—benar-benar duduk di Istana Kerajaan di Jeddah bersama Putra Mahkota Saudi yang membahas jalan menuju perdamaian antara Israel dan Kerajaan, mungkinkah ada saat yang lebih mengecewakan bagi perdana menteri untuk membuat pernyataan kampanye politik yang memaksa orang-orang Saudi ke sudut dan merasa bahwa mereka perlu mengeluarkan kecaman dan penolakan langsung terhadap proposal PM?," kata Rosenberg.
Rosenberg dikenal juga sebagai penulis buku fiksi dan non-fiksi terlaris yang diterbitkan New York Times tentang Timur Tengah. Dia merupakan kepala organisasi nirlaba yang membantu orang-orang Kristen di Timur Tengah. Tahun lalu, ia juga membawa delegasi Evangelis ke Mesir dan Yordania. Dia dijadwalkan akan membawa delegasi tersebut ke Bahrain akhir tahun ini.
Kunjungan delegasi ke Istana Jeddah awal pekan ini diorganisir oleh Duta Besar Arab Saudi untuk AS, Putri Reema binti Bandar al-Saud. Kantor Duta Besar tersebut telah mengeluarkan pernyataan singkat tentang pertemuan itu, termasuk menyajikan beberapa foto pertemuan.
"Selama pertemuan itu, kedua pihak menekankan pentingnya upaya yang berkelanjutan untuk mempromosikan koeksistensi dan toleransi, dan memerangi ekstremisme dan terorisme," bunyi pernyataan kantor Dubes Reema.
Pernyataan Dubes Reema tidak menyebutkan kewarganegaraan Israel yang disandang Rosenberg atau akar Yahudi-nya. Sebaliknya, pernyataan itu berisi ucapan terima kasih kepada Putra Mahkota untuk keramahtamahannya dan menyoroti upaya reformasi, seperti halnya semua pertemuan mereka.
“Meskipun mungkin mengejutkan beberapa orang bahwa kita akan memilih pekan ini pada 11 September untuk mengunjungi Kerajaan, kita sebenarnya merasa tidak ada waktu yang lebih tepat untuk fokus pada ke mana Kerajaan harus pergi, bisa pergi, dan ke mana kita percaya itu akan melangkah," lanjut pernyataan pers diplomat Saudi tersebut.
"Sebenarnya, kunjungan kami di sini pada minggu yang sangat penting ini bertentangan dengan mereka yang bertujuan untuk menggagalkan reformasi di Kerajaan melalui pelukan kebencian dan ketakutan daripada keberanian dan moderasi," imbuh pernyataan pers Dubes Reema.
Delegasi, yang kunjungan bersejarah pertamanya pada November 2018 menjadi berita utama internasional, mengaku bersyukur memiliki "hubungan mendalam" di negara Teluk, di mana kepercayaan sangat berharga dan di mana perubahan adalah topik pembicaraan sehari-hari.
"Kepercayaan yang meningkat ini telah memberi kami kesempatan untuk berbicara secara terbuka, jika kadang-kadang secara pribadi, tentang apa yang kami yakini harus berubah di Kerajaan bahkan ketika kami merayakan kemajuan Kerajaan di banyak bidang lainnya," kata delagasi tersebut dalam pernyataan.
Pernyataan delegasi itu memuji Arab Saudi atas "diversifikasi" ekonominya dan untuk pengenalan berbagai bentuk keterbukaan dan modernisasi, terutama mengenai hak-hak perempuan. "Pertemuan kami tidak terburu-buru dan diskusi kami substantif," imbuh pernyataan delegasi.
"Sejujurnya, kami senang dengan lingkup pengembangan bahkan ketika kami melihat dengan harapan untuk lebih banyak perubahan. Kami juga sabar berteman dengan harapan realistis bahwa akan butuh waktu untuk mereformasi apa yang dibutuhkan bertahun-tahun untuk dibuat."
(mas)